Ayah

2.3K 146 29
                                    

Seokjin mematut tubuhnya di depan cermin, dia tampan dan sempurna. Status sebagai ayah satu anak dan seorang pengusaha sukses, dan dia adalah duda membuatnya begitu terkenal dikalangan para pengusaha. Istrinya meninggal lima tahun yang lalu karena sakit, itu juga yang sekarang membuatnya tinggal sendiri hanya ditemani beberapa pelayan. Putranya, ah--berbicara soal itu, putranya ia sekolahkan di sekolah asrama. Mengingat itu, ia lekas bergegas, ia akan menjemput namjoon di asrama siang ini.

"Tiket nonton sudah, hadiah sudah siap juga-- namjoon pasti senang"

*********

Matanya mengerjap kecil saat ia mendengar ketukan keras di balik pintu kamarnya, kepalanya mendongak bangkit dari meja memandang seseorang yang ia kenal sebagai ketua lantai lima.

"Ayo bersiap! Semua harus berkumpul di aula jam sembilan pagi!"

Setelah menatap temannya yang bergegas pergi, ia pun lekas berjalan menuju tempat tidurnya. Direbahkannya kepalanya yang terasa pening, ia harap sakitnya segera berakhir.

"Kim namjoon!! Lekas berbenah! Orang tua mu akan menjemput!" Matanya terbelalak saat mendengar seruan keras yang lagi-lagi terdengar dari balik pintu.

"Iya sungjae--terimakasih sudah membangunkan ku--"

******

"Ah iya eomma--akan aku sampaikan pesanmu, tenang saja kami akan datang berkunjung lusa--"

"....."

"Ya eomma"

Seokjin mematikan panggilannya lekas meletakkan earphone nya di dashboard. Ia memandang arah jalan yang baru saja dilewatinya, sepertinya ada pengalihan arus ke asrama namjoon. Ia sedikit menggerutu, inilah yang ia tidak suka dari tradisi menjemput di akhir tahun, semua angkatan akan pulang jadi akan banyak sekali keluarga yang datang.

"Tuan, kau menjemput siswa tingkat berapa?" Tanya seorang pengarah jalan saat seokjin membuka jendela mobilnya.

"Putraku siswa tingkat dua, dia di asrama 1" ujar seokjin membuat laki-laki itu mengangguk.

"Kau bisa arahkan mobilmu ke selasar barat tuan, anak-anak tingkat dua berada disana"

Seokjin mengarahkan mobil nya ke selasar barat, ia tersenyum saat melihat seluruh anak tingkat dua yang berjalan ke arah aula. Ah,putranya sudah sebesar apa sekarang, sudah enam bulan tidak bertemu ia jadi sangat penasaran. Seokjin mengambil paper bag yang tadi ia siapkan lekas turun dari mobil. Ia berjalan beriringan dengan wali murid yang lain, semua sama-sama merasakan kebahagiaan karena sebentar lagi bertemu dengan putra-putranya.

"Silahkan isi daftar hadir tuan" seokjin mengangguk dan lekas mencari nama putranya.

Dahinya berkerut saat menemukan daftar putranya yang masih kosong, seharusnya namjoon mengisi barisan yang ia tempati, sehingga seokjin tahu dipintu mana ia harus menunggu.

"Kenapa putraku belum mengisi daftarnya ssaem? Sedang teman-teman nya yang lain sudah mengisi daftar barisan" Tanya seokjin sambil menatap wanita paruh baya yang ia yakin sebagai salah satu tenaga pengajar asrama.

Wanita itu lekas menilik nama siswa yang seokjin maksud,ia sempat menanyakan kepada rekannya sebelum kembali pada atensi seokjin.

"Kim namjoon di ruang kesehatan tuan, anda bisa membawanya pulang lebih awal--mari saya antar"

Pertanyaan besar menghantui benak seokjin, apa yang tidak ia tahu selama ini.

******

"A--ayah"

Seokjin tak bisa tak menangis, air matanya tak terbendung saat menatap remaja berpakaian kebesaran itu. Badan kurus, wajah pucat dan sangat tirus, kantung mata besar dan jangan lupa pandangan putranya yang nanar membuat hatinya remuk redam. Seokjin berjalan mendekat, memeluk putranya yang tinggal tulang , namjoon benar-benar sangat kurus, terlalu kurus. Seokjin tidak malu tersedu di hadapan beberapa perawat asrama yang tadi membantu namjoon.

Drabble Namjoon Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang