•1•

342 70 0
                                    

“Kenapa bisa telat?”

Pertanyaan itu membuat Hellena speechless tidak tahu harus mengatakan apa, hanya bisa menunduk tanpa berani menatap wajah dingin Pak Vishnu.

“Kalau saya lagi ngomong dipandang lawan bicaranya, jangan nunduk.”

Hellena meremas roknya gelisah, debaran pada jantungnya semakin kencang saat ditatap seperti itu. Pelan namun pasti Hellena memberanikan diri mengangkat pandangan, mata keduanya lagi-lagi bertemu saling memandang.

“Jawab saya Lena, kenapa telat?” Pertanyaan Pak Vishnu masih sama. Ia menuntut Hellena menjawab.

“Hellena.” Tidak membentak namun terkesan tegas.

“I-itu a-anu Pak.” Hellena garuk-garuk pipi yang tak gatal gugup, “bangunnya kesiangan.”

Pak Vishnu menghela nafas, lagi dan lagi. Ini bukan kali pertama Hellena datang terlambat ke sekolah.

“Kamu sudah beberapa kali terlambat. Sekali lagi kamu terlambat saya akan memberi SP 1 sebagai surat peringatan, mengerti?”

Hellena mengangguk. “Mengerti Pak.”

“Terus kenapa baju kamu sampai kotor gitu?”

Sepontan Hellena memeriksa bajunya. Benar saja ada sedikit noda disana, mungkin karena insiden kecil tadi di jalan. “Tadi jatuh.”

“Alah, palingan juga alasan dia doang biar gak dihukum. Iyakan? Ngaku deh lo ndut.”

“Kemaren aja, Pak,  Hellena kabur gak mau piket. Pake alasan kucingnya mau lahiran.” Timpal Laura bohong.

Hellena menggeleng panik. Padahal yang selamat ini tidak piket itu Laura, Ajis dan Cansa.

“Ikut saya.” Tanpa menunggu jawaban dari Hellena, Pak Vishnu langsung membawa Hellena keluar kelas.

Hellena melongo, kaget tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti ini dari Pak Vishnu. Beberapa murid yang penasaran, terutama siswa perempuan mendekati jendela mengintip kepergian guru the cogan membawa anak muridnya pergi entah kemana.

“Lepas Pak, tangan Lena sakit.” Pinta Hellena, genggaman Pak Vishnu semakin erat kala Hellena memberontak.

“Sebenarnya kita mau kemana?”

“Ya Tuhan, berasa ngomong sama tembok.”

“Pak Vishnu, jalannya jangan cepet-cepet.” Tapi tetap saja ucapannya tidak digubris, sekalipun Pak Vishnu tak berniat menoleh. Langkah Pak Vishnu terlalu cepat untuk ukuran berjalan.

“Pak—“

“Bisa diam tidak?”

Hellena kesal, tapi bodohnya tak melakukan apa-apa selain menurut. Untung saja sekitar koridor sepi, karena sekarang murid-murid menjalani belajar sehingga mereka tidak menjadi pusat perhatian.

“Duduk sini.” Itu seakan perintah mutlak.

Pak Vishnu masuk ke dalam ruangan guru, tak lama ia kembali keluar membawa kotak P3K dengan ekspresi datar seperti biasa.

“Mana tangan kamu yang luka biar saya obati.” Pintanya.

“Oh ini, gak papa kok cuma luka kecil nanti juga sembuh.”

“Perlihatkan tangan kamu.”

Perlahan ia mulai menarik pergelangan baju seragam panjangnya ke atas, sedikit ia meringis perih di saat kulit dengan kainnya saling bergesekan.

Pak Vishnu dengan lihai membersihkan darah menggunakan tisue basah selama beberapa menit.

“Sudah tau terluka kenapa tidak langsung diobati hm?”

“Sorry don’t worry aja nih, ya, Pak. Luka segini mah nggak ada apa-apanya...Akhhh!” Pekik Hellena di akhir kalimat mengaduh kesakitan saat lukanya habis ditekan oleh Pak Vishnu.

“Duh, pelan-pelan Pak. Kalau gak ikhlas ngobatin Lena bilang, maen pencet-pencetnya aja. Sakit tahu.”

