17: Pelaksanaannya

335 64 18
                                    

Lima belas menit kemudian, mereka sampai di tempat praktik dukun. Kira-kira pk 16.00. Begitu sadar bahwa dirinya dibohongi, Donghyun mulai mencengkram keras tangan Heeseung. "Kakak-kakak boong, ya? Kok Disnilennya jelek banget?" Tanyanya.

Semuanya diam. Tak kuat jika harus membohongi seorang anak kecil. Mereka pun akhirnya turun dari mobil dalam keheningan. Entah bagaimana bisa mobil Riki memuat sepuluh badan.

Donghyun menolak untuk turun mobil. Ia memberontak sehingga Heeseung kesulitan. "Hyun, turun, yuk!" Rayuan Heeseung diabaikan oleh Donghyun. Donghyun terus merengek. Tidak mau turun dari mobil. Hanya tersisa mereka berdua di dalam mobil. Anak-anak lain sudah masuk ke dalam rumah dukun.

Karena masih ada orang di dalam mobil, Riki juga ikut tertahan di luar. Belum bisa ikut yang lain masuk. "Aishhh! Bocah nyusahin aja!" Ia tak tahan. Akhirnya ia berjalan kembali ke mobilnya. "Awas." Riki mendorong Heeseung menjauh dari pintu mobil. Tanpa berkata apa-apa, Riki menarik Donghyun keluar mobil, dan menggendongnya seperti porter koper di stasiun.

Di dalam, semuanya sudah duduk rapi.

Si dukun tercengang. Walaupun ia yang menyuruh semua orang datang, ia tak menyangka rumahnya akan sepenuh ini. "Rame amat kayak sirkus," komentarnya.

"Kita udah bawa semua yang disuruh," lapor Soobin.

"Iya- Eh. Kamu si kelinci, ya?" Tanya Mbah Dukun. Out of the blue.

"Eh? Iya, Mbah. Hehehe." Soobin terkekeh.

Mbah Dukun memerhatikan wajah Soobin lekat-lekat. Lalu, ia berpaling pada wajah Wonbin. "Kalian berdua mirip banget. Saya kira kamu kakaknya Wonbin."

Sama seperti Soobin, Wonbin tersenyum. Matanya menghilang. Lesung pipinya terpancarkan. Seperti copy-paste.

"Jangan gitu dong, Mbah! Dia adek baru saya, tau!" Jay merangkul Wonbin dari samping.

Hueningkai menepuk punggung Jay dengan sedikit keras. "Heh! Sodara lu tuh gue, jir!"

"Dih?" Jay memberikan ekspresi jijik pada Hueningkai.

Sebelum perang antara Jay-Hueningkai dimulai lagi, Yeonjun memotongnya dengan meletakkan air sungai, tanah, dan dua bunga di  atas meja. "Ini, Mbah," ucapnya.

Jake meletakkan dua botol kaca dan sepuluh cabai merah di atas meja.

"Banyak banget cabenya. Padahal saya cuma butuh tiga, loh," respon si Mbah. "Gapapa, deh. Lumayan buat nyambel," katanya sambil mengantongi tujuh sisanya.

Jonghoon menelan kekecewaannya. Padahal ia berniat untuk mengambil sisanya. Ternyata ia kurang cepat. "Ini, Mbah." Jonghoon meletakan seporsi pecel lele di sebelah cabai merah itu.

"Wah?! Kalian tau aja saya belom makan! Asik ada pecel lele sama cabe," seru si Mbah. Tangannya hampir membuka karet bungkusannya.

Dengan cekatan Jay menarik kembali pecel lele itu. "Enak aja! Ini makanan kesukaan Sunoo!" Tegurnya. Bonus dengan sentilan di tangan.

Si Mbah tersenyum dalam kekecewaan. Menatap sebungkus pecel lele dengan penuh rasa lapar.

"Oh, iya!" Soobin mengeluarkan pendant teddy bear milik Beomgyu dari sakunya. "Punya Beomgyu," tambahnya.

Sang dukun mengangguk. Ia mengabsen barang-barang yang ada di depannya. "Oke. Sekarang saya bakal ngasih tau apa yang harus kalian lakuin," katanya. Ia menyerahkan sebotol air sungai dan dua botol kaca kepada Wonbin. "Kamu isi dua-duanya sampe penuh, ya."

Wonbin mengangguk dan langsung menjalankan tugasnya.

Tangan si Mbah beralih pada cabai dan tanah. Diserahkannya dua benda itu pada Jake. "Kamu keluarin bijinya, terus sebar di atas tanahnya," perintahnya.

Until We Meet AgainWhere stories live. Discover now