IKAN YANG TAK COCOK DI AIR

66 5 0
                                    

"Tuhan bila aku boleh meminta sesuatu, maka biarkanlah Tyo diadopsi oleh orang lain." Edgar memohon di sudut ruang keluarga.

"Sama Tuhan, bila aku boleh meminta sesuatu, aku juga ingin Bang Edgar nggak satu rahim denganku." balas Tyo.

Kedua kakak beradik itu saling duduk membelakangi dengan ibu sebagai tameng sembari sibuk memunguti bangkai stik game konsol masing-masing. Mereka baru saja terlibat baku hantam. Menirukan adegan dari game yang terjeda di TV layar datar ruang keluarga dengan figur yang masih memasang kuda-kuda siap menyerang.

"Ini terakhir kali Ibu beliin kalian stik. Besok-besok, jangan harap! Berantem kok, samaan dengan yang dimainin? Sekarang siapa yang mulai duluan?" Bu Rita masih berkacak pinggang dan menunduk, menatap puncak kepala anak abg-nya. Ini adalah pertanyaan sama yang sudah beliau ulang tiga kali dan jawaban kedua putranya pun juga sama.

Edgar dan Tyo reflek saling mangarahkan telunjuk ke belakang tubuh mereka. Edgar menuduh sang adik, begitu pun sebaliknya. Bu Rita menggeleng lelah dan bergerak ke TV. Meraih remote untuk menekan tombol power agar layar itu mati dan segera mencabut paksa kabel game konsol keluaran baru tersebut.

"Sebelum kalian sadar dengan kesalahan masing-masing, barang ini Ibu sita!" tegas Bu Rita dan meninggalkan kedua putranya yang tetap memungut pecahan stik.

Beberapa detik tak ada gerakan dari keduanya. Mereka sama-sama menajamkan telinga. Tak lagi mereka dengar suara kaki sang Ibu, keduanya kompak berbalik. Saling tatap dengan amarah yang meletup-letup dan tak butuh waktu lama, keduanya pun kembali bergulat di atas karpet.

"SEMUA GARA-GARA ELO!" geram mereka berdua.

# # #

Jika ada lampu ajaib dan hanya bisa mengabulkan satu permintaan, maka Edgar akan mengusulkan untuk menjadi anak tunggal saja, bila harus memiliki adik super pemalas yang menyebalkan macam Tyo. Begitu pun sang adik yang memilih untuk tak lahir dari satu rahim yang sama dengan sosok keras kepala macam kakaknya. Kedua bersaudara berjarak usia tiga tahun ini, memang memiliki kepribadian hampir mirip satu sama lain, namun tak bisa disatukan.

"Padahal elo kan, Aquarius. Sementara Tyo, Pisces. Kalo dilihat dari lambang, bukannya kalian ini harusnya saling membutuhkan?" ucap May saat sosok tinggi tetangganya itu sudah duduk di teras rumahnya untuk mengajak bersepeda.

"Ikan yang butuh air. Kalo nggak ada air, ikan bakalan mati. Tapi yang ada, nih ikan nggak pernah tahu diri. Selalu aja ngerepotin. Apalagi kalo udah bikin masalah, gue tuh yang jadi tumbal." rutuk Edgar sambil mengeratkan tali helmnya.

"Lucu banget kalian. Tapi menurut ramalan bintang yang gue baca tiap minggu nih, Aquarius dan Pisces itu punya sifat yang mirip loh. Sama-sama sensitif, ramah, dan mudah bergaul. Iya kan?"

"Mudah bergaul apanya? Temen Edgar itu kalo bukan si Kiky yang suka bawa lipan sama ulat bulu, ya si Adit yang kacamatanya tebel banget dan kalo baca idungnya sampe nyentuh buku."

"Lebay! Tapi beneran deh, gue akui si Tyo itu jauh lebih oke sih dari elo."

"Enak aja! Bocah SMP ingusan begitu? Kerenan gue kemana-mana lah!"

May pura-pura eneg. Dia juga memasang helm dan bersiap menaiki sepedanya, menyusul Edgar yang sudah siap mengayuh di luar gerbang. Tepat saat keduanya bersisian, sebuah panggilan dari arah rumah yang berhadapan dengan rumah May, terdengar memanggil Edgar. Itu adalah Bu Rita.

"Gar, Edgar! Sini dulu!" Bu May menyuruh anak sulungnya mendekat. Ekspresi Bu Rita begitu cemas. Beliau mengalihkan pandangan sesaat pada May. "Maaf ya, May. Tante pinjem Edgar sebentar."

IKAN YANG TAK COCOK DI AIRWhere stories live. Discover now