3. Soft

3.7K 540 26
                                    

^Reader POV^

Aku harap dia belum pulang!

Aku lupa bilang kalau kuliah sampai malam!

Ponselku tertinggal!

Dan mana mungkin aku pinjam ponsel temanku!

Terakhir aku pinjam untuk menghubunginya, ponselnya langsung dipatahkan.

Memang orang itu cemburu sekali.

Ini sudah jam 10 malam.

Sudah termasuk larut untuknya!

Aku mengatur nafasku begitu sampai di depan pintu.

"Ta-tadaima"

Hening.

Kok sepi?

"Ka-katsuki?"

Aku melepas sepatuku dan menggantinya dengan sandal rumah.

Mataku terpaku pada tetasan darah di lantai.

Maling!?

Bukan sepertinya.

"Katsuki, kau di mana?!"

Kok tidak jawab?

Aku langsung lari mencari di setiap ruangan dan sudut rumah.

Ini kebiasaannya, kalau dianterluka saat misi dia tidak mau terlihat olehku.

Dia tidak mau aku khawatir.

Tapi kalau kau tidak bilang malah membuatku khawatir!

"Katsuki!"

Ruang terakhir kamar mandi.

Dikunci! "Katsuki buka!"

Pegangan pintu itu terselimuti darah.

"Buka bodoh!"

"TIDAK AKAN!"

"Ck, buka! Bakugou Katsuki!"

Aku menggendor pintunya dengan tiada ahlak.

Masa bodoh kalau jebol nantinya.

"Aku dobrak nih!"

Ceklek.

Akhirnya dia membuka--

"Katsuki!", aku menahan tubuhnya yang akan ambruk.

Aku menyeretnya susah payah ke sofa ruang tamu yang jaraknya tidak jauh.

"Apa yang terjadi?"

"Bukan apa-apa..."

Ini yang kau bilang bukan apa-apa?

Mukamu lebam.

Luka disekujur tubuhmu.

Untung pendarahannya sudah berhenti.

Aku buru-buru mengambil kotak P3K untuk mengobati.

"Ck, itte..."

"Diam saja"

Aku membersihkan lukanya.

Mengobati.

Menempelkan plester luka.

Dan tinggal memperban lukanya.

"Buka bajumu"

"Apa maksudmu hah? Membuka bajuku?"

"Untuk menutup lukamu bodoh!"

"Ck, terserah"

Aku membuka bajunya.

Luka tusukan...

Aku membalutnya dengan perban pelan-pelan.

Pekerjaan hero memang berat.

Sering dia pulang yerluka begini tapi ini...sudah terlalu.

"Kau gegabah lagi pasti"

"Hah!? Kapan aku gegabah!? Aku selalu me-ITTE TEME!"

Aku sengaja menekan lukanya.

Biar mampus.

Aku merangkulnya untuk ke kamar dan membaringkannya di kasur.

Aku ke dapur lagi untuk mengambil kompres es batu untuk luka lebam dan memarnya.

Aku kembali lagi dan mengompres lebamjya yang di muka.

Kalau luka yang begini saja diam.

Coba cuma lebam atau memar atau goresan kecil dia pasti mengomel karena kesal.

"Kau...telat pulang"

"Sekarang hukan saatnya mem--"

"Aku khawatir...kau tidak ada kabar pulang terlambat..."

"Ha'i, gomennasai"

Masih saja memikirkan hal itu.

Pikirkan dirimu sendiri bodoh.

"Aku...mengacaukan semua"

"Lagi?"

"Uruze..."

Memang ini hal biasa yang dilakukan.

Selalu bertindak sendiri secra gegabah.

Rumor itu sudah biasa di kalangan kelas hero.

Tidak mau diperintah, hm...lebih ke tidak mau ikuti apa yang diperintahkan.

Sama saja ya?

"Selalu...Deku selalu...aku juga...melakukan ini karena tidak mau ada yang mati di depan mataku"

Dia iri pada Izuku.

Sikap kasarnya itu hanya karena iri.

Tapi dia gengsi buat bilang.

Tangannya memegangi pipiku.

"Apalagi...aku tidak mau membayangkanmu...mati"

"Itu tidak akan terjadi, aku punya hero yang lebih hebat dari Izuku"

"Hontou? Dare? Ore ga?"

Aku mengangguk, siapalagi kalau bukan kau bodoh.

"Haha...sankyu na..."

Bisa lembut juga sifatnya.

Ini yang katanya sifat lemahnya, makanya dia selalu bicara tidak santai pada siapapun.

"Aku beruntung memilikimu, [y/n]"

"Hm, teddy bear"

"Hah? Ore? Te-teddy bear?"

"Ya, kalau tidur selalu peluk dan tidak mau lepas seperti beruang"

"Hah? Nani sore?"

Aku meletakkan kompres yang mencair di baskom kecil.

Sengaja kusediakan untuk kompres ini.

Cup.

"Ne [y/n]", suka sekali ya cium tiba-tiba? "Omae...mada ore ni...suki janai? Kirai nano ka?"

Aku terdiam.

Apa aku masih tidak mencintainya atau malah benci? Aku tidak tahu yang mana.

Aku tidak membencinya.

Tapi...apa aku mencintainya?

Waktu diskusi antar keluarga dua belah pihak sebelum menikah.

Aku secara terang-terangan mengatakan kalau aku tidak mencintainya.

Aku memberi alasan kenapa aku mau menikahinya, itu karena keberaniannya.

Dan...perasaan tulusnya saat melamarku.

Hanya itu saja.

Payah memang dan terkesan...jones banget tidak sih?

Haha, sepertinya.

"Tabun...ima chotto sukoshi anata ni koto...suki", aku berbisik di kata terakhir.

Malu rasanya mengatakannya dengan keras.

"Sokka...ureshi, sankyuu na [y/n]"

Younger Marriage Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang