𝖀𝖓𝖔

985 127 3
                                    


◇─◇──◇─────◇──◇─◇

"Bisakah aku pergi memanah?"

"Ayah, bagaimana dengan keadaan kota?"

"Apakah air terjun benar adanya? Aku ingin pergi kesana!"

"Menunggangi kuda terdengar populer, bisakah—"

Sang raja mendesah keras, tangannya yang mengepal menghantam meja cukup kuat.
"Tidak Ricky, selamanya tidak akan pernah."

◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Sepasang mata terlihat tidak berhenti memandangi langit, terlihat sedikit berkilau, air mata yang sedari tadi ditahannya mungkin menjadi faktor utama. Tangan lentik itu dibawa menyentuh jendela, bergerak mengetuk sehingga beberapa burung yang hinggap terbang mendekati, sang empu dibuat tersenyum pahit, ketukannya terhenti, burung-burung di luar kembali mengepakan sayap, terbang bebas kemanapun mereka ingin.

"Hey pangeran kecil!"

Satu sapaan menginterupsi kegiatannya, yang dipanggil menoleh tanpa minat, melirik sosok yang bergerak masuk tanpa permisi. Terlihat kedua tangannya membawa tumpukan buku baru. Sedikit binar terpantri, yang lebih tinggi melesat, mengambil salah satu diantaranya.

Si surai hazel berdecih, tangannya yang sedikit bergetar bergerak menyimpan tumpukan buku di nakas, sementara itu sang pangeran terlihat tidak peduli, tubuhnya dibaringkan dan ia mulai membaca buku dengan santai.

"Apa yang kau ambil kali ini?" Tanya yang lebih kecil, ia ikut membaringkan diri di sebelah pangeran agung.

Lawan bicaranya terdiam sejenak, bibir itu kemudian bergerak perlahan. "Keajaiban hutan." Jawabnya singkat.

Hening setelahnya, hanya terdengar suara lembaran kertas yang di balik, sejujurnya pangeran benci keheningan, lantas ia menarik nafas, "Apa yang kepala koki masak hari ini, Hao?"

Lelaki muda yang diketahui bernama Hao itu menatap langit-langit. "Kalkun panggang," tuturnya, tidak berniat menjawab lebih, karena setelahnya pasti si pirang berdecak malas.

Kasur empuk itu sedikit terguncang, akibat ulah pangeran yang membalik tubuhnya secara tiba-tiba. Hao dibuat berjengit, menatap heran. Yang ditatap mengusap wajah kasar, sebelum menutup kembali buku tebal yang sampulnya terbuat dari kulit ular.

"Tidakkah ini terasa familiar? Maksudku.. kita sudah melakukan kegiatan memuakkan ini selama bertahun-tahun." Pernyataan itu membuat Hao mengedipkan matanya cepat, memikirkan itu, memang benar adanya. Mereka seolah terjebak dan harus menjalani hidup dengan kegiatan berulang.

"Pagi akan dimulai dengan sarapan, kemudian aku harus kembali ke kamarku, menatap jendela dengan tatapan kosong, lalu kamu datang kepadaku dan kita membaca buku-buku membosankan ini setiap harinya." Si surai pirang terlihat frustasi. "Tidakkah ini melelahkan?" Cicitnya dengan suara sedikit bergetar, pria itu menahan tangis.

"Ricky..." panggilnya pelan, bergerak mengusap punggung pangeran, berusaha menyalurkan ketenangan. "Rasanya sulit untuk melakukan perubahan, tapi aku yakin ini semua demi kebaikanmu."

Ricky memalingkan wajah. "Omong kosong, mereka hanya memperlakukanku seperti tawanan." Hao tidak bisa membantah, memang kenyataannya seperti itu. Tapi rasanya tidak sopan jika ia terlalu menyudutkan raja dan ratu, karena ia hanyalah seorang putra dari kepala koki kerajaan.

𝙉𝙚𝙤𝙥𝙝𝙮𝙩𝙚 [Jeongri]Where stories live. Discover now