Plan 13

32.1K 4.3K 320
                                    

Pintu ruanganku terbuka tanpa aba-aba, membuatku mengangkat kepala dari layar komputer

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Pintu ruanganku terbuka tanpa aba-aba, membuatku mengangkat kepala dari layar komputer. Iqbal melenggang masuk dengan langkah lebarnya, menghampiri mejaku, tanpa bicara. Tubuhnya yang menjulang tinggi memaksaku untuk mendongak. Ada apa ini? Apalagi wajahnya yang seperti kertas kusut, membuat aku semakin terheran-heran.

"Kalau masuk ruangan gue, ketuk pintu dulu! Jangan asal nyelonong!" dumalku.

Iqbal menarik kursi di depan mejaku dan mendaratkan pantatnya di sana, masih dengan bibir yang terkatup rapat.

"Kenapa sih, lo?"

"Lo sama cowok semalem, beneran serius?"

"Cowok sema---" Aku memutar otak sebentar, semalam aku mendatangi acara pertunangan Fani, itu artinya ... "Ndaru, maksud lo?"

"Gue nggak tahu siapa namanya. Lo serius sama dia?" Iqbal mengulang pertanyaannya lagi. Kali ini dengan intonasi yang lebih mendesak. "Lo pakai kebaya sama kayak keluarga dia."

"Oh, itu ... kan lo juga lihat pas gue dikasih kiriman bahan seragam. Emangnya kenapa? Masalah buat lo?"

"Ya, dong!" jawabnya menggebu-gebu. "Kenapa bisa cepet banget? Lo baru ketemu beberapa bulan, La! Emang lo tahu gimana sifat dia? Gue kira lo sama dia cuma bercanda aja."

"Dia temen SMA gue. Kenapa sih lo jadi rempong begini?" Aku berdecak sebal. "Padahal kemarin waktu dia kirim-kirim kopi, makanan ke kantor, lo masih biasa aja. Kenapa emosinya baru sekarang? Nggak telat?"

"Lo upload foto berdua sama dia di Instagram," tukasnya ketus. "Gue udah dari dulu deketin lo, tapi dikasih lampu hijau pun nggak! Kenapa lo malah terima dia yang baru dateng?" protes Iqbal terus terang.

Paginya, setelah menghadiri acara pertunangan Fani, sesuai kesepakatan aku mengunggah fotoku bersama Ndaru, Fani, dan Kenan. Foto itu memperkokoh statusku dan Ndaru sebagai pasangan di mata teman-teman. Apalagi Ndaru memilih foto kami yang hanya berdua dan bersama orangtua lelaki itu. Hal itu menimbulkan spekulasi jika aku dan Ndaru sebentar lagi akan mengikuti jejak Fani.

Meskipun aku sudah punya firasat tentang perasaan Iqbal padaku, tetap saja mengejutkan saat mendengar pengakuan langsung yang terucap dari mulutnya.

"Apa karena dia bisa kirim makanan, kopi ke kantor? Apa karena dia pakai Range Rover buat antar jemput lo, sedangkan gue cuma punya Avanza? Karena itu, La?"

Aku terbahak kencang. Astaga, bocah ini lucu juga ya, kalau sedang cemburu. "Mau Ndaru punya pesawat jet pribadi pun, kalau misal gue pilih dia beneran, bukan karena jetnya. Gue nggak pilih laki, karena harta dia."

"Lo itu nggak adil, La. Lo selalu nolak ajakan gue jalan. Lo nggak pernah kasih gue kesempatan. Tapi, sama Ndaru? Lo kasih kesempatan banyak ke dia. Kalian pulang kampung bareng, lo dateng ke acara keluarga dia. Gimana lo bisa tahu gue serius sama lo, kalau dikasih kesempatan pun nggak pernah."

EXVENGER (END) Where stories live. Discover now