⚘ Dua Puluh Satu

284 66 6
                                    




Pagi sudah datang, bahkan sebentar lagi siang juga akan datang. Tapi, Minhee masih memejamkan matanya dan betah dalam pelukan Yunseong. Kedua manik indahnya masih terpejam erat dengan wajah damai yang bersandar tenang di dada Yunseong.

Menatap wajah Minhee membuat Yunseong menghela napas berat. Lelaki Hwang itu sudah bangun hampir satu jam yang lalu. Tapi, iapun masih diam pada posisi yang sama. Jangankan bergerak untuk beranjak dari posisinya, melepaskan pelukannya dari tubuh Minheepun enggan ia lakukan.

Dan entah sampai kapan ia akan seperti itu. Diam saja dan menikmati bagaimana Minhee tetap indah dalam keadaan apapun. Hingga sebuah senyum kecil perlahan menghiasi wajahnya dan ia mulai bergerak untuk memberikan sebuah kecupan lembut di kening si manis.

Setelah menjauhkan bibirnya dari kening Minhee, Yunseong kembali memandang keindahan itu. Senyumnya masih terukir ketika tangannya perlahan naik untuk mengelus puncak kepala si manis.

“Gue...”

Ddrrttt ddrrttt...

Senyum Yunseong perlahan menghilang—saat kalimatnya belum ia ucapkan sama sekali—karena getaran panjang ponsel Minhee yang ada di atas nakas. Awalnya ia ingin mengabaikan benda itu, tapi karena takut mengganggu tidur si manis, dengan susah payah ia lalu bergerak untuk meraih benda persegi itu.

Saat sudah di tangannya, Yunseong dapat melihat nama Junho yang tertera di layar ponsel. Ada apa sekretaris Minhee itu menelpon di saat atasannya sedang libur?

Tidak mau memikirkan jawabannya sendiri, Yunseong lalu bergerak untuk menjawab telpon itu. Bukankah bertanya pada Junho lebih baik dari pada menebak sendiri?

“Hallo?”

“Hal.. Eh siapa nih?”

“Gue.”

“Gue....? Minhee lagi di toko lo?”

“Gak, dia lagi di rumah.”

“Lagi di rumah? Terus ini gimana?”

“Ya, gue lagi sama dia.”

“Dia mana, bang? Gue ada perlu penting banget sama dia. Masalah kantor.”

“Masih tidur.”

“Jam segini masih tidur?”

“Gak usah bacot. Ngomong cepet lo mau apa? Lama, gue matiin.”

“Kalo gitu bangunin dia dulu. Gue harus ngomong langsung sama dia, masalah kantor.”

“Jun, lo lupa siapa gue?”

“Oke. Bilang sama dia kalo ada rapat penting sama investor dari Belanda hari ini. Mereka mau sama bosnya langsung, gak bisa diwakilin.”

Mendengus malas, Yunseong lalu merunduk untuk menatap Minhee yang masih nyaman dalam pelukannya. Dua detik kemudian, tangannya yang lain bergerak menepuk pelan pipi Minhee.

“Hee? Minhee... Bangun. Bangun dulu, ya.”

Belum ada jawaban dari Minhee, tapi bocah itu sudah mulai bergerak dalam pelukannya, membuat ia tetap menepuk pipi bulat itu untuk membangunkan si manis. Lalu, setelah beberapa detik, pemilik marga Kang itu akhirya membuka matanya—mengerjap beberapa kali sebelum menatapnya.

“Udah jam berapa nih, kak?”

“Hampir jam sebelas.”

“Hah?”

Minhee masih sibuk mengumpulkan kesadarannya dan Yunseong memilih menunggu beberapa saat sebelum mengulurkan tangannya yang memegang ponsel si manis.

“Ada telpon.”

“Dari siapa?”

“Junho.”

“Mau ngapain?”

Tapi Yunseong tidak menjawab, ia hanya mengendik acuh. Membuat Minhee mendengus dan meraih benda itu dari tangannya—dan langsung meletakannya di sisi telinganya.

“Apa?”

“Dih, salam dulu, kek.”

“Apa?”

“Heh, bocah. Lo gak deng...”

“Lo mau bilang apa, sih? Gak penting gue matiin nih. Lo ganggu gue tahu, masih tidur ini.”

“Heh, ini udah jam berapa?”

“Ya, suka-suka gue dong mau tidur sampe jam berapa. Kok lo yang repot?”

“Gue gak nelpon lo buat ngajak berantem ya, jing.”

“Ya, makanya cepet. Gak usah kebanyakan prolog.”

“Iya, iya.”

“Jadi, apa?”

“Ada rapat penting sama investor Belanda hari ini. Gak bisa diwakilin.”

“Iiih, gue kan lagi libur.”

“Gak bisa diwakilin. Lo denger gak sih?”

“Iisshh iya iya. Jam berapa rapatnya?”

“Jam satu.”

“Kok lo baru ngasih tahu gue sekarang?”

“Gue juga baru dikasih tahu sama pak Seungwoo, makanya buru-buru nelpon lo ini.”

“Rapatnya di kantor atau di luar?”

“Di luar.”

“Ya udah, lo tanyain berkasnya sama pak Seungwoo sekarang. Gue siap-siap dulu, terus gue langsung ke kantor. Lo habis dapat berkasnya, tunggu gue di lobi, biar gue sampe kita langsung berangkat. Berkasnya nanti gue liat pas dijalan aja.”

“Oke. Cepet ya, Hee.”

“Hm.”

“Tapi lo jangan lupa makan.”

“Iya.”

Memutuskan panggilan setelah itu, Minhee lalu mendongak dan menatap Yunseong sebelum meminta untuk dilepaskan pelukannya. Lalu, setelah pelukan Yunseong dilepas, ponselnya ia letakan begitu saja di atas tempat tidur sambil beranjak dari posisnya. Tapi, baru juga ia duduk, Yunseong sudah kembali menariknya untuk berbaring.

“Mau kemana?”

Pertanyaan itu lalu Yunseong ajukan sambil kembali menarik Minhee ke dalam pelukannya.

“Kak, lepasin dulu. Gue ada kerjaan.”

“Katanya lo lagi libur.”

“Iya, tapi ini penting. Gak bisa ditinggal.”

“Gue juga gak mau ditinggal.”

“Hah?”

Minhee yang tadi bergerak untuk melepas pelukan Yunseong jadi menghentikan gerakannya dan menatap lelaki Hwang itu. Tapi lelaki Hwang itu tidak memberikan jawaban apapun. Ia tetap diam dengan wajah datar yang biasa sebelum mencuri sebuah ciuman kecil dari bibir si manis.

“Gue juga gak mau ditinggal.”

Tolong ingatkan mereka jika ada orang penting yang menunggu salah satu dari mereka.

Tolong ingatkan mereka jika ada orang penting yang menunggu salah satu dari mereka

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.





















Thank you...

Boys be Ambitious || HwangMiniWhere stories live. Discover now