Prolog

284 20 8
                                    

———◐☆◑———

“Beberapa kenangan tidak bisa dilupakan. Entah itu rasa sakit atau kebahagiaan. Namun, setidaknya waktu terus berputar, di mana rasa sakit akan mendapat kesembuhan. Lalu, walau kebahagian berakhir, setidaknya saat itu akan kembali pada kehidupan.”

———◐☆◑———
.
.
.
.
.
.
.
.
📖

Pagi hari ini cuaca cukup cerah setelah beberapa hari terakhir Kota Jakarta selalu diguyur oleh hujan. Ya, karena memang sedang musimnya.

ASRAMA SMA BIRU, itulah tulisan yang tertempel pada dinding atas bagunan.

Terlihat para murid melangkah untuk meninggalkan lobi asrama dengan bercengkerama. Seperti biasanya, kebanyakan dari mereka berpenampilan mewah.

Seorang siswa tidak kalah jika dirinya menunjukkan dari sekolah elite dan bergengsi itu menghentikan langkah di ujung teras—terlihat dari ujung kepala hingga kaki menunjukkan seperti anak pintar dan patuh pada aturan, begitu rapi.

Lalu, tangan kanan memeluk dua buah buku dengan tulisan buku paling depan bersampul hitam putih Memories of Eighteen (Hujan & Tangisan) dan telinga dihiasi headset berwarna putih dengan beberapa desain warna biru.

Parasnya menunjukkan tipe orang dingin. Ya, bibir tipis itu hanya tertutup rapat tanpa ada senyuman sedikit pun, kemudian sorot mata tidak kalah dingin.

Raga Adinata El-bayin nama yang tertulis pada name tag.

Sekelebat sebuah tulisan pada lembar kertas terlintas di pikiran.

Terkadang keindahan langit tertutupi oleh awan, membiarkan dunia diselimuti kegelapan. Namun, pada akhirnya awan itu akan pergi saat sinar matahari menghampiri, kembali membiarkan keindahan langit dapat dinikmati.

Kedua sudut bibir terangkat membentuk senyuman, membuat paras tampannya semakin enak dipandang. Bahkan, kesan dingin itu sekaan hilang entah ke mana.

Tatapan beralih pada nabastala yang didominasi warna biru itu.

“Ya, all will improve with time!” ucapnya masih dengan senyuman. [Ya, semua akan membaik dengan seiring berjalannya waktu]

“Kemarin warna biru itu tidak terlihat.” Setelah itu, dia menurunkan pandangan dan memejamkan mata.

Keadaan berubah begitu cepat. Tidak ada lagi langit biru, melainkan tertutup oleh awan tebal. Bahkan, hujan deras telah turun.

Berbeda dari sebelumnya, suasana hati para murid pun telah berubah—nampak kesal.

Bahkan, mau tidak mau mereka harus menggunakan jaket untuk menghangatkan badan dan memakai payung untuk menghindari air hujan.

Seorang siswi yang nampak begitu menonjol. Bukan karena menunjukkan jika dirinya murid dari kelas atas karena hal itu sudah biasa, melainkan berbeda dari mereka.

Semua yang menghiasi tubuhnya nampak sederhana—selain seragam yang sama.

Payung yang dikenakan pun berbeda dari kebanyakan orang gunakan. Di mana kebanyakan murid menggunakan payung berwarna bening atau hitam, sedangkan dirinya biru langit.

Memories of Eighteen (Hujan & Tangisan) [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang