•᭝ꔛ⃟🥛𝟽.

892 134 11
                                    

[cr : @Kanoh01 on Twitter]

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

[cr : @Kanoh01 on Twitter]

.
.
.
"Firasat buruk"
.
.
.
.
𝙃𝘼𝙋𝙋𝙔 𝙍𝙀𝘼𝘿𝙄𝙉𝙂-!

──╼╼◗⬚̷⃕͜⸙༘۪۪۪۫۫۫🥛⸙⃔͜⬚̷◖╼╼╼──

"Apa? Stadium akhir? Kenapa cepat sekali?"

Kageyama menundukkan kepalanya, enggan menatap Akaashi yang tengah berada disampingnya, duduk di sebuah bangku tunggu didepan ruangan 105. Ia memberitahukan informasi tersebut kepada Akaashi setelah dokter menghubungi nya dan mengatakan hal itu dua hari yang lalu saat ia sedang berada di lorong kampus untuk segera pulang, ia tidak suka atmosfer disana.

Akaashi mengusap wajahnya kasar, sesekali menghembuskan napas panjang. Ia letakkan kedua siku tangannya di kedua paha, dengan telapak dan jemari nya saling bertaut tepat didepan wajahnya, menutupi sedikit hidungnya yang mancung. Tak dapat dipungkiri, kasus kali ini sangat jarang ia dengar. Perkiraannya salah, salah total. Hinata tidak akan mati dalam beberapa minggu, tidak. Mungkin satu minggu, lima hari, atau bisa saja dalam beberapa jam dari sekarang. Semua ini kacau, benar-benar diluar perhitungannya.

Hinata sedang melaksanakan kemoterapi, entah jenis apa hingga ia harus melaksanakan itu tanpa diganggu sama sekali. Didalam ruangan hanya ada dokter, seorang perawat dan dirinya. Mereka berdua, Kageyama dan Akaashi tentu saja tidak ingin memaksakan diri. Kemoterapi itu penting, meskipun efek sampingnya sangat dominan, tetap saja tak akan berpengaruh. Rambut berwarna jingga itu sudah menghilang total.

"Ini sulit dipercaya. Kau ada waktu senggang dalam satu minggu kedepan?" Akaashi menatap Kageyama gusar, ia benar-benar khawatir.

"Sayangnya tidak. Hari rabu aku ada studi tambahan. Aku tidak yakin dosen akan memberikan izin, aku tidak bisa mengulang semester di tahun pertama" Jawaban yang mengecewakan, itulah yang dirasakan Akaashi sekarang.

Akaashi benar-benar tidak tau harus apa. Ia juga memiliki kesibukan, ada deadline art yang harus ia selesaikan segera. Ia khawatir jika Hinata akan menghembuskan napas terakhirnya tanpa ada Kageyama disisinya. Entah siapa yang tersakiti disini, namun ia tahu dengan jelas ini bukanlah pertanda baik. Semua orang sibuk, siapa yang akan menemani lelaki itu? Ini semua mimpi buruk. Ia melirik kearah Kageyama, wajah lelaki itu benar-benar pucat. Kageyama benar-benar dibuat bimbang antara mengurus pendidikannya atau menemani Hinata di kondisi kritis.

"Benar-benar tidak bisa diusahakan?" Akaashi memastikan sekali lagi, dan Kageyama hanya menggeleng lemah, ia terlihat sangat prustasi.

"Aku sebenarnya ada pekerjaan yang harus diurus, tapi aku akan menyelesaikan itu secepatnya. Kemungkinan besar aku bisa menemaninya di beberapa hari dalam satu minggu ini" Akaashi bangkit, lalu menatap Kageyama datar.

Never Enough [Kagehina]--ver Where stories live. Discover now