Kasih Ibu

2 0 0
                                    

Sedari kemarin aku dan Kak May bekerja membereskan rumah serta menyiapkan makanan untuk menyambut kedatangan ibu. Untunglah Arkana tetap anteng seperti biasa. Di saat aku sedang sibuk menyiapkan segala sesuatu, Alika ikut membantu dengan menjaga dan menemani Arkana.

Seperti yang sudah dikatakan Kak May kemarin, hari ini ibu benar-benar datang. Bahkan ibu datang ditemani Haira, sepupuku yang tahun lalu menikah. Setelah saling menyapa, kami semua duduk di ruang keluarga.

"Haira, maaf ya aku tidak datang ke pernikahanmu," sesalku.

"Tidak apa-apa, April. Aku mengerti kondisimu. Aku turut bersedih dengan apa yang menimpamu tahun lalu, dan selamat akhirnya bayimu lahir dengan selamat," tuturnya sambil tersenyum.

"Kamu belum isi juga?" Kak May mengalihkan topik pembicaraan.

"Belum, kak. Kami masih dalam program. Mudah-mudahan tahun ini kami bisa mendapat momongan. Aku sudah tidak sabar ingin punya yang seperti ini," ucap Haira sambil mengelus Arkana yang sekarang sedang digendong ibuku. Sementara ibuku terus saja memeluk dan menciumi Arkana. Dia juga beberapa kali menitikan air mata saat melihatnya.

"Maafkan nenek, ya. Nenek baru bisa jenguk kamu hari ini," ucapnya pada Arkana. Arkana menanggapinya sambil tertawa khas bayi. Aku hanya tersenyum melihatnya, sejujurnya aku merasa haru dengan kedatangan ibu hari ini.

"Ibu, maafkan aku. Selama ini aku tidak bisa menjadi anak yang baik dan malah terus menyusahkan ibu," sesalku. Air mataku perlahan mengalir.

"Gak apa-apa, nak. Ibu juga minta maaf tidak bisa menemani kamu pada masa-masa sulit" Ibuku juga mulai menangis lagi.

"Iya bu, gak apa-apa. Selama ini Kak May selalu membantuku melewati ini semua. Aku juga berterima kasih karena ibu tidak marah dengan apa yang sudah terjadi padaku dan masih mau menerimaku sebagai anak"

"April, walau bagaimanapun kamu itu tetap anakku. Bagaimana mungkin aku tega marah bahka tidak mau menerimamu sebagai anak. Ibu tahu itu bukan salahmu, itu mungkin kesalahan ayah Arkana. Ibu juga merasa sakit mengetahui bahwa kamu bahkan tidak pernah tahu wajah ayah Arkana" Ibu menangis lagi. Sama sepertiku, ibu juga terpukul dengan apa yang menimpaku.

Di ruangan itu suasana menjadi hening. Aku dan ibu, kami berdua saling menumpahkan perasaan masing-masing yang cukup lama tak tersampaikan dalam tangis. Aku tersentuh dan terharu dengan besarnya pengertian serta kasih sayang ibu.

"Sekarang kamu sudah tidak perlu memikirkan apa-apa lagi. Kamu fokus saja mengurus Arkana. Perihal desas-desus tidak perlu kamu pikirkan, mereka hanya orang-orang yang suka bergunjing dan tidak tahu apa yang sebernanya telah menimpamu. Juga perihal ayahmu jangan pula kamu pikirkan, seiring berjalannya waktu ayahmu juga pasti akan memaafkanmu. Ibu tahu betul bahwa ayah sangat menyayangimu. Dia seperti itu karena terkejut sekaligus terluka juga sama seperti kita" jelas ibu. Aku mengangguk mendengar nasihatnya.

Kami pun mulai membicarakan hal-hal lain. Kemalanganku di masa lalu memang lebih baik dilupakan dan ditutup rapat-rapat. Tidak ada gunanya kembali diratapi. Aku dan Arkana sekarang harus menempuh kehidupan kami yang baru. Aku harus selalu belajar untuk menjadi ibu yang terbaik untuk Arkana. Aku tidak akan membiarkan bayi kecilku terluka. Arkana akan tumbuh dengan baik walaupun mungkin tanpa kehadiran seorang ayah, tapi hal itu tidak akan menjadi soal untukku. Walaupun jika nanti dia bertanya tentang rahasia kelahirannya, aku tidak akan menutupinya dan memberi pengertian padanya.

***

Winter On AprilWhere stories live. Discover now