00

76 14 9
                                    

Tunjungan, Surabaya 2014

BUGH!

"Dahlah buruan cabut,"

Saka dan Ihsan akhirnya pergi setelah puas hati menghajar Rhino habis-habisan.

Luka lebam dan sudut bibirnya yang robek telah menghiasi wajah tampan seorang Rhino. Entahlah. Kendatipun dilihat dari fisik, Rhino lebih gagah daripada mereka, namun tetap saja Rhino lebih memilih diam dan memasrahkan dirinya untuk dihabisi setiap harinya.

Seperti inilah, gambaran 'kehidupan kampus yang indah' versi Rhino. Sweater berwarna cream cerah andalannya yang selalu bersih nan wangi, selalu kotor ataupun terdapat jejak darah kering sepulangnya dari kuliah. Pun kacamata bulat yang senantiasa bertengger di wajah tampan bak patung Hermes itu, seringkali patah ataupun lensa yang pecah hingga sedikit melukai pelipis matanya.

Dengan tertatih-tatih, Rhino pun berjalan pulang karena hari yang sudah gelap. Sambil berjalan, ia membuka tas ranselnya dan mengeluarkan sebuah hoodie hitam yang terkadang sengaja ia bawa untuk berjaga-jaga.

Voila! Akhirnya hoodie ini memiliki guna juga.

Sesampainya Rhino di sebuah halte, dirinya segera mengganti sweaternya dengan hoodie tadi sebelum bisnya datang. Bersamaan dengan selesainya dia mengganti sweaternya, sebuah bis datang dan pintunya terbuka otomatis.

Rhino segera masuk sembari mengaitkan karet dari masker hitamnya ke daun telinganya. Matanya beredar mencari sebuah kursi kosong, berharap ada yang bisa ditempatinya karena tubuhnya yang lemah tak berdaya. Sampai akhirnya dia menemukan sebuah kursi kosong, bersebelahan dengan seorang gadis.

"Rhino? Ini kamu?"

Sial. Rupanya gadis berambut merah muda itu adalah teman sekelasnya, dia Gayu. Seorang gadis lugu nan anggun, seorang primadona di kampusnya.

Dan juga, seorang gadis yang diam-diam menyukainya.

"Ah, Gayu. Baru pulang? Tumben naik bus?" sapa Rhino pelan.

"Iya, kebetulan aku ikut progam SKS Merdeka Belajar tadi dan lagi pingin naik bus aja. Kamu tumben pake jaket gini? Biasanya kan–"

Secara tidak sengaja gadis itu memegang lengan Rhino yang terluka, hingga menyebabkan sang pemuda mengaduh kesakitan.

"Eh kenapa tanganmu? Maaf-maaf, sini kulihat ada apa,"

Rhino terdiam mengalah. Ia tahu sekeras kepala macam apa gadis ini. Matanya terpejam menahan rasa sakit akibat gesekan dari jaket dan lukanya.

"Kok bisa gini?!"

Gayu mengobrak-abrik isi tasnya, dan tak lama ia mengeluarkan sebuah kotak kecil yang saat dibuka berisi obat merah, alkohol dan beberapa lembar kapas.

"Rumahmu masih jauh kan? Biarkan aku mengobati lukamu terlebih dahulu."

Rhino hanya mengangguk, dan melihat bagaimana telatennya gadis itu membersihkan lukanya.

"Pantas saja. Daripada gadis lain yang membawa tas mewah dan cenderung kecil, kamu lebih sering membawa ransel."

Gayu terkekeh pelan, "Iya, ayahku selalu berpesan untuk membawa kotak obat untuk berjaga-jaga. Lihat, akhirnya berguna juga bukan?"

Rhino hanya mengangguk pelan.

"Nah, selesai." monolog Gayu sambil merapihkan kembali kotak obatnya.

Rhino menatap nanar lukanya yang dibalut kapas dan perban untuk menahannya. Gayu yang selesai memasukkan kotak obatnya ke dalam ransel, pun sedikit mendekatkan wajahnya ke Rhino dengan maksud melihat sebuah luka yang ada di pelipis kanan Rhino. Bukan hanya luka disana, Gayu pun melihat masih ada banyak luka disana.

The Gangstwin's - Lee KnowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang