Ribuan Purnama

29 9 8
                                    

“Kamu Tega!” teriak Bela.

Bahunya terguncang, tangisnya pecah seketika. Sulit untuk menerima kenyataan bahwa dia melihat sendiri kejadian tersebut.
“Kamu terlalu, Bin.” Suara Bela bergetar.
Tangannya menunjuk Bina-adiknya-yang kini diam seribu bahasa.
“Bukan salah Bina.” Suara Denta memecah keheningan.

Bela sulit membayangkan bahwa dua orang yang paling dia sayangi tega menyakitinya. Sungguh tidak pernah terbersit dalam batin Bela, akan terluka begitu dalam oleh dua orang yang dia percaya.

Siang ini Bela baru saja pulang sekolah. Saat dia menemukan Bina sedang duduk di ruang tamu, sedangkan kepala Denta disandarkan di bahu Bina. Bela merasa jijik melihatnya. Tidak mungkin mereka hanya memiliki hubungan biasa. Fisik mereka tidak menunjukkan hal itu.

Biasanya Bela memang jarang pulang siang, Bela sering pulang sore karena ikut les ini-itu. Siang ini, guru les matematika Bela sedang tidak enak badan. Bela bisa pulang lebih awal.
“Kalian pergi, sekarang juga!” teriak bela lagi.

“Bel, biar aku jelasin” sergah Denta.

“Jelasin apa lagi? Masih kurang jelaskah? Aku melihat sendiri kelakuan kalian.” Bela tak bisa membendung emosinya.

“Kamu Den, emang gak ada cewek lain yang bisa kamu selingkuhin! Heh!” Tangan Bela menunjuk Denta geram. Bina masih tak bergerak dari tempat duduknya. Ibu tidak pernah ada di rumah saat siang hari, sedangkan Ayahnya berada di luar kota.

“Bel, kamu yang salah. Kamu malah tidak pernah mau kuajak pergi. Kamu sibuk melulu,” bela Denta.

Bela menyadari, hubungan yang dia jalin dengan Denta kini di ambang kehancuran. Padahal mereka akan merayakan setahun kebersamaan pada bulan Juni ini. Merayakan kebersamaan yang Bela harapkan akan berlangsung lama, hingga ribuan purnama nantinya. Bela bahkan sudah membeli hadiah kejutan untuk Denta. Bela memang lebih sibuk akhir-akhir ini, karena selain ikut les, dia juga mengajar les gambar untuk anak-anak. Dia ingin membeli hadiah kejutan untuk Denta dengan uangnya sendiri.

Kenyataannya Bela kini terkejut dengan kenyataan bahwa dia ditinggalkan dengan cara yang sangat tidak jantan.

“Pergi kamu!” sentak Bela lagi.

***
“Bel, makan yuk,” bujuk Bina dari luar kamar.

Bina mengetuk pintu Bela lagi, berkali-kali minta maaf karena telah terbujuk rayuan Denta, yang dia tahu adalah kekasih kakaknya. Bina ingat beberapa hari yang lalu Bela ingin membelikan hadiah istimewa untuk Denta di Bulan Juni ini, tepat setahun mereka bersama.

“Bel, maafin Bina.” Bina berbalik badan, saat dia menyadari ada bau asing di depan kamar Bela. Bau obat nyamuk cair.

Bina panik, bagaimana kalau terjadi hal buruk pada Bela. Bina menggedor keras pintu kamar Bela. Sulit untuk mendobrak pintu kayu tebal tersebut. Tubuh Bina yang kecil terpental saat mencoba mendobrak pintu. Bina segera keluar dari rumah, mencari bantuan tetangga terdekat.

Beberapa jam kemudian, Bela terbaring di sebuah klinik. Bina menunggu di sampingnya dengan cemas, merasa begitu bersalah karena menyebabkan Bela ingin mengakhiri hidupnya. Masa kritis Bela telah terlewati. Ibunya mondar-mandir di depan pintu. Terlihat wajahnya begitu khawatir.

Seorang laki-laki berada di samping Bela. Mengusap tangan Bela lembut. Sorot matanya menunjukkan dia begitu khawatir dengan keadaan Bela. Mulutnya tak berhenti memanggil nama Bela.

Bela memegang kepalanya yang terasa pusing, tenggorokannya masih terasa sakit. Dia berusaha mengingat apa yang terjadi. Bayangan Denta yang bersandar di bahu Bina membuat matanya kembali berkaca-kaca. Hatinya begitu terluka, entah setan mana yang membuatnya ingin berbuat nekat.

“Bela, maafin Bina ya Bel.” Bina langsung memeluk Bela saat dia baru saja membuka mata.

Beruntung saat Bina berteriak minta tolong, Arda-tetangga sebelah rumah Bela- sedang berada di rumah. Segera Arda mendobrak kamar Bela, dan menemukan Bela tergeletak pingsan diatas ranjang.

“Mas Arda, Bela ada di mana?” Suara Bela terdengar lemah.

“Kamu di rumah sakit Bel” jawab Arda. “Bel, kamu kenapa? Kamu biasanya kan cerita. Sudah lama mas tidak mendengar ceritamu.” Lanjutnya lagi.

Arda adalah tetangga dekat rumah Bela. Dulu saat Arda masih sekolah mereka begitu dekat, kini saat Arda kuliah Bela kehilangan teman bercerita. Denta berhasil mengisi kekosongan hati Bela untuk beberapa lama, tapi nyatanya Denta juga yang membuat hatinya hancur berkeping-kepig seperti kaca.

“Mas Arda jahat, nggak pernah pulang nengokin Bela.” Bela memalingkan wajahnya. Padahal dalam hatinya dia senang sekali Arda kini ada di sisinya.  Luka hati Bela tiba-tiba menguap saat tahu Arda ada di sampingnya.

“Aku kan harus belajar jadi lelaki yang baik buat kamu, Bel,” ujar Arda.
“Aku mau kembali saat kamu siap menerimaku. Bukan hanya sebagai temanmu.”

Bela tersipu. Nyatanya Bulan Juni ini kembali membuat Bela bahagia

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Ribuan PurnamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang