#2. My Favorite Man [hidden story of My Favorite Smile]

805 83 4
                                    

My Favorite Man [hidden story of My Favorite Smile]

Park Jimin adalah laki-laki favoritku. Silahkan mengataiku dengan sebutan gadis yang bodoh karena sudah mencintainya dengan sepenuh hati. Kukira dia pria baik dan akan selalu mencintaiku, tidak akan membagi hatinya dengan siapapun, nyatanya aku salah.

-

-

-

Jeng jeng jeng!

Akhirnya aku bisa buat sequel cerita nomer 2 karena kalian minta dibuatin lanjutannya. Jujur, nih, tadinya aku nggak mau bikin soalnya takut bakal aneh atau malah pasaran. Aku tentu gak mau cerita yang sudah dikata bagus ini malah punya lanjutan kayak sinetron Indonesia spesialis selingkuh-menyelingkuhi itu.

Aku mau buat sesuatu yang beda dan itu butuh waktu banget. Jadi, setelah lama mikir, akhirnya aku dapat ide buat lanjutin cerita ini.

Aku minta maaf kalau ini agak mengecewakan kalian karena gak sesuai sama ekspetasi. Aku takut kalau cerita ini bakal cringe dan biasa aja konfliknya. Jadi aku bikin kilas balik+kelanjutan cerita Seulgi Jimin.

Kalian pasti penasaran dong, gimana semuanya dari sudut pandang Mbak Seulgi? Jadi, setelah kemarin dari sudut pandangnya Jimin, sekarang aku ambil dari sudut pandangnya Seulgi. Dan ini latarnya diambil dari waktu yang sama di My Favorite Smile, ya. Cuma bedanya ini dari sudut pandangnya Mbak Seul ajaa.

Sebenernya cerita ini udah selesai jam dua siang tadi, tpi sengaja aku up malem biar kalian enjoy, hehe.

Selamat membaca semuanya! Terima kasih sudah suka sama ceritaku!

@MY FAVORITE MAN@

Sudah sekitar setengah jam aku berdiri di depan gedung perusahaan tempatku bekerja. Aku sedang menunggu seseorang di sini, dan dia tidak kunjung menjemputku. Harusnya jam segini dia sudah datang. Kenapa dia lama sekali? Sambil menggigit bibir, aku menoleh ke kanan dan kiri, berharap kalau dia segera datang dan membawaku pergi dari sini.

Bukannya apa, udara sedang dingin. Sementara langit sudah mendung tidak karuan di atas sana. Aku yakin, setelah ini hujan akan mengguyur kota dengan lebat. Aku tidak pernah menunggu kedatangannya selama ini. Kenapa dia bisa terlambat setengah jam padahal biasanya aku belum keluar dia sudah sampai? Apa dia memang sedang sangat sibuk dan tidak bisa menjemputku? Kenapa dia tidak menghubungiku saja? Aku sudah mencoba menghubunginya, namun dia tidak menjawabnya sama sekali.

Jimin kenapa, sih?

Lama berdiri di sana, akhirnya aku menundukkan kepala dan menendang kecil kerikil yang berada di dekat kakiku. Tubuhku sudah lelah, harusnya Jimin tidak lama begini. Sebenarnya aku bisa saja pergi dari sini sekarang dengan bus. Tapi kalau tiba-tiba dia datang dan tidak melihatku bagaimana? Aku akan semakin tidak enak dengannya. Ah, aku harus bagaimana?

Aku mendongakkan kepala lagi dan melihat jalan raya yang ada di depanku. Bahuku langsung merosot saat melihat presensi mobil Jimin yang tengah bergerak ke sini. Aku memasang wajah kesalku, ini sudah terlalu lama. "Kau lama sekali, Jim." Jimin hanya memoles senyuman tipis dan membiarkanku masuk ke dalam mobil. Aku lalu menghela napas sembari meletakkan buku dan tas di jok belakang. "Aku sudah menunggu setengah jam, tahu," ucapku sambil mengerucutkan bibir.

Sementara Jimin hanya terkekeh pelan lalu menghela napas. Tangannya yang kekar itu lalu menangkup dua pipiku. Matanya sendiri menatapku dengan tatapan manisnya. Membuat pipiku seketika bersemu merah karena tatapan dan tangkupan pada pipiku. Dia memang selalu melakukan banyak hal saat aku marah. Dan sialnya, aku selalu luluh dan berakhir memaafkannya.

a relationship || seulminWhere stories live. Discover now