𝕾𝖆𝖙𝖚

327 19 0
                                    

Rain hampir termenung ketika mobil Bugatti Chiron yang dikendarain Jackson—kekasihnya—berhenti di sebuah villa yang terlihat mewah sekaligus hingar bingar di sudut kota Chicago. Mobil mereka terpakir rapih, berjejer dengan puluhan mobil sport lain yang mengkilap di halaman luas villa tersebut.

"Lihat, ramai kan?" tukas Jackson sambil mencubit pelan pipi Rain yang masih ragu untuk ikut turun dari mobil atau tidak.

Lelaki tampan yang memakai kemeja dengan kancing terbuka lebar itu turun dari mobil, berjalan memutar demi membuka pintu mobil untuk kekasihnya lalu menawarkan tangannya sambil tersenyum. "Aku berjanji pestanya tak akan separah itu," katanya lagi.

Rain akhirnya menerima uluran kekasihnya meskipun sempat ragu. Masalahnya yang membuatnya ragu bukanlah pestanya. Tapi kekasihnya sendiri. Ia takut kekasihnya akan kalap dan minum terlalu banyak dalam pesta ini. Lalu hal itu akan menyebabkan mereka harus ikut bermalam di villa. Rain sendiri tidak suka minum minuman beralkohol.

"Kekasihku cantik sekali," rayu Jackson sambil mencubit pipi Rain yang mulai bersemu merah. Gadis itu langsung menyambar lengan Jackson dan mengikuti arah jalannya menuju ke dalam villa yang hiruk pikuknya mulai terdengar jelas.

***

Rain pasti sangat bodoh karena lagi-lagi memercayai perkataan Jackson bulat-bulat. Setelah mengenalkannya ke seluruh teman-teman yang ia kenal, Jackson izin untuk mengambil minuman dan mengobrol dengan teman-temannya, dan ya pasti Rain akan ditinggalkan sendirian tanpa mengenal siapapun di pesta itu.

Itulah mengapa saat ini Rain hanya asik duduk di sofa besar dengan segelas jus jeruk di meja dan tangan memegang ponsel, melihat hal apapun yang ada di beranda instagram nya. Terkadang tutorial make up, terkadang tutorial nail art, atau bahkan ada juga tutorial bongkar pasang mobil yang secara random hadir di berandanya.

Sebagai orang yang sulit terpecahkan fokusnya, Rain benar-benar tidak sadar saat ada seorang lelaki yang duduk di sampingnya dan menatapnya dari ujung kaki hingga kepala. "Excuse me?"

Saat suara berat tapi lembut itu menyapu pendengaran Rain, gadis itu serta merta beralih dari ponselnya dan menatap si penyapa yang sudah ada di sampingnya entah sejak kapan. Lelaki itu tersenyum—dengan sangat manis, dan mengangkat gelasnya. "Minum?" tawarnya.

Rain balas dengan senyumnya yang menawan, "Maaf sir, aku tidak minum," ujarnya sopan. Lelaki itu tertawa kecil mendengar celotehan Rain yang terdengar polos.

"Maaf aku tertawa. Kau sendirian kesini?" tanya lelaki itu sambil menyesap cocktail dari gelasnya hingga bibirnya basah dan dengan sengaja ia usap dengan ibu jarinya membuatnya terlihat berlipat-lipat kali menjadi lebih hot saat ini. Ternyata lelaki itu tahu cara membuat dirinya terlihat lebih menggoda.

"Tidak, sir. Aku datang dengan kekasihku. Tapi ya tidak tahulah dimana. Sepertinya sedang mabuk di suatu tempat entah dimana dan mulai meracau bersama teman-temannya."

Lelaki itu mendengarkan celotehan Rain dengan seksama. Benar-benar mendengarkan hingga matanya hanya tertuju ke buah bibir Rain yang ranum dan berwarna pink muda glossy di sana. "Dan sepertinya aku akan benar-benar muak jika ia mengajakku ke pesta manapun lagi. Aku tidak suka suara bisingnya, dan juga bau alkoholnya. Belum lagi tatapan aneh orang-orang yang selalu melihatku sendirian. Tapi aku rasa aku tak akan sanggup menolak jika sudah melihat wajah kekasihku."

Lelaki itu tersenyum kecil lalu mengusap lembut pundak Rain menenangkan. "Oh ya sir. Lalu Anda sendiri kenapa sendirian? Kau tidak tampak seperti orang yang akan sendirian di pesta hehe," lanjut Rain.

[Pindah Lapak] One Night StandWhere stories live. Discover now