PROLOG

50 1 0
                                    

     Siangnya masih mendung, namun suasana hati gadis yang duduk di sudut cafe tidak mendung-mendung amat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Siangnya masih mendung, namun suasana hati gadis yang duduk di sudut cafe tidak mendung-mendung amat. Meskipun tadi pagi debt kolektor menggeret motornya dengan paksa karena sudah telat mebayar  selama 3 bulan.

    Ya, ia akui bahwa sekarang karir menulisnya sedang merosot. Dan banyak kebutuhan yang harus terpenuhi. Gadis itu bernama Vanila, dia sangat asik dengan buku catatan yang sedari tadi menemaninya bersama secangkir matcha kesukaannya. Jika saja buku itu tidak menemaninya, mungkin sekarang sedang duduk gelisah karena terlalu lama menunggu. 

   'Kring.' suara lonceng yang berbunyi menandakan bahwa seseorang sedang membuka pintu cafe. Dan itu sukses membuat Vanila tertarik untuk melihat siapakah seseorang tersebut, namun hanya embusan napas kasar yang terdengar. 

   "Kemana sih," gumamnya tanpa sadar, ini sudah lebih dari satu jam ia menunggu. Akhirnya ia menyerah dan memutuskan untuk pulang. 

   "Matcha latte, satu."

    "Totalnya Rp. 15.000," Vanila menyerahkan selembar uang, kemudian langsung bergegas pergi setelah menerima uang kembalian . 

   "Terima kasih, silahkan datang kembali," ucap kasir tersebut dengan ramah, Vanila hanya tersenyum kemudian mengangguk.

    Sialan, ia hanya menghabiskan waktunya untuk menunggu seseorang yang hanya mempermainkannya. Vanila membuka aplikasi WhatsApp dan mengirim pesan kepada orang yang berani membuang waktunya, siapalagi jika bukan kekasih tercintanya, Dean. Vanila mendengus kembali, nomornya tidak aktif ketika ia menghubunginya. Ah mungkin cara satu-satunya untuk memarahi lelaki itu agar puas adalah dengan cara mengunjungi kostnya.

    'Bruk,'

    "Argh, Shit! Panas," Vanila mengibas-ibaskan tangannya yang terkena tumpahan matcha lattenya ketika tidak sengaja tertabrak seseorang. Lalu ia mendongak untuk menatap siapa orang yang menabraknya barusan. Ia harus mendongak dengan susah payah karena seseorang itu sangat tinggi jika dibandingkan dengan dirinya. Ia langsung menatap dengan tajam ke arah sepasang manik pria di depannya.

    "Jalan pake mata! Lihat bajuku jadi kotor gara-gara kamu!" ucap Vanila dengan ketus. Ia meluapkan segala kekesalannya dengan meninggikan nada bicaranya satu oktaf. Beruntung kini jalanan sedang sepi dan hanya beberapa orang saja yang melirik ke arah mereka akibat suara Vanila.

    "Jalan itu pake kaki. Lagi pula salah anda berjalan tanpa memperhatikan langkah anda sendiri," balas sang pria dengan nadanya yang dingin. Sama sekali enggan untuk menanggapi perempuan rewel semacam Vanila.

    "Eh, kan situ udah tau aku jalan merhatiin ke handphone kenapa sengaja nabrak?" Vanila membalas kembali dengan nada yang kian ketus. Namun sang lawan bicara tidak menanggapi. Sontak ia menatap wajah pria itu kemudian mengikuti arah pandangan pria itu yang ternyata mengarah ke dadanya yang terbalut kemeja basah.

    "Li ... Liat apa kamu!" Vanila menyadarkan lamunan pria itu ketika Vanila sengaja menutup tubuh atasnya dengan totebag yang tadi ia tenteng. Dasar kurang ajar! Berani-beraninya ia menatap ke area terlarang milik para wanita. Ingin sekali ia meninju wajah pria di depannya ini. Namun ia urungkan ketika melihat jalanan yang sudah ramai.

The FatedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang