1

27 0 0
                                    

Bruk

"M-maaf pak, saya ga sengaja." Wanita itu membungkuk kepada pria asing di depannya sembari sesekali menengok ke belakang dengan wajah gelisah.

"Ah gapapa dok, mending itu pasiennya dikejar dulu, udah lumayan jauh itu anaknya." Pria berambut cokelat itu menepuk bahu wanita di depannya sembari menunjuk ke arah anak laki-laki yang sedang berlari membelakangi mereka berdua.

"Kalo gitu saya permisi ya pak." Pria itu menganggukkan kepalanya tanda mempersilahkan.

Wanita berjas putih itu berlari sekuat tenaganya, menerobos kerumunan manusia demi pasien kesayangannya yang bernama-

"HIEM PLUVIAM UDAH DONG LARI-LARINYA!" Anak laki-laki itu membalikkan badannya, wajah bahagia terpatri di sana.

Lumina Clara, itu lah nama yang tertera pada jas putih wanita yang sedang mengejar pasiennya tersebut. Dengan napas terengah dan jantung yang berdegup kencang, ia berhasil menangkap anak laki-laki tersebut.

"Aaee uumihaa aagh ehh." Hiem memeluk Lumina dengan tubuh penuh keringat dan napas yang menderu, namun wajah penuh kebahagiaan dapat terlihat jelas di sana.

"Capek hm? Makanya jangan lari-lari begitu." Lumina membalas pelukan anak laki-laki di depannya sembari mengelus lembut kepala anak itu.

"Een onghh" Ketika pelukan itu terlepas, Hiem mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi ke depan wajah Lumina.

Senyum tipis menghiasi wajah Lumina yang dengan senang hati menggendong anak itu dan berjalan menuju lift.

Sembari menunggu pintu lift untuk terbuka, Lumina berulang kali menepuk lembut paha Hiem dan sesekali memperbaiki posisi gendongannya.

Setelah 3 menit menunggu, akhirnya pintu lift terbuka. Lumina mengangguk sekali -menanggapi sapaan kolega kerjanya- sebelum kemudian melangkah masuk ke dalam lift.

Lumina tersenyum ketika mendapati pasien manisnya itu tertidur pulas di gendongannya. Ia mengusap rambut yang menutupi wajah Hiem dengan perlahan -takut bila gerakannya membangunkan si manis.

_.._

"Maaf ya dok, jadi ngerepotin." Wanita paruh baya itu bergerak mendekati Lumina dengan sedikit berlari, tampang cemas dan bersalah terpampang di wajahnya.

"Ahahaha gapapa bu." Lumina memindahkan gendongan Hiem kepada pria paruh baya di depannya yang ia asumsikan sebagai ayah dari anak laki-laki tersebut.

"Bunda, tangan ibu dokternya kok diperban?" Tanya anak perempuan berwajah polos itu sembari menarik-narik ujung baju ibunya.

"Huss Cia, ga sopan. Maaf ya dok." Gadis kecil itu melengkungkan bibirnya ke bawah tanda kesal. Ia kan hanya penasaran, pikirnya.

"Jadi Hiem sudah mulai bisa mengendalikan emosinya bu, tapi bicaranya masih belum jelas. Mari kita sama-sama berusaha yang terbaik untuk Hiem." Lumian hanya tersenyum tipis sembari mengusap rambut anak perempuan tadi.

"Apakah Hiem sudah bisa disekolahkan dok?" Pria paruh baya dengan iris berwarna ungu itu bertanya dengan ekspresi yang sulit dijelaskan sembari sesekali memperbaiki posisi gendongannya.

"Kalo untuk homeschooling mungkin bisa ya pak, tapi kalo sekolah umum kayaknya belum bisa." Lumina memandang lawan bicaranya sembari sesekali melirik Hiem, betapa pulasnya anak itu tertidur di gendongan ayahnya.

"Gitu ya dok. Kalo gitu kita permisi dulu, terimakasih ya dok." Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya sekali yang dibalas dengan lambaian tangan oleh Lumina.

_.._

Lumina berjalan santai melewati puluhan manusia yang sedang bergegas entah apa yang sedang terjadi. Sesungguhnya itu adalah pemandangan biasa di unit ini. UGD, unit gawat darurat, tempat yang paling sibuk dan paling dibenci oleh semua dokter residen dan magang.

"Abis ada apaan? Kok kayaknya rame banget sama wali pasien." Lumina dengan santainya bersandar pada meja resepsionis membuat dokter residen yang sedang melihat rekap medis di depannya terkejut.

"Anu dok, tadi abis ada bus jatoh dari fly over trus niban 2 mobil sedan. Ada 6 korban jiwa, 12 luka berat, sisanya luka ringan." Dokter residen itu spontan mejawab dengan lengkap pertanyaan dari Lumina tadi.

"Kalo dokter Florent dimana?" Lumina memasukkan tangannya pada saku jas dokternya sembari mengangguk tanda mengerti.

"Eh? Dokter Florent masih ada operasi darurat di ruang tiga." Dokter residen itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Untuk apa ia menjelaskan panjang lebar mengenai situasi terkini bila Lumina hanya ingin menanyakan dimana dokter Florent sekarang.

"Owh ok, semangat kerjanya. Kamu residen tahun ke berapa?"

"Tahun kedua dok."

"Tahun kedua hmm, tahun depan bakal lebih berat loh, jangan sampe mati muda ya." Lumina menepuk pundak pemuda itu dan meninggalkannya dengan ekspresi kebingungan.

Wanita yang sedang berada diawal umur tiga puluhnya itu memasukkan tangannya ke dalam kantung jas dokternya dan berjalan ke ruang operasi.

Ia bersandar di dinding tepat di sebelah panel dengan tulisan 03. Lumina menempelkan kepalanya sambil sesekali memainkan perban di tangannya.

"Yo!" Dengan wajah gembira, Lumina mengangkat tangan kanannya ketika ia melihat ada seorang wanita yang keluar dari balik pintu ruang operasi itu.

Wanita yang terlihat sebaya dengan Lumina itu hanya bisa menghela napas melihat kebiasaan Lumina yang memasuki area steril dengan jas dokter yang masih terpakai gagah di pundaknya.

"Senggaknya kalo lu mau gangguin gua niatan dikit ngapa, pake baju operasi kek kalo ke sini." Wanita itu menyalakan air dan membersihkan darah di wajahnya.

"Ehehehe, bantuin aku ngeganti perban dong Renthy sayang." Lumina menunjuk tangannya dengan tangan satunya, memperlihatkan tangan yang terbalut perban hingga ke dalam jas dokternya.

"Heh, jangan panggil gua make nama itu!" Wanita itu memercikkan air ke wajah Lumina dengan nada bicara kesal.

"Yayaya, serah dokter Florent yang paling galak seantero rumah sakit aja deh." Lumina menyeka wajahnya dengan lengan jas dokternya.

"Lama-lama lu makin rese ya, sini deh buruan ke ruangan gua." Wanita yang baru saja dipanggil Florent itu menarik tangan Lumina keluar dari area steril. Sedangkan Lumina hanya memasang wajah seperti anak kecil yang dijemput oleh ibunya lepas pulang dari sekolah dan dengan suka rela membiarkan tubuhnya ditarik oleh wanita di depannya.

_.._

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jul 20, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

ESPRESSOWhere stories live. Discover now