e n a m

2.1K 339 105
                                    

"Ini titipan untukmu darinya."

Sebuah surat terulur di hadapanku.

"Terima kasih," balasku dengan tersenyum tipis.

Anak itu pergi.

Dengan segera aku melangkah menuju asramaku dan langsung masuk ke dalam kamarku.

Menaruh buku-buku yang tadi ku bawa di nakas sebelum duduk di ranjang.

Dalam diam aku membuka surat itu.

Dear, Tom Marvolo Riddle.

Hai.
Aku senang kau tidak sedih saat aku harus pergi.
Maaf baru memberitahumu sekarang.
Tapi aku punya kanker otak sejak umur 7 tahun.
Tidak ada yang pernah tahu.
Bahkan kakak panti sekalipun saat itu.
Aku tak mau merepotkan siapapun.

Kau pasti bertanya-tanya kan darimana aku tahu kalau aku periksa saja tidak pernah?

Akan ku jawab.

Ibuku meninggal karena penyakit itu, dan sebelum ia meninggal ia pernah menuliskan bahwa mungkin saja penyakitnya menurun padaku.

Awalnya aku kira saat mimisan pertama kali, aku hanya terlalu lelah.
Tapi aku mulai sadar saat mimisan itu terus berlanjut diikuti sakit kepala yang hebat.

Kau adalah alasan kenapa aku masih hidup sampai umurku 14 tahun, Tom.
Dan aku ingin berterima kasih banyak akan hal itu.

Kau harus bahagia karena aku sudah tidak ada.
Tidak ada yang akan mengikutimu lagi.
Tidak ada yang akan mengganggumu lagi.

Sejujurnya aku sedikit tenang saat kau mengatakan akan senang jika aku mati.
Jadi kau harus lebih senang karena harapanmu terwujud saat ini ya.

Aku menyukaimu, Tom.

Ini tepat ke-40 kali aku mengatakannya padamu.
Perkiraanku tidak meleset.

Harapanku terwujud kan?

Tapi Tom,
Saat aku menulis surat ini, aku sadar satu hal.
Aku tak lagi menyukaimu.
Tapi, aku mencintaimu.

You are my first and last love.

Semoga kau selalu bahagia, Tom.

Your Girl

Mataku terasa panas setelah membaca surat darinya.

Hatiku sedikit sesak.

Rasanya seperti ada satu bagiannya yang hilang.

Perasaan asing yang menyiksaku.

Dan dari sana aku sadar bahwa harapannya saat itu tak terwujud.

Aku juga mencintainya.

RegretTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang