Chapter 6

581 27 0
                                    

Sebuah koper besar berwarna hitam sudah terisi dan tertitup rapi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Sebuah koper besar berwarna hitam sudah terisi dan tertitup rapi. Flara menaikkan pemegang koper itu dan menyeretnya keluar kamar. Jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Namun ia harus segera pergi dari rumah Yadi.

"Kak." suara parau dari Rena membuat Flara menoleh.

"Kamu udah bangun? Mau kakak bikinin sarapan? Mau apa? Telur?" tanya Flara.

Namun Rena justru memeluk erat kakaknya itu. Menahan kepergian sosok pahlawan di hidupnya. Rena tidak sanggup jika harus dipisahkan dari Flara. Hanya Flara lah yang menjadi keluarganya saat ini.

Rena tidak tahu bagaimana keadaan ibunya setelah beberapa tahun tak mendengar kabar apapun. Ia selama ini hanya membagikan suka dukanya bersama Flara. Namun kini Flara harus pergi. Lalu siapa tempat Rena berbagi dirumah ini?

"Rena ikut kakak ajaya?" tanya Rena.

Flara hanya mengusap lembut puncak kepala adiknya itu. "Semuanya bakalan baik-baik aja. Kakak bakalan sering kesini. Kamu tenang ajaya." janjinya.

"Janji?"

"Janji."

°•°

Seperti sekolah pada umumnya, senin adalah waktu dimana semua murid berkumpul di lapangan. Merasakan teriknya matahari yang seakan sengaja membuat semua orang dilapangan menderita. Menyanyikan lagu kebangsaan. Tentu saja mendengar ceramah panjang dari kepala sekolah ataupun guru mereka.

Disinilah Gamal dan teman-temannya sekarang. Berdiri dengan tidak tegak sama sekali. Mereka yang berdiri dibarisan paling belakang pun hanya sesekali mengoceh, memakan permen karet, atau menggoda adik kelas mereka. Diantara keempatnya, hanya Jio yang berdiri tegap dan serius melaksanakan upacara.

"Woy, Gam." panggil Taren.

Gamal yang sedang membuka bungkus permen karet pun menoleh. "Apaan?" tanyanya.

Taren menggerakkan dagunya ke sebuah arah tepat dibelakang Gamal. Melihat itu, Gamalpun memutar tubuhnya. Disaat itulah ia melihat targetnya.

Flara berdiri tegap dibelakang barisan dengan sebuah kain khusus anak pmr sekolah. Flara tampak cantik dengan rambut yang sengaja ia ikat rendah. Bahkan membuat Gamal tak berkedip beberapa saat.

"Iler lu, Gam." bisik Eger usil.

Gamal spontan langsung mengusap pinggir bibirnya. Tidak ada air apapun disana. Ia pun menatap kesal ke arah Eger yang kini terbahak-bahak bersama Taren.

"Lagian liatin Flara gitu amat bang. Suka lo sama dia?" tanya Taren.

"Gak. Gue gak suka sama dia. Ya, dia lumayan cakep la buat gue jadiin mainan sebentar kan." Gamal masih menatap Flara.

"Jangan mainin hati perempuan, Gamal." nada bicara Eger kali ini terdengar serius.

"Yaelah. Masa SMA adalah masa main-main kali, Ger. Jangan serius amat jadi orang. Lebih baik gue nakal dan badboy sekarang daripada pas gue uda nikah nanti nakalnya." Gamal membela dirinya sendiri.

Eger hanya menghela nafasnya. "Pada dasarnya perempuan  berasal dari tulang rusuk kita juga. Kalau lo nyakitin perempuan sama aja lo nyakitin diri lo sendiri." ucapnya.

"Kesambet apaan lo, Ger?" tanya Taren.

"Gue cuma peringatin aja. Karma berlaku buat siapapun termasuk orang ganteng." jawab Eger santai.

Sedangkan Gamal menatap Eger lama. "Lo suka sama Flara?" tanyanya.

Eger menoleh. "Kalau iya, kenapa?" tanyanya.

Gamal pun terpancing emosi. Ia menarik kerah seragam Eger dengan tatapan tajam. Sedangkan Eger masih santai tanpa ekspresi takut.

"Dia punya gue!" bisiknya.

"KALIAN YANG DIBELAKANG SANA! BUBAR! TOLONG IBU BAPAK BAWA DUA ANAK ITU KE RUANGAN BK." ucap kepala sekolah dengan mic didepan lapangan.

Dua guru pun langsung datang dan mendekati kedua lelaki itu. Mereka membawa Gamal dan Eger menuju ruang BK. Saat melewati Flara, Gamal masih sempat-sempatnya mengedipkan sebelah matanya ke arah gadis itu.

Setibanya di ruangan bk, disana sudah ada satu guru laki-laki berwajah tegas dan bermata tajam. Ia memerintahkan Gamal dan Eger untuk duduk.didepan dirinya.

"Jadi jelaskan kebapak kenapa kalian berantam saat upacara?" tanya guru itu.

"Gamal balikin sempak saya tanpa dicuci pak. Bau tai." jawab Eger asal.

Mata Gamal membulat. "Eh apa-apaan! Lo memutarbalikkan fakta, njing!" ucapnya.

"Jaga omongan kalian! Kalian pikir ini sekolah punya bapak kalian!" bentak guru itu.

"Saya gak punya bapak. Gimana dong?" jawab Eger.

"Bapak saya juga gak mungkin mau punya sekolah kalau kerjaan dia nangkep orang." sambung Gamal.

"Seengganya bersyukur punya bapak." ucap Eger cuek.

"Sejak kapan gue gak bersyukur woy! Elu iri?" ejek Gamal.

Bapak guru itu pun memijat kepalanya. Sangat pusing menghadapi kedua muridnya itu. "Jangan sampe bapak jedotin kepala kalian berdua ya! Stop! Kalian akan bapak hukum." ucapnya tegas.

"Dari tadi kek pak. Saya juga kesel ada satu ruangan sama ini orang." ucap Eger.

"Lo kira lo doang? Gue juga ogah!" balas Gamal.

"BAPAK HUKUM KALIAN BERSIHKAN LAPANGAN DENGAN KAIN KECIL SAMPAI BERSIH!" teriak bapak guru itu tidak sabar lagi.

"Kainnya mana pak?" tanya Eger polos.

"BELI DIKANTIN!" jawab guru mereka kesal.

"Yaelah pak. Jangan marah mulu napa. Selow aja. Liat tuh muka uda ketat banget kaya baju penari tiang." ejek Gamal.

"KERJAKAN SEKARANG!!!!!!!"

"KERJAKAN SEKARANG!!!!!!!"

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Gamal & Flara [Completed]Where stories live. Discover now