34. Kentaki(2)

308 23 0
                                    

"Kalian berhasil menggoreskan kenangan yang sulit untuk aku lupakan

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

"Kalian berhasil menggoreskan kenangan yang sulit untuk aku lupakan. Terimakasih telah membuatku bahagia walau hanya sementara. Walau tidak berarti apa-apa, namun aku sadar jika kehadiranku telah banyak melukis luka."
-Keyna

****

"Pa, Papa boleh tampar Keyna berkali-kali, dan Papa juga boleh kok tendang Keyna lagi. Tapi—"

" Jangan pergi, jangan tinggalin Keyna." lirihku dengan suara rendah. Aku memegang kaki Papa dan bersimpuh disana. Hari ini aku adalah orang yang paling menyedihkan.

"Maaf, Keyna. Kami tidak menginginkan kehadiran kamu lagi."

Deg. Kenyataan kembali menamparku. Sampai kapanpun aku tidak akan pernah di inginkan lagi, apalagi setelah mereka tau 'siapa aku' atau lebih tepatnya 'siapa orangtuaku'.

Aku benci mengakui jika mereka adalah orang tua kandungku. Mereka telah merenggut semua kebahagiaanku, mulai dari panti asuhan hingga sekarang. Mereka tak memikirkan aku sebagai anaknya, mereka terlalu egois dengan kepentingan mereka. Disaat aku telah menemukan sebuah keluarga yang mengenalkanku pada dunia dan kebahagiaan, mereka justru datang membawa penderitaan yang mendalam. Suatu kenyataan yang sangat sulit untuk aku terima.

"Ma, jangan tinggalin Keyna, ya. Keyna sayang banget sama Mama," ujarku sembari menatap wanita yang sudah berada di dalam mobil. Aku sangat berharap jika Mama turun dari sana, memelukku dengan erat, membawaku ke mobil dan hidup bahagia bersama mereka. Tapi itu hanya sebuah harapan yang tak kunjung jadi kenyataan. Mama membuang wajah ke arah lain seolah enggan menatapku.

"Lepaskan kaki saya Keyna!" Papa menggoyangkan kakinya untuk mengenyahkan tanganku dari sana. Aku belum siap untuk melepasnya.

"Pa, ajak Keyna bersama kalian. Keyna nggak punya siapa-siapa lagi," ujarku memohon. Aku sangat mengaharapkan belas kasihan dari Papa. Sedikit saja.

"Biarkan saya pergi Keyna!"

Bruuk!

Tubuhku terpental ke belakang. Aku kembali merasakan nyeri di sekujur tubuh. Tendangan itu berhasil membuatku terdorong menjauh. Papa langsung masuk ke mobil dan segera menjalankan kemudi.

"Papa! Mama!" teriakku dengan berusaha untuk bangkit kembali, aku ingin mengejar mereka. Kenapa kakiku terasa sangat kaku untuk di gerakkan? Aku mohon, aku ingin mengejar keluargaku.

"Pa, jangan tinggalin Keyna!" ucapku yang tidak mungkin di dengar oleh Papa.

Aku menatap wajah Kak Ardim yang mulai samar dari kejauhan. Aku tersenyum miris, aku pikir Kak Ardim akan membawaku bersamanya. Tapi nyatanya tidak, dia sama saja seperti Mama dan Papa.

Aku tertawa pahit. Sulit rasanya untuk menerima kenyataan bahwa aku telah di tinggalkan sendirian. Rasanya tidak adil jika semua kebahagiaanku di renggut oleh takdir. Keluargaku telah pergi, sahabatku juga telah pergi. Aku sendirian.

"Kak Ardim juga bersandiwara ya?" Aku kembali tertawa hambar. Menyedihkan.

"Arggghhh!!"

****

Author POV

Reynand melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Setelah mendapatkan chat dari Ardim, ia langsung melesat menuju kediaman Keyna. Sesekali mulutnya mengumpati kebodohan Ardim yang tega meninggalkan Keyna sendiri. Chat terakhir cowok itu masih terngiang di kepalanya.

Ardim
Sekarang lo dimana? Lo bisa kesini nggak? Keyna butuh lo. Gue sama keluarga mau pergi jauh, tapi Keyna nggak ikut. Kemungkinan kita nggak akan bawa dia. Dia lagi di kurung sama bokap di kamar, lo harus tolongin dia. Maaf, gue nggak bisa apa-apa.

"Shit!"  Ardim kembali mengumpati Kakak tertua Keyna, masa bodoh dengan sopan santun. Pantas saja tiba-tiba cowok itu menghubunginya setelah sekian lama. Pantas saja ia selalu melihat kesedihan di mata Keyna. Pantas saja Keynanya berubah. Ternyata Keyna tertekan di keluarganya sendiri. Sahabatnya itu memiliki masalah besar yang selalu ia sembunyikan. Reynand merasa gagal menjadi sahabat. Ia menyesal karena mengabaikan Keyna beberapa hari terakhir. Ia harus menebus semuanya.

****

"Key, lo nggak papa?" tanya Riskan dengan wajah panik. Setelah mengantarkan Keyna, ia tak langsung pulang. Ia merasa khawatir dengan gadis itu. Riskan tak berani masuk tanpa izin sang pemilik rumah, jadi ia hanya menunggu di luar gerbang dan memarkirkannya mobilnya disana.

Beberapa menit lalu ia melihat sebuah mobil mewah keluar dengan pemumpangnya adalah seluruh keluarga, tanpa Keyna. Pikiran Riskan jadi kacau, apalagi setelah Keyna menceritakan semuanya beberapa waktu lalu. Tanpa berpikir panjang, ia langsung berlari masuk dan mendapati Keyna yang sedang menangis histeris.

"Riskan," panggil Keyna dengan tatapan sendu, tatapan yang sangat memprihatinkan.

"Key, ayo bangun!" ajak Riskan dengan lembut. Ia mengulurkan tangannya untuk memberi bantuan.

"Riskan, aku udah nggak punya siapa-siapa lagi. Mereka semua pergi," adu Keyna dengan air mata yang kembali menetes.

Riskan menarik tangannya kembali. Ia berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan Keyna. "Yang kuat, Key." Riskan mengusap pelan surai rambut Keyna dan memeluknya erat. Gadis itu berhasil menyentil hatinya, gadis itu berhasil membuat hatinya melemah, dan gadis itu berhasil membuatnya jatuh hati. Ya, Riskan mulai menaruh hati untuk Keyna.

Riskan tak tahu perasaan apa yang sedang hinggap di hatinya. Yang jelas, ia ingin selalu berada di samping Keyna dan memberi gadis itu kekuatan.

Keyna langsung menangis sejadi-jadinya di pelukan Riskan. Ia sangat membutuhkan sandaran untuk menata hatinya yang sedang kacau.

"Gapapa, Key. Keluarin semua beban yang selama ini tertahan di hati lo. Orang hebat juga pernah nangis. Gue akan selalu ada untuk lo," ujar Riskan mencoba memberi semangat.

Ucapan Riskan berhasil membuat hati Keyna menghangat. Andai saja Keyna mengenal Riskan sebelum dirinya menaruh perasaan pada Reynand, mungkin saja ia tak menelan pil kekecewaan seperti sekarang. Namun hatinya sudah terlanjur berlabuh pada orang yang salah. Ia tak mungkin merubah perasaan itu dengan cepat.

"Riskan, aku boleh minta satu permintaan nggak?" pinta Keyna di sela tangisnya.

"Dua juga boleh." Riskan terkekeh pelan.

Keyna tampak tersenyum pahit. Mungkin kalimat yang ia ucapkan akan sedikit melukai sebagian hatinya.

"Bantu aku untuk melupakan semuanya."

"Dan—biarkan aku sendiri."

*****

Lebih setuju mana? Reynand atau Riskan?
Jangan lupa vote, komen, dan follow✨

See you again❤

KENTAKI [COMPLETE]Where stories live. Discover now