ᴊᴀɴɢᴀɴ ᴊᴀᴅɪ ʙᴜʟᴀɴ, ᴛᴀᴇʜʏᴜɴɢ.

709 97 137
                                    

𝔻𝕚 𝕒𝕥𝕒𝕤 bukit tidak jauh dari desa, kami melihat laut yang terbelah sinar bulan. Taehyung duduk di samping kanan saya yang terjeda oleh sekotak kacang rebus buatan neneknya. Dia bilang harus membawanya karena kacang rebus buatan nenek adalah yang terbaik menurutnya—dan saya setuju setelah mencobanya tadi.

          “Kalau alam semesta direset ulang, saya ingin jadi bulan,” katanya masih memandang sinar bulan yang tidak berhenti bergoyang di atas laut malam.

          Saya menoleh untuk melihat wajah Taehyung setelah berkata demikian. Suara laki-laki yang saya temui tiga tahun yang lalu itu begitu tenang dan lembut masuk ke telinga meski jangkrik gunung menyanyi dengan riang. Wajahnya kekuningan tertimpa cahaya bulan, bibirnya yang terseyum dan mata yang berpendar itu kelewat cantik. Sayang sekali kalau saya tidak mengabadikan pemandangan ini dalam kotak kenangan dengan nama file Yang Paling Indah. Mata saya merekam setiap senti dari paras yang tidak kalah cantik dari Starry Night milik Van Gogh yang melegenda itu.

          “Mengapa?” tanya saya ragu-ragu sebab terkadang Taehyung tidak mau membagikan alasan-alasannya tentang beberapa hal.

         Dan benar. Taehyung hanya melihat saya dengan senyum yang sama saat dia memandang bulan. Mata kami bersibok dan saya tidak bisa untuk tidak menyukai iris itu.

          “Kamu tidak menghabiskan kacang rebus ini?” Dia mengalihkan topik. Saya tahu kalau dia ingin menyimpan alasannya atau mungkin akan dibagikannya nanti, entah kapan saya pun tidak tahu.

         Saya jadi ingat ketika bertemu dengannya untuk kali pertama. Saat itu saya membantu ayah membawa jerami dengan kereta kayu yang ditarik dua kerbau. Tiba-tiba, seorang laki-laki seumuran saya dengan kaos biru tua bertuliskan NASA di dada kiri—kaos yang saya anggap sangat keren sebab di desa kami tidak ada yang punya kaos yang sama—melambai-lambai menghentikan kereta kami.

          “Wah. Ini benar-benar hebat!” teriaknya saat ayah menghentikan kereta.

          Apa yang hebat dari kereta kayu berisi jerami dengan dua orang di atasnya? Apa yang hebat dari kerbau yang menarik kereta? Saya hanya diam memandanginya. Dia tersenyum lebar dan menghentak-hentakkan kaki seperti bocah lima tahun yang tidak jadi disuntik dokter.

          “Kamu bisa naik bersama kami kalau kamu mau,” usul ayah. Tentu saja dia mengangguk semangat dan naik ke atas jerami. Ayah berhaha keras dengan tingkahnya.

          “Saya hanya melihat kereta ini di buku cerita. Tapi di tempat nenek, saya benar-benar menemukan ini. Bukankah ini luar biasa?”

          Dia seperti tahu isi kepala saya. Tetapi saya belum tahu nama anak itu. “Memangnya kamu dari mana? Dan siapa namamu?”

          “Seoul. Kim Taehyung.” Apa-apaan, dia menjawab sambil mengangguk-anggukan kepala dan menunjukkan deret giginya.

          “Oke, Taehyung. Kamu tahu apa yang lebih hebat lagi?” tanya saya yang dibalas gelengan olehnya. “Kereta ini jadi lebih lambat dan kami akan terlambat sampai rumah. Itu artinya sapi-sapi kami juga akan terlambat menerima jerami ini.”

          “Wow! Impresif.”

          Sungguh, sejak saat itu saya mengenal Taehyung sebagai seseorang yang responnya tidak terduga.

          Setelah kotak kacang semakin longgar dan menjadi kosong, juga nyamuk-nyamuk yang semakin membabi buta, kami setuju untuk pulang. Kami melewati anak tangga dari tanah yang sengaja dibuat untuk memudahkan akses.

          Sebenarnya pertanyaan mengapa dia ingin menjadi bulan tidaklah penting dan tidak akan keluar di lembar soal ujian, tetapi itu terus bercokol di kepala saya. Kedua kaki saya berhenti pada satu anak tangga. Jaraknya sekitar tiga anak tangga dari yang Taehyung pijak, dan terus bertambah sebab dia masih berjalan. “Taehyung.” Panggilan saya menghentikannya. Punggung yang sering saya bayangkan menjadi sandaran saya tetapi tidak pernah terjadi itu berbalik menampilkan wajah pemiliknya.

          “Hm?” Kedua matanya berkedip lambat.

          “Jangan jadi bulan, ya?” pinta saya dengan suara yang tidak saya sangka terdengar penuh memohon.

          “Mengapa?”

          “Dia menjauh dari bumi empat senti setiap tahunnya. Boleh jadi suatu saat nanti bulan tidak akan menjadi satelit bumi dan tidak terlihat lagi dari sini.” Saya menelan saliva. Taehyung masih diam mendengarkan penjelasan. Sejenak, suara serangga gunung terdengar nyaring.

          “Kalau kamu mau, kamu bisa jadi bumi dan saya tetap menjadi saya untuk merawatmu. Menanam pohon di keningmu, menjaga alir sungai dan biru laut yang menyelimuti tubuhmu seperti kaos NASA yang kamu kenakan waktu itu.”

          Saya berhenti menjelaskan karena Taehyung naik satu tangga lebih dekat. Dia masih diam, tampak menunggu penjelasan untuk saya lanjutkan.

          “Atau kamu tidak perlu berubah menjadi apapun. Tetap seperti kamu yang sekarang dan menjadi alasan saya mengenakan hanbok merah.”

          Taehyung mendekat hingga satu tangga di bawah saya. “Lalu saya akan mengenakan hanbok biru?”

          Saya cukup kaget dengan jawabannya yang justru sebuah pertanyaan. Saya menelan saliva lagi, lalu mengangguk dengan pelan. Puluhan kembang api meletus di dalam dada saya. Tidak ada keberanian untuk sekadar menampakkan wajah saya berhadapan dengannya. Saya hanya melihat sepatu yang bagian belakang diinjak olehnya.

          Kedua tangan Taehyung melingkari saya. Saya diam sejenak. Kemudian kedua tangan saya melingkari pinggangnya dengan perasaan yang hangat. Ketika dia melepaskan pelukan itu, saya membuat jarak dan melihatnya tersenyum.

          “Saya akan jadi bumi, jadi bulan, jadi matahari, jadi asteroid, jadi ruang dan waktu, apapun, Ami. Apapun asalkan saya dapat bertemu denganmu kembali.”

          Saya tersenyum lega mendengar kalimatnya. “Selamat ulang tahun, Taehyung. Terima kasih sudah menjadi dirimu di kehidupan ini.”

          “Terima kasih sudah mau menerima kehadiran saya.” Wajahnya yang tertimpa cahaya bulan adalah potret yang lebih indah dari lukisan siapapun. Meski saya tidak mendapatkan jawaban mengapa ia ingin menjadi bulan, setidaknya dua kalimat terakhirnya telah  membuat saya lega.

Fin.
🌒🌓🌔🌕🌖🌗🌘

Kepada Kim Taehyung, pemilik musim dingin, bulan, dan semesta di pengujung tahun, selamat ulang tahun. Semoga sinarmu akan terus menyala hingga milyaran tahun cahaya.

🎉 You've finished reading 𝙖𝙡𝙖𝙨𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙮𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙢𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞 𝙗𝙪𝙡𝙖𝙣 🎉
𝙖𝙡𝙖𝙨𝙖𝙣 𝙨𝙖𝙮𝙖 𝙩𝙞𝙙𝙖𝙠 𝙞𝙣𝙜𝙞𝙣 𝙠𝙖𝙢𝙪 𝙢𝙚𝙣𝙟𝙖𝙙𝙞 𝙗𝙪𝙡𝙖𝙣Where stories live. Discover now