Sebuah Pilihan

40 9 8
                                    

Paginya dimulai dengan dering alarm yang begitu berisik

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Paginya dimulai dengan dering alarm yang begitu berisik. Tangan itu terjulur dari balik selimut yang membungkus seluruh tubuhnya, lantas segera menghentikan dering yang mengganggu lelap. Lalu menyingkap bagian atas selimut hingga tampak kedua mata itu yang terbuka dan kembali terpejam. Beberapa detik kemudian, kedua matanya terbuka lagi dan mengerjap pelan, menyesuaikan cahaya yang menyusup melalui celah gorden.

Kembali melirik jam guna memastikan. Lalu kedua matanya sontak membola dengan cepat ia bangkit dan berlari keluar kamar dan menuju kamar mandi. "Astaga, ceroboh sekali," dumalnya pada diri sendiri. Karena seingat dia, semalam tangannya mengatur alarm pukul 6 pagi, tetapi tahu-tahu ternyata pukul 7. Mungkin semalam tangannya keseleo.

"Argh, sial sekali," rutuknya tiba-tiba ketika jempol kakinya tak sengaja tersandung sikat WC.

Menyelesaikan kegiatan mandinya dengan secepat kilat, lantas bersiap diri dengan segera tanpa membuang waktu, bahkan hanya untuk bersenandung dengan lagu favoritnya. Meraih map yang di dalamnya terdapat dokumen lengkap yang akan ia gunakan untuk melamar pekerjaan. Mengambil sepatu hak nya dan memakainya dengan gerakan tergesa, lalu ketika sepasang sepatu itu telah terpasang, dan berjalan selangkah melewati pintu flatnya, yang terjadi adalah..."Sialan."

Paginya dipenuhi dengan rutukan yang tak begitu berarti, manatap geram hak sepatu yang tergeletak menggenaskan. Tanpa berpikir panjang, ia pun melepas sepatunya yang sebelah, dan memukulkan haknya pada tepi pintu hingga hak itu pun turut terlepas. Dan yang terjadi adalah sepatu haknya berubah menjadi sepatu biasa.

****

Setelah menempuh perjalanan menggunakan bus kota, kini ia berdiri di depan salah satu gedung yang menjulang tinggi sembari membayangkan betapa bahagianya dia jika diterima di sana. Lalu melirik sekilas map yang ia bawa disusul dengan helaan napas kecewa. "Kau seharusnya sadar, Nara. Kau lulusan tingkat SMA, mana bisa diterima kerja di perusahaan seperti itu," ujarnya lagi-lagi ditujukan pada dirinya sendiri.

Kembali melanjutkan langkahnya hingga tiba di halte bus. Entah ini sebuah keberuntungan atau tidak, tetapi tak jauh dari ia terduduk, kedua matanya menyorot selembar kertas yang menempel di tiang halte.

"Membutuhkan karyawan"

Bibirnya tertarik ke atas, dengan riang tangannya mengambil brosur itu dan lekas menaiki bus yang beberapa saat telah berhenti. Bersenandung riang di dalam bus, seraya membuka jendela bus dan menikmati angin yang menerpa wajahnya. "Ah, pagi yang indah," gumamnya. Lantas tak lama kemudian langit mendadak mendung dan disertai hujan yang turun cukup deras, bersamaan dengan itu, ia menatap langit dengan air muka yang turut berubah datar, "tak begitu indah ternyata," keluhnya.

****

"Anda boleh bekerja mulai besok."

"Baik, terima kasih. Terima kasih banyak," ucap Nara girang tak mampu menahan dirinya untuk tak tersenyum lebar.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 02, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

RANDA TAPAKWhere stories live. Discover now