07 || That Girl

37 6 0
                                    

Yuna melewati hari ini dengan lancar dan penuh keriangan. Yuna merasa telah menemukan dunianya, ia menyapukan kuas penuh cat di atas kanvas dengan penuh antusias. Setelah kegiatan berakhir, Yuna dengan segera bergegas membereskan semua peralatan lukisnya untuk bersiap-siap pulang.

“Yuna,” panggil Kenzi yang duduk di sampingnya.

“Iya,” sahut Yuna dengan suara lembutnya.

“Pulang sama siapa?”

“Emang kenapa?”

“Pulang sama aku yuk.”

“Terima kasih tawarannya, tapi aku pulang sama supirku aja,” ucap Yuna sambil merogoh tas mencari ponselnya. “Duh, kok lowbatt,” gumamnya setelah menemukan benda persegi panjang itu tak menyala.

Kenzi tersenyum tipis melihat bagaimana raut gemas Yuna saat mengeluh karena ketidakberuntungannya. “Mau pinjem HP-ku ngga?” tawarnya.

Yuna menggeleng. “Aku ngga hapal nomor telepon Pak Bambang.”

“Jadi nama supirnya Pak Bambang,” ucap Kenzi dalam hati, “Yauda, pulang sama aku aja,” ucapnya memberi penawaran yang lain.

Yuna bingung, jika ia menolak ntah bagaimana ia akan pulang ke rumah. Namun, jika ia menyetujui tawaran tersebut…

“Tenang, aku ngga gigit kok. Aku juga ngga akan macem-macem,” ucap Kenzi berusaha meyakinkan.

“Eunggg,” Yuna makin bimbang.
Namun, apa boleh buat?

“Yauda deh, aku pulang bareng kamu,” jawabnya dengan sedikit ragu.

Yuna dan Kenzi bersiap menuju parkiran dimana mobil Kenzi berada.

“Yuna,” panggil Theo seketika membuat dua insan itu mengehentikan langkahnya.

“Gimana? Supir kamu jadi jemput ngga?” tanya Theo.

Yuna menggeleng.

“Loh, kenapa?”

“HP-nya lowbatt. Jadi, Yuna ngga bisa telepon supirnya,” sahut Kenzi.

Theo mengangguk paham. “Apa mau bareng aku?” tanyanya.

Yuna terdiam. Lagi-lagi ia dibuat bingung. Kenzi atau Theo, ya? Tanyanya pada diri sendiri.

Kenzi yang melihat kebingungan tercetak dengan jelas di wajah cantik Yuna seketika menjawab, “Sama aku aja, Bro. Kayanya mau hujan deras, kasihan kalau nanti kehujanan.”

“Bener juga,” sahut Theo menyetujui perkataan Kenzi, “Ya udah kalau gitu. Hati-hati, ya, bawa mobilnya. Anak gadis orang nih.”

Kenzi tertawa kecil sambil menepuk pundak Theo beberapa kali. “Iya-iya, santai aja. Kamu kaya baru kenal aku kemarin.”

Theo tersenyum. “Ya udah sana.”

****

Mobil Kenzi melaju dengan kecepatan sedang di bawah derasnya hujan yang mengguyur