Bab 1 Cinta Tanpa Alasan

39 1 0
                                    

Aku mengenal Meira satu bulan yang lalu, gadis cantik dengan bola mata indahnya.  Kami bertemu di sebuah swalayan, ketika sedang sama-sama berdiri di kasir untuk membayar, dia kekurangan cash untuk membayar semua belanjaannya.
Aku menawarkan untuk membantunya tapi dia lebih memilih mengurangi belanjaannya.

Tidak ada yang aneh sepintas dari gadis ini, aku bahkan mengira dia memiliki kelebihan pada senyum manis dan bola matanya yang indah.
Namun aku baru menyadari ketika dia mulai berjalan, terlihat kaki sebelah kirinya terlihat sedikit pincang.

Ketika sampai di depan Swalayan, dia berjalan menuju motornya yang di parkir.
Dia mengendarai Scoopy warna coklat abu-abu.
Aku penasaran pada sosok gadis cantik itu, kudekati dia dan dengan sopan ku ulurkan tanganku padanya.

"Namaku Febian, aku single dan saat ini free untuk menyimpan nomer WA gadis yang baru kukenal sekali pun."
Aku mengeluarkan gawaiku dan meminta nomer WA ku di save. Gadis itu tersenyum manis dan membuat jantungku berdetak lebih kencang.

Dia meberikan nomer WA nya dan berpamitan kepadaku.
"Nama mu?" tanyaku setengah berteriak karena motornya mulai meluncur.

"Meira." sahutnya singkat. Dan gadis itu menghilang  di tikungan jalan.
Aku merasa ada yang tidak beres dengan jantungku. Segera kusave nomer WA Meira.
Aku melangkah menuju mobilku yang terparkir di seberang jalan.

Malam itu dengan sangat suka cita aku memulai chat dengannya. Setiap kata-kata yang ku kirim di chat itu dibalasnya dengan kesopanan.
Ketika aku mulai mengarah pada cerita yang menjurus pada keinginan menemukan jodoh wanita yang baik dan tulus kepadaku, dia selalu mengaminkan.

Malam ketujuh kami chating di WA, dia mulai terlihat friendly. Bahkan tanpa kutanya dia bercerita kalau dia memiliki cacat sejak lahir. Kaki kirinya menggunakan kaki palsu. Aku tidak merasa terkejut karena saat di swalayan pun aku menyadarinya.
Ketika ku katakan aku sudah tahu, dia seakan heran kenapa aku tetap penasaran kenalan dengannya.

Aku jelaskan dengan gamblang kepada Meira, bahwa hati tidak bisa berdusta ketika tersentuh rasa berbeda pada lawan jenis yang kita temui. Hati tidak memandang kekurangan.

Sejak pembicaraan itu, Meira mulai menghindari chat berlama-lama denganku. Dia selalu punya alasan untuk memutus obrolan.
Hatiku semakin gelisah. Sungguh tak ada alasan jelas bagi hatiku untuk jatuh cinta. Rasa itu datang tanpa dinyana.

Komunikasi kami mulai tidak lancar. Sampai suatu ketika seorang teman mengatakan akan ketemu editor Vidio yang bekerja pada salah satu TV swasta ternama di Indonesia. Temanku adalah pemilik Production House yang Sinetronnya di tayangkan di TV tersebut.

Aku terpana ketika ku lihat Meira berjalan menuju ke arah meja kami berdua.

Wisnu sahabatku tertawa ketika ku katakan kami sudah saling kenal  Celakanya Wisnu malah bercanda kelewatan dengan mengatakan:
"Kamu ini Playboy Bian, kambing betina saja kalo punya no WA pasti kamu minta nomernya."

wajah Meira seketika terlihat jengah saat menatapku.
"Ah, yang Playboy tu kamu Wisnu, jangan ngajak-ngajak."
balasku dengan intonasi kesal.
Meira menatapku dengan mata indahnya. Dan dia mengembalikan obrolan kembali kepada pekerjaan. Diskusi mereka berdua tentang pekerjaan tampak seru, hingga aku merasa seperti kambing congek.

Satu jam pertemuan mereka membicarakan pekerjaan. Dan akhirnya aku punya kesempatan berbicara kepada Meira karena Wisnu buru-buru ada janji di lain.

"Bian, kamu yakin ngga ikut denganku? banyak cewek Lo di meet and great di kantorku."

Aku melotot dan Wisnu tertawa cekikikan.
Tinggallah aku dan Meira, duduk berdua saling berhadapan.
Ketika kulihat ada potongan kue di sudut bibir Meira yang tertinggal saat dia menyuap kue, tanpa sadar telunjukku membersihkannya. Meira terkejut dan menatapku dengan sorot mata penuh tanya.

"Maaf Meira, aku refleks, karena ..."
Meira memalingkan wajahnya dari tatapanku.
"Karena kamu terbiasa melakukan hal seperti ini pada semua gadis yang kamu temui?"
Meira kembali menatap ke dalam bola mataku. Jantungku berdetak lebih kencang, seakan melebihi detak jarum jam yang melingkar di pegelangan tanganku.

"Ngga, aku ngga melakukan kepada sembarang gadis. Aku hanya melakukan kepada gadis yang aku sukai."

Meira tiba-tiba berdiri hendak meninggalkan aku, segera aku berjalan memutari meja dan  ku tarik tangannya sehingga dia terjatuh ke dalam pelukanku, bukan hanya itu bibir kami tidak sengaja saling bertemu.
Plak!
sebuah tamparan hinggap di pipiku. Aku mengernyitkan wajah menahan sakit, tapi bukan sakit di pipi. Aku merasa malu karena semua mata menatap ke arahku.

Meira meninggalkan aku yang belum mampu mencerna apa yang terjadi. Segera ku sambar kunci kontak mobilku dan berlari mengejar Meira.

"Tunggu Ra, please maafin aku Ra, aku ngga ada niat melecehkan kamu, aku ngga sengaja. Tadinya aku hanya mencoba mencegahmu pergi."

Meira tidak menggubris panggilanku, dia tetap berlalu dan naik ke atas motornya. Bersamaan dengan itu, temanku tiba-tiba muncul berboncengan dengan pacarnya. Segera ku ambil helm nya dan ku minta dia memberikan kunci motor padaku, sebagai ganti ku serahkan kunci mobilku

"Bimo, please kita tukaran kendaraan dulu ya, kamu kembalikan mobilku besok pagi ke rumahku."

Bimo mengangguk senang.
"Siap Bro, besok pagi ya, ini habis dari sini ku bawa jalan-jalan dulu."
Kuangkat jempolku tampa mengucapkan apa pun. Segera ku tancap gas mengejar Meira, untung masih terkejar.

Namun aku tidak ingin membahayakan Meira, aku hanya mengikutinya hingga sampai di sebuah rumah. Meira turun dan disambut seorang wanita paruh baya.

Ada seorang lelaki juga keluar menyambut Meira, mungkin itu ayah dan ibunya karena Meira terlihat mencium punggung tangan mereka secara bergantian.

Tanpa ragu lagi aku menerobos masuk ke halaman rumah Meira dan memarkirkan motor milik Bimo di sisi sepeda motor Scoopy milik Meira.

Aku berjalan menuju ke arah Meira dan kedua orang tua itu. Meira tampak sangat terkejut.
Dengan gentleman aku mengulurkan tangan pada kedua orang tuanya.

"Maaf, nak ganteng ini siapa ya?"
Aku tersenyum dan ku kenalkan diriku sebagai Febian, teman dekat dari putri mereka Meira. Wajah Meira tampak sangat kesal dan marah. Tapi aku tidak perduli.

"Silahkan duduk nak Febian, bagusnya kita duduk di teras aja ya biar sejuk."
Aku mengangguk dan segera duduk, Wanita paruh baya dan Meira masuk ke dalam. Masih sempat kulihat mata indah itu melotot. Aku hanya tersenyum senang.

Setelah berbicara panjang lebar dengan lelaki paruh baya bernama  Om Wisnu, aku baru tahu Meira gadis yatim piatu, dia di temukan di depan masjid desa, hanya di bungkus kain. Tak ada apapun yang tertinggal dengannya selain sebuah liontin berbentuk bulan sabit.

bersambung

ISTRIKU CACATWhere stories live. Discover now