Chapter 10 || Semoga baik-baik saja✨

45 28 50
                                    

Bonjour
Happy g'day 🦋

_____________

- Terserah apa maumu. Aku mencintaimu.
Bukan berarti,
cintaku harus memilikimu -

Hawa bumi siang ini sangatlah panas. Mungkin merkurius  sudah lelah berada di barisan terdepan.

Dibawah teriknya sinar matahari, gadis cantik berambut panjang sebahu itu menghentikan perjalanannya kala ia telah sampai di depan gerbang rumahnya. Ia turun dari motor vespa biru muda miliknya. Menjatuhkan standarnya. Dengan helm yang masih ia kenakan, ia berjalan mendorong kuat pagar besi hitam sekuat tenaganya.

Bukan hal yang susah mempekerjakan seseorang untuk dijadikan satpam. Namun saja, semua seisi penghuni rumah ini tak mau ada sosok orang asing yang tinggal maupun hidup bersama mereka.

Bagi mereka, privasi itu amat penting. Tak perlu diumbar, tak perlu ada yang mengetahuinya. Siapapun itu. Tapi, sangat sulit bagi gadis berambut sebahu itu menyembunyikannya dari kedua sahabatnya. Mereka selalu menekan dirinya untuk membuka suara.

Setelah rasanya pagar telah terbuka cukup untuk dimasuki 1 buah motor, dia pun kembali menyalakan mesin motornya memasuki garasi rumah. Melepas helm dan melihat sekilas jam arloji biru yang menggenggam manis pergelangan tangannya.

Pukul 3 sore. Di jam sore seperti ini biasanya tidak ada orang di rumah. Kedua orang tuanya sibuk bekerja. Terkadang ibu bekerja di rumah, tetapi hari ini tidak. Sebenarnya bisa saja untuk gadis itu sekedar mampir di butik Tiara, ibunya. Tapi, untuk hari ini ia ingin segera merebahkan seluruh tubuhnya di kasur.

Dengan segera, gadis itu mengambil kunci rumah cadangan yang selalu ia bawa, memutarkannya hingga terbuka celah pintu tersebut. Ia hanya berharap semoga secepatnya ia bisa rebahan.

Kemudian, gadis itu mengambil secangkir gelas dan mengisinya dengan air putih sembari melepaskan semua atribut sekolah yang masih ia kenakan dengan satu tangannya lagi.

Keramas disaat gerah seperti ini adalah sebuah kenikmatan yang luar biasa. Setelah ia membersihkan seluruh anggota tubuhnya itu, buru-buru ia melancarkan keinginan utamanya.

Baru saja 1 kaki tangga ia lewati, sudah terdengar suara yang amat ia kenali.
Ibu ?
Dengan rambut yang setengah basah dan dengan balutan kaos pendek serta jeans selutut, ia mengundurkan niatnya untuk ke kamar.

"Mau kamu apa mas? Aku sudah capek!"

"Aku tidak meminta ini terjadi, tapi ingat ! Kamu yang menawarkan aku untuk mengucapkannya. " Ucap penelepon diseberang sana tersenyum puas, dengan tawa kecil yang mengundang kenaikan tingkat amarah Tiara.

Tiara tidak tahu apa yang sudah suaminya itu rencanakan. Ia rasa, ia sudah tak sanggup lagi bila terus-terusan hidup seperti ini. Terlihat kilat amarah yang memburu dari tiap kalimat per kalimat yang Tiara keluarkan. Sudah tak banyak lagi air mata yang harus ia turunkan. Setidaknya, ia sudah cukup lebih kuat dari sebelumnya.

Tiara kembali mendengar apa yang akan diucapkan oleh pemilik telepon di seberang sana.

"Aku mau kita CERAI ! " Kalimat itu terucap dengan tegas.

Mendengar kalimat itu, Tiara berulang kali ber-istighfar, mencoba menerima kalimat itu akan hadir di kehidupannya.
Ia sudah berjuang sejauh ini. Jika memang dirinya sudah tidak diinginkan, untuk apa ia masih tetap berdiri disini?! Tiara tidak lemah! Pikirnya, untuk apa bertahan? Untuk apa bertahan jika akan menyakitkan diri sendiri? Jika pisah jalan terbaik, maka ia akan menyetujui keinginan suaminya itu.

Freya Anandita || by SfnalifWhere stories live. Discover now