6. Tasbih dan salib (2)

1.2K 275 20
                                    

Setelah menenangkan Renjun yang menangis, keduanya lalu turun dari mobil dan masuk kerumah

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Setelah menenangkan Renjun yang menangis, keduanya lalu turun dari mobil dan masuk kerumah. Sang ayah sudah menunggunya di ruang tamu. Mark segera meminta maaf dan berjanji tidak akan membawa Renjun pergi terlalu lama tanpa kabar lagi. Mark tidak ingin ayah Renjun memandangnya buruk karena membawa Renjun pergi terlalu lama tanpa mengabari keluarga nya.

"Sekali lagi maaf, ya, ayah." Mark membungkuk sopan pada pria paruh baya tersebut sedangkan Renjun berdiri di samping sang ayah, menatap Mark didepannya yang terlihat merasa bersalah. Tak tega, Renjun pun ikut membantu bicara agar Mark tidak sepenuhnya disalahkan.

"Iya, yah, tempatnya agak jauh jadi kita pulang telat, deh. Jangan marah kak Leon, ya, yah." Ucap Renjun.

Sang ayah mengangguk kalem. "Yaudah gak papa. Lain kali kabari ya kalau pulang telat. Bunda kepikiran tadi."

Mark kembali membungkuk sopan. "Iya, yah, janji gak lagi. Tadi disana juga susah sinyal jadi gak bisa ngabarin."

"Yaudah gak papa. Jun masuk sana, mandi terus sholat ashar, udah sore.," Renjun mengangguk patuh dan pergi ke dalam setelah nya. Mark pula pamitan pulang setelah meminta maaf.

***

Malam menjelang, Renjun selesai sholat magrib. Tiba-tiba ia teringat akan tasbih pemberian Mark tadi. Renjun ambil benda itu, lalu ditatapnya agak lama dengan perasaan tak menentu. Ingin rasanya Renjun menggunakan tasbih cantik itu untuk dzikir, tapi bandul salib yang menggantung membuatnya mengurungkan niat. Melepaskan bandulnya juga Renjun merasa tak enak, karena Mark sendiri yang menyatukan dua benda sakral itu sebagai perumpamaan mereka berdua, jadi Renjun biarkan salib nya menggantung di tasbih tersebut. Setelah meyakinkan hatinya kemudian si manis berdiri melipat sajadahnya masih dengan menggenggam tasbih pemberian Mark. Hanya sebuah benda seperti itu saja kenapa mampu menyentil hatinya. Renjun merasa begitu lemah hanya untuk melihatnya. Benar kata Mark, ia mungkin hanya perlu menyimpan nya.

Beberapa saat mengamati benda tersebut, tiba-tiba pintu kamarnya terbuka bersamaan panggilan lembut sang ibu.

"Sayang.."

Dengan gerak reflek Renjun segera memasukkan tasbihnya ke dalam saku celana untuk disembunyikan agar sang ibu tidak melihatnya. Diambang pintu Bunda tampak mengeryit tipis.

"Kok kaget?"

"E-enggak kok, Bun. Hehe.. ada apa bunda manggil?" tanya Renjun gugup.

"Mau ajak makan malam. Udah siap tuh. Ayah juga udah pulang dari masjid," kata Bunda.

"Abis ini Jun turun." Bunda mengangguk dan pergi setelahnya meninggalkan Renjun didalam kamarnya.

Renjun keluarkan lagi tasbihnya dari dalam kantong, lalu disembunyikan dibalik bantal untuk sementara ditinggal makan malam. Renjun pun turun ke bawah.

****

"Emangnya tadi main kemana sampe pulang telat?" Tanya ayah disela makan malam nya.

"Ke pulau, yah. Disana susah sinyal juga jadi gabisa ngabarin." Jawab Renjun jujur. Mereka memang tidak mampir kemanapun sepulangnya dari pulau tadi karena sudah telat juga.

"Besok-besok jangan bikin bunda khawatir lagi, ya." final ayah memperingatkan. Renjun mengangguk patuh.

"Iya yah maaf. Jangan salahin kak Leon, ya."

Makan malam kembali berlangsung tenang, hanya suara sendok beradu dengan piring dan suara kunyahan dari mulut.

Sepuluh menit kemudian makan malam selesai. Seperti biasa, Renjun langsung pamit ke kamar. Biasanya Renjun dan kedua orangtuanya akan menikmati waktu bersama keluarga di ruang keluarga, menonton televisi dengan berteman cemilan dan juga mengobrol hangat. Tapi entah kenapa tidak untuk akhir-akhir ini. Renjun lebih memilih menghabiskan waktunya dikamar. Selain karena tugas, Renjun memang sedang betah dikamarnya, memikirkan segala sesuatu yang membuatnya pusing. Tapi entah kenapa Renjun tetap melakukannya.

"Jun ke kamar, ya, yah, Bun."

Bunda tidak perlu bertanya lagi kenapa Renjun tidak ikut menikmati kebersamaan bersama ayah dan bundanya, karena jawabannya jelas karena ada tugas. Jadi bunda hanya mengangguk mengiyakan.

Setibanya dikamar Renjun langsung mengambil tasbih tadi dan meraih ponselnya menghubungi Mark. Tidak lama menunggu Mark menjawab telepon nya karena pemuda itu selalu gercep ,wajah tampan Mark pun langsung didapati nya dilayar ponselnya.

"Malem, kak Leon."

"Malem, manis. Tumben nelpon duluan."

"Gak papa, hehe. Kak Leon lagi ngapain?"

"Mau makan malam, eh kamu nelpon, yaudah skip deh."

"Dih, ya jangan dong. Yaudah makan dulu gih, aku tutup dulu telpon nya."

"Gak usah. Gimana kalo temenin kakak makan aja. Bentar kakak ambil makan dulu dibawah."

Tanpa menunggu jawaban dari Renjun, Mark langsung lenyap dari hadapannya meninggalkan dirinya bersama panggilan video yang masih tersambung menampakkan kamar Mark. Renjun terkekeh geli namun tetap menunggu kembalinya Mark sambil memainkan tasbihnya.

Beberapa menit kemudian Mark sudah kembali dengan sepiring makanan didepannya. Ponselnya di sandarkan diatas meja, sedangkan Mark mulai menyantap makanan nya sambil sesekali ngobrol dengan Renjun.

"Udah gak nangis lagi?" goda Mark. Bibir Renjun mencebik.

"Enggak, kok."

"Mana tasbihnya?"

Renjun mengangkat tasbihnya, ditunjukkan didepan layar ponselnya. "Nih. Bagus, aku suka. Mau pake dzikir tapi ada salib nya, hehe."

"Yaudah besok kakak beliin lagi yang buat dzikir. Yang itu disimpan aja, jangan sampe ayah tau, ya."

"Beres, kak. Jun simpan."

"Besok pagi kakak jemput."

"Kak Leon kuliah pagi."

"Iya."

"Yaudah, iya. Abisin dulu makannya, aku tungguin sambil baca buku."

Mark hanya mengangguk patuh diseberang layar ponsel, melanjutkan makan malamnya tanpa memutus panggilan video. Sementara Renjun membaca buku sambil menemani Mark makan.

Seperti inilah kebiasaan keduanya setiap malam. Melakukan panggilan video hanya untuk saling menemani lewat video call. Saat Renjun nugas atau sebaliknya. Meskipun tidak ada obrolan panjang yang terjadi, setidaknya keduanya bisa saling melihat satu sama lain dari kamera ponselnya. Bahkan terkadang sampai Renjun ketiduran pun Mark tidak memutus panggilan, ia justru senang melihat wajah Renjun saat terlelap.

Sangat manis, bukan.

Kkeut...

Aku sengaja bikin mereka tetap soft tapi nyesek :')) gak perlu drama sedih yang berlebihan, kan.

Amin yang sama || Markren ✓Where stories live. Discover now