Terjebak Hujan

3 1 0
                                    

Aku tak mengenalmu, namun entah mengapa pesonamu selalu saja bergelayut dalam ingatanku, nyaris tanpa jeda.

🌺🌺🌺

Ada semburat merah jambu merayap di pipi. Malu. Kesan pertama yang diberikan pada cowok berlesung pipi tadi bukanlah kesan pertama yang indah, justru sebaliknya, kesan yang menurutku menjijikkan. Euy!

Segera saja ku berlari menuju kelas, mengingat sebentar lagi bel pulang akan meraung di seluruh penjuru sekolah. Sesekali kulihat ke belakang, berharap ia akan mengejar lalu meminta berkenalan mungkin, atau bertukar nomor handphone, oh atau ingin mengantarku pulang. Ck! Come on, Queen, jangan mimpi! Mana ada cowok ganteng seperti dia mau berkenalan dengan cewek upilan seperti kamu.

"E monyong, monyong." Ish! Nih batu juga, kenapa ada di sini? Minggir kek, kan aku mau lewat. Untung saja tidak tersungkur.

"Queen, kamu bawa motor?" tanya Cindy.

"Bawa. Kenapa?"

"Nih, si Yasmin mau nebeng. Katanya pacarnya lagi sakit tuh," kata Cindy sambil menunjuk Yasmin dengan dagunya. Yasmin yang ditunjuk mengangguk lalu memonyongkan bibirnya sebagai tanda ia sedang sedih.

"Cup cup cup.... Jangan nangis. Semoga bebeb nya cepet sembuh ya," ucapku menenangkan sambil mengelus rambutnya.

"Maaci bebeb Queen," jawabnya sambil membuka tangan lebar-lebar dan memelukku.

"Kamu kalo manyun gitu mirip ikan aku deh, Yas."

"Kenapa? Gemesin ya?"

"Bukan gemesin, tapi...monyong."

"Queeeeeeen."

Pletak!

"Aw. Sakit, Yas," tak tanggung-tanggung, ia menjitak kepalaku dengan kotak pensil berbahan plastik miliknya. Meski dari plastik, tapi tenaga yang digunakan besar, itu sebabnya terasa sangat sakit.

"Sudah-sudah, kalian kayak anak kecil aja. Ayo, Yas! Nanti keburu hujan. Tuh liat, awannya sekarang tambah pekat, comulonimbus tuh, bukan kayak tadi lagi," kata Cindy.

"Yuk, ah! Queen, kita duluan ya." Pamit Yasmin dan Cindy.

"Oke!"

Aku segera menyimpan perlengkapan tulis-menulis pada sebuah pouch berwarna biru langit yang senada dengan warna bolpoin kesayangan, memasukkan buku-buku paket ke dalam ruang tas yang lebih besar dan buku tulis pada ruang yang lebih kecil. Lalu menautkannya dikedua bahu. Kemudian berjongkok mengeratkan tali sepatu agar tak mudah terlepas ketika berjalan. Semoga tidak ada yang tertinggal. Malas saja untuk mengeceknya lagi mengingat teman-teman sekelas sudah bubar.

"Queen." Kuangkat kepala, ternyata Reyhan sudah duduk di bangku milik Aldi. Sejak kapan di situ coba?

"Apaan?" jawabku masih sambil mengikat tali sepatu.

"Lo...cantik."

"Eh, aku kan emang cantik keles."

"Iya gue tau. Lo emang cantik, tapi...kalo dilihat dari ujung Monas."

"Awas kamu ya!" Ia pun berlari. Dasar! Ia memang selalu begitu. Usil. Dulu pernah, waktu itu ia tiba-tiba menaruh kalajengking di atas kepalaku. Sekelas heboh, aku jingkrak-jingkrak tapi anehnya hewan itu tidak bisa lepas dari rambut. Dengan memberanikan diri, kutarik hewan itu lalu melemparnya keluar kelas. Nahas, yang kena malah kepala sekolah. Berakhirlah kami di ruang BP. Dan belakangan kutau kalau kalajengkingnya ternyata mainan. Ck!

Kulewati koridor yang sudah nampak lengang ini, bersenandung ria karena sebentar lagi akan bertemu dengan sesuatu yang dirindukan. Kasur. Seketika nampak wajah cowok berlesung pipi tadi bergelayut dalam ingatan, membuatku senyum-senyum sendiri.

When i see your face

There's not a thing that i would change

Cause your amazing

Just the way you are

And when you smile

The whole world stops and stares for a while

Yah, belum juga selesai kunyanyikan laguk milik Bruno Mars yang berjudul Just The Way You Are tersebut, rinai hujan turun dengan derasnya membuat langkah kaki ini terhenti. Siswa yang sedang menunggu jemputan di luar gerbang sekolah terpaksa masuk kembali. Aku yang hendak menuju parkiran motor terus berjalan meski terkena tampias hujan. Tak mengapa, yang penting cepat sampai rumah. Ku buka jok motor. Astaga! Jas hujan tidak ada. Huft. Kalau sudah begini tandanya aku harus menunggu hujan sampai reda. Mana Cindy dan Yasmin sudah lebih dulu pulang, tidak ada teman yang bisa diajak berbincang.

"Lagi nunggu hujan reda ya?" tanya seseorang yang tiba-tiba mengagetkanku. Saat aku menoleh, wow, ternyata cowok yang di perpustakaan tadi. Rambutnya sedikit basah, begitu juga dengan seragam sekolahnya. Sial! Justru itu membuat tingkat kegantengannya meningkat. Aku mengangguk dan menjadi sedikit salah tingkah mengingat kejadian memalukan sebelumnya. Ia menjawab dengan senyuman manisnya. Duh, meleleh. Lalu kami terdiam, larut dalam pikiran masing-masing.

Ku lihat rinai hujan yang semakin deras saja, namun rintiknya tak jua mampu meredam debaran jantung yang bertalu di dalam sana. Sepertinya kami akan terjebak di situasi ini dalam waktu yang lama, sebab sejauh mata memandang, langit terlihat mendung. Untuk mengusir rasa dingin yang kian lama menembus kulit, aku menggosok kedua tangan lalu menempelkan ke kedua pipi, berharap ada kehangatan yang menjalar. Rasanya ingin cepat-cepat pulang, membersihkan diri lalu merebahkan badan di kasur berukuran king size, menyesap secangkir coklat panas sambil menonton drama korea action kesukaanku. Ah, betapa nyamannya berdiam di kamar dengan suasana hujan seperti ini. Namun itu hanya harapan belaka, nyatanya sekarang aku terjebak hujan bersama cowok yang baru kukenal. Tapi, bukankah terjebak hujan lebih baik dibanding terjebak masa lalu? Ups!

"Nih, kamu pake jaket aku aja. Sepertinya kamu kedinginan," tiba-tiba saja ia menyodorkan sebuah jaket berwarna tosca padaku.

"Kenapa bukan kamu aja yang pake? Baju kamu basah, pasti kedinginan juga."

"Ga apa-apa, pakai aja."

"Ta-tapi...."

"Ga usah pake tapi. Pake aja jaketnya!"

Baiklah, suka deh kalau dipaksa. Hehe. Ku pasang segera jaket yang diberikan. Setidaknya ini cukup memberikan kehangatan. Dalam kecanggungan yang menyergap, tiba-tiba suara petir terdengar menggelegar.

Jedder!!!

"E monyong monyong." Ups! Sontak aku menutup mulut yang tak tau malu ini. Duh, Queen, bisa ga sih latahnya ditunda dulu? Tuh, lihat! Cowok ganteng di samping melihatmu dengan tatapan yang...aneh.

SEPARUH JIWAWhere stories live. Discover now