Sudut bibir Pak Vishnu berkedut menahan senyum, namun secepat kilat ia kembali memasang raut datar. Wajah Hellena memerah seperti ingin menangis, bukannya merasa kasihan malah di mata Pak Vishnu terlihat sangat menggemaskan. Ingin rasanya ia mencubit kedua pipi chubby murid tidak di siplinnya itu.

Gemes_batin Pak Vishnu

Pak Vishnu mengeluarkan hansaplast berwarna coklat susu, pelan-pelan menempelkannya pada telapak tangan Hellena yang memar. Selesai mengobati Hellena, Pak Vishnu membereskan peralatan obat ke dalam kotak P3K kembali.

“Karna kamu telat, saya beri hukuman membersihkan lapangan.” Kata Pak Vishnu seraya berdiri.

“Eh, jangan dong Pak, ya jangan, ya. Lena kan lagi sakit habis jatoh, masa bapak tega sih hukum Lena. Mana panas lagi. Kalau Lena pingsan gimana hayo?”

“Tinggal bawa ke UKS.” Jawab Pak Vishnu enteng.

“Kok gitu si? Tega banget, bapak ganteng deh.”

“Ngapain muji hal yang udah jelas?”

Hellena terkekeh, lucu sekali memuji diri sendiri. Ya, sedikit Hellena akui lelaki di hadapannya ini tampan. Bagaimana tidak, wajahnya terpahat begitu sempurna seakan Tuhan menciptakannya saat bahagia.

“Gausah cengengesan, cepat kerjakan hukuman dari saya.” Setelah mengatakan itu Pak Vishnu berjalan pelan meninggalkan Hellena.

Buru-buru Hellena mengejar Pak Vishnu, tangannya dengan lancang menangkap pergelangan jemari Pak Vishnu cepat.

“Lena janji deh, gak bakal telat lagi berangkat sekolah. Tapi Lena mohon jangan hukum Lena, ya.” Ucap Hellena memasang raut memelas agar lelaki yang tengah ditatap luluh atas bujukan.

“Oke, untuk kali ini saya maafkan.”

“Beneran Pak?” Ulang Lena takut telinganya salah mendengar, Pak Vishnu hanya berdehem sebagai jawaban.

“Makasih ya Pak, makasih banyak.” Seru Hellena bersorak senang karena telah berhasil membujuk.

“Sampai kapan tangan saya terus kamu pegang?”

Seketika Hellena panik dan langsung melepaskan. “Maaf, kebawa senang hehehe.”

◽◽◽◽


"Lenong! Lenong! Lenong!"

Panggilan melengking itu membuat Hellena yang sedang makan sambil memainkan hape tersentak kaget. Dia menoleh mendapati Gonay akan duduk di sampingnya dengan tampang kesal.

"Ishh kuping gue pengang kampret! Bisa gak sih lo Nay gak usah teriak-teriak? Gue gak budek." Hellena mengusap kuping yang terasa panas akibat teriakan kencang bak kucing kejepit pintu.

"Ya, maap. Sumpah gue kesel banget. Masa tadi kakel ngatain gue jablay, gak terima gue."

"Emangnya lo jablay?"

"Gaklah, gini-gini gue punya harga diri."

"Yaudah ngapain marah."

"Tetep aja gue kesel, Len. Mentang-mentang dia kakak kelas terus bisa seenaknya gitu? Rasanya pengen gue cakar tuh muka songongnya."

Hellena terkekeh akan ekspresi raut kesal wajah sahabatnya. "Emang berani lo sama dia?"

"Enggak, nanti gue aduin ke bapak gue pasti langsung bonyok tuh muka minusnya."

Hellena memutar bola mata malas dan kembali menatap layar hape. Jari-jari lengan bantetnya dengan lihai membalas pesan dari si lelaki sebrang sana. Dapat Gonay lihat perubahan mimik Hellena setelah beberapa menit memainkan benda pintarnya itu.

"Lo balesin chat siapa, sih? Serius amat." Gonay mengintip layar ponsel Hellena, sededik kemudian ia langsung paham.

•••

See you next time

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 14, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HellenaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang