𝕮𝖚𝖆𝖙𝖗𝖔

562 102 8
                                    


◇─◇──◇─────◇──◇─◇

Hao berlari dengan tubuh yang hampir terjatuh berkali-kali, rasanya ia tidak bisa menapak tanah dengan benar, kakinya total gemetaran. Tapi pria dengan marga Zhang itu tidak menyerah, jika terlambat sedikit, maka Ricky akan berada di situasi yang mengkhawatirkan.

Kepalanya sibuk menoleh kesana-kemari sembari berlari, dengan pandangan tidak fokus, tubuhnya menabrak seseorang cukup keras, ajaibnya mereka tidak terjatuh, pria asing itu memiliki keseimbangan tubuh yang baik. Pria di hadapannya memicingkan mata, Hao dengan gemetar meraih bahu dari sosok tersebut.

"Tolong! Kumohon..." Air mata tanpa bisa ditahan mengalir membasahi pipi, Hao bahkan tidak menyadari bahwa di belakang pria ini terdapat satu sosok lagi yang memandang heran.

"Wow, tenang, apa yang terjadi?" Tanya seorang lelaki bermata bulat dari belakang. Hao kemudian beralih, melepaskan cengkramannya pada sosok yang sama sekali tidak menanggapi perkataannya.

Pria dengan struktur wajah lembut itu menahan tubuh Hao yang hampir terduduk lemas. Hao menatap nanar. "Temanku, d-dia dijebak, mereka... mereka—"

"Tunjukkan dimana temanmu itu." Sosok yang sedaritadi berdiam diri akhirnya membuka suara, tatapannya tidak ramah, tapi setidaknya pria itu memiliki niat yang baik.

Hao menyeka sedikit air matanya, kemudian berlari mendahului, diikuti kedua pria asing itu dari belakang.

Si surai Hazel bergerak membuka pintu dengan kasar, tubuhnya semakin bergetar panik ketika mengetahui Ricky sudah tidak terlihat di ruangan utama. Mata bulat itu menelisik, kemudian mendapati adanya pria gempal yang familiar terlihat masih pada tempatnya, dengan santai menghisap cerutu.

Hao berlari, menggebrak kasar meja tersebut, membuat sosok yang sedang sibuk menghitung uang terpaksa mengalihkan fokus.

"Dimana temanku?" Pertanyaan itu dijawab kekehan meremehkan. "Temanmu sibuk malam ini, jangan ganggu dia." Melihat adanya bayangan lain yang mendekat, pria tua itu mengangkat wajah, cerutunya dengan cepat melompat jatuh, tubuh gempal itu akhirnya beranjak berdiri, menunduk hormat. Hao dibuat kebingungan.

"S..selamat datang putra mahkota." Hao refleks membuka mulutnya lebar, kemudian menoleh, menatap sosok jangkung yang disebut-sebut sebagai putra mahkota.

"Katakan dimana." Suara dingin membuat suasana mencekam, mengerti dengan arah pembicaraan, pria gempal itu lantas menunjuk ke arah lantai dua, tempat dimana Ricky dibawa pergi.

Hao dengan segera bergegas, waktunya sudah terbuang cukup banyak. Harapan ia panjatkan, semoga mereka masih sempat menyelamatkan sang pangeran dari tangan orang-orang bejat itu.

———

"Menjauh, brengsek!" Ricky beringsut memojokkan diri, bergerak menendang siapapun yang berani mendekat ke arahnya. Atasan miliknya sudah tidak terpasang, akibat di robek paksa oleh salah satu pria menyeramkan.

Kesal dengan perilaku si surai pirang, kakinya yang bergerak tidak beraturan itu dicengkram kuat, Ricky memekik, tubuhnya diseret mendekat. Padahal tubuh Ricky tidak bisa dikategorikan kecil, karena tubuhnya menjulang tinggi, tapi entah mengapa pria-pria ini jauh lebih besar darinya, Ricky dibuat menciut.

Celana yang terpasang itu berusaha dilepas paksa, Ricky berteriak, entah sudah berapa kali ia berteriak tapi pertolongan belum juga datang. Detik selanjutnya Ricky dibungkam ke dalam ciuman kasar, anak itu tidak bisa membendung air matanya lagi. Seumur hidup, Ricky bahkan bisa menghitung berapa kali ia menangis deras, anak itu kesulitan dalam menunjukkan kesedihannya. Lain hal dengan sekarang, ia ketakutan setengah mati.

𝙉𝙚𝙤𝙥𝙝𝙮𝙩𝙚 [Jeongri]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang