25 | ARKA

224 13 4
                                    

Beberapa kali handphone ku bergetar. Perasaan tidak sabar perlahan memuncak. Beberapa kali pun fokusku kabur saat mendengarkan pria paruh baya yang sedari tadi mengeluhkan kondisi kendaraannya. Ingin sekali rasanya aku memotong pembicaraannya dan memastikan apa yang membuat handphoneku tidak hentinya bergetar. Namun, urung kulakukan karena tindakan tersebut sangatlah tidak sopan.

"Baik pak, mungkin ada beberapa hal yang perlu saya tanyakan terkait kendala yang bapak alami. Mohon kerjasamanya untuk menjawab sesuai kondisi yang sebenarnya untuk memudahkan proses analisa." 

Aku segera menyelesaikan proses penerimaan ini tanpa basa-basi, seperti yang biasa kulakukan untuk memperbaiki hubungan dengan pelanggan. 

Semua berkas segera kuselesaikan dan kuserahkan kepada kepala Foreman, Mengabaikan beberapa panggilan rekanku yang mencoba mengobrol denganku. 

Aku berdiri disudut paling sepi, mengeluarkan Handphoneku, menempatkan telunjukku pada Touch ID. Sepersekian detik kemudian notification berhamburan di layar handphoneku. Beberapa dari akun social media dan aku terkejut dengan banyakanya missed call. 12 Missed call. Belum sempat aku melihat detailnya, handphoneku kembali bergetar. Aku yang terkejut hampir melepasnya dari peganganku. Sebuah nama terpampang. Nama yang beberapa hari ini sangat asing kudengar namun sangat kurindukan. 

"Hello?" Sedikit meragu mengingat mungkin saja bukan dia yang melakukan panggilan ini.

"Arka, Sorry for bothering you." 

Suara Vinna terdengar dari seberang sana. Aku yang merasa senang tanpa sadar tersenyum lebar.

"Is it you, Vinna? God! Everything fine?" 

"Yeah. I'm fine. I got my phone back." Sebuah tawa terdengar. Membuatku tersenyum semakin lebar.

"Glad to hear that. Did anything happen?"

"I leave today."

"Great. Welcome back, Vinna."

"Thanks, Arka. Can I ask you a favor?" 

"Yeah, sure."  

Aku merasa heran dengan Vinna yang bisa bebas berbicara denganku. Apakah Daniel tidak sedang bersamanya?

"I want to stay at home for a while. Can you keep it a secret?"

"Oh, dear. Sure, Take some rest." 

Sekejap aku berharap Vinna memintaku untuk mengantarnya pulang. Aku lupa Daniel akan menjadi orang pertama yang melakukan itu.

"Thanks. See you later, Arka."

"See you soon, Vin."

Sebuah tangan menepuk bahuku dari belakang sesaat panggilan tersebut berakhir. Dan jantungku melonjak saat menyadari orang yang sedang berdiri di belakangku itu.

"Siapa? kok sampe ngumpet gitu angkat telponnya?" 

Rini, pacarku, mendekatkan wajahnya kearah ponsel yang sedang ku pegang dan sedikit kesal mendapati layar sudah kembali ke Homescreen.

"Ah, Ri. Bikin kaget saja, ini bu Vinn ngasih tahu sudah bisa keluar dari rumah sakit." 

Well, atleast aku mengatakan yang sebenarnya, bukan?.

"Oh, kirain siapa."

Lalu Rini kembali kedalam ruangan dengan wajah sedikit cemberut. Perkataan Rini yang terakhir membuatku berfikir cukup serius. "Kirain siapa?" bahkan untuk seseorang yang sangat dekat denganku saja tidak sedikitpun berfikiran kalau Vinna akan menjadi seseorang yang special untukku. Andai kan saja Rini tahu apa yang pernah kami alami berdua, mungkin dia juga tidak akan percaya. Mungkin seluruh orang juga tidak akan percaya.

RahasiaTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon