BAGIAN 1

15 5 0
                                    

Prang!

Suara gelas yang dilempar terdengar begitu keras, aku buru-buru langsung menghampirnya. Pecahan gelas itu sudah berhamburan dilantai. Aku berjongkok dan membantu Ayah untuk bangun yang sudah tergeletak di lantai dengan aroma alkohol yang sangat menyengat.

“Yah, ayo bangun. Aku bantu ke kamar,” kataku berusaha untuk membantu dan membangungkan Ayah, tetapi Ayah tersadar dan langsung menepis tanganku dengan kasar. Aku  langsung tersungkur karena dorongan itu terlalu kuat. Tanpa sadar tanganku ternyata terkena pecahan gelas tersebut.

“Saya tidak butuh bantuan kamu! Dasar anak pembawa sial!” teriak Ayah.

Aku kaget, mendengar Ayah berteriak seperti itu sambil menunjukku. Sakit, jelas saja aku  rasakan saat ini. Meskipun sudah sering mendengar ucapan Ayah yang seperti itu. Akan tetapi, tetap saja selalu terasa sakit ketika mendengarnya. Air mata perlahan jatuh membasahi pipiku, dengan cepat aku menghapusnya karena tidak ingin Ayah melihat kalau aku menangis.

“Ayah, tolong kasih kesempatan aku untuk bantu Ayah ke kamar,” ucapku masih terus berusaha.

“Sudah saya bilang. Saya tidak butuh bantuan kamu! Gara-gara kamu perempuan yang sangat saya sayangi harus pergi untuk selama-lamanya!” seru Ayah yang semakin tidak bisa mengkontrol emosinya itu.

“Aku, minta maaf Ayah. Maaf kalau kehadiran aku bikin Ibu malah pergi untuk selama-lamanya.”

Aku terus memohon kepada Ayah. Namun, pada kenyataanya Ayah masih tetap tidak ingin memaafkanku dan kembali mendorongku.

“Saya tidak butuh maaf dari kamu, saya hanya ingin Wulan kembali,” kata Ayah lalu meninggalkanku.

Wulan, perempuan yang sangat Ayah sayangi, yang tidak lain ialah Ibu yang sudah melahirkanku kedunia ini. Ibu meninggal seusai melahirkanku, dan sampai detik ini belum jelas penyebab pasti meninggalnya. Itu sebabnya aku selalu disalahkan oleh Ayah dan Kakakku. Hatiku begitu sakit tak kala mendengar semua yang diucapkan oleh Ayah dan belum lagi Kakakku yang sama sekali tidak menginginkan kehadiran aku dihidupnya.

“Sampai kapan Ayah akan terus bersikap seperti ini kepadaku Tuhan?”

Aku kemudian membersihkan lantai, setelah dirasa sudah bersih dan pecahan gelas itu, aku berjalan menuju kamar untuk mengobati luka ditanganku yang terkena pecahan gelas tadi.

Setelah selesai mengobati luka, aku tidak langsung tidur. Melainkan berjalan kearah jendela dan duduk di sana sambil melihat bintang-bintang yang kebetulan malam ini terlihat begitu sangat indah. Segaris senyum terukir manis dari sudut bibirku, seolah sedikit beban dan rasa sakit itu hilang. Menghembuskan napas aku selalu lakukan agar rasa sakit dihatinya sedikit berkurang.

“Bintang, aku ingin sekali sepertimu. Selalu berkumpul bersama dengan  bintang-bintang yang lainya. Saling melengkapi, menyayangi dan menjaga. Tidak seperti aku, yang selalu disalahkan dan tidak dinginkan dikeluarga aku sendiri. Hm, sedih ya jadi aku.”

Aku tersenyum miris melihat nasib yang tengah menimpaku ini. Selesai aksi curhat-curhatan dengan bintang-bintang di atas langit sana. Rasa kantuk sudah mulai aku rasakan, aku  beranjak untuk kekasur dan tertidur. Berharap hari esok akan menyenangkan.

Rutinitas yang selalu aku  lakukan ialah datang lebih pagi dari teman-temannya. Melakukan piket padahal hari ini bukan jadwal aku untuk piket. Apa kalian tahu, setiap hari aku selalu seperti itu, disuruh piket oleh teman-teman sekelasku. Aku tidak membantah sama sekali semua aku kerjakan dengan ikhlas dan sabar. Meskipun diakhir nanti pasti akan mendapatkan omelan dari Bella sahabatku. Dikucilkan, diejek sudah menjadi sarapan setiap hari untuku. Lewat ulah kakakku sendiri yang membeberkan meninggalnya  Ibu akibat melahirkanku seketika menjadi heboh satu sekolah dan imbasnya aku selalu dibully dan dicap sebagai pembunuh. Awalnya aku tidak kuat mendengar segala macam cemoohan, kata-kata kasar yang tidak pantas untuk disebutkan oleh teman-temanku itu. Hati aku sakit, bahkan begitu sakit sekali. Mungkin sampai sekarang pun masih terasa sakit. Tetapi, aku berusaha untuk menerima semua ini, berusaha sabar dan tegar.

Di Mana Kasih Sayang Untukku?Where stories live. Discover now