1

11K 1.1K 1
                                    

Lima menit berlalu, pacarku masih saja menangis sesenggukkan dalam duduknya. Kembali aku membuang muka, merasa amat jengah dengan kelakuannya.

Tidak seharusnya dia berbohong seperti ini. Bukankah aturan utama suatu hubungan adalah jujur dan saling percaya? Bahkan setelah empat tahun menjalin hubungan, dia terus-terusan berbohong selama tiga tahun terakhir.

Tetapi ini juga salahku. Kenapa aku tidak memperhatikan caranya menatap mataku? Kini setelah dia mengaku, aku baru menyadarinya, dan itu sudah terlambat.

Merasa tangisannya tak mempan terhadapku, dia lantas mengusap kasar air matanya. "Tapi, Sayang. Aku tidak takut mati," katanya angkuh. "Kau tak bisa apa-apa, karena kematianku takkan membuatmu lega."

Aku menjambak rambutku frustrasi. Sial, dia benar.

Tidak ada yang bisa kumintai tolong. Semua temanku sudah mati, akibat diriku yang terlalu memuja cinta hingga merelakan segalanya.

tak butuh rangkulanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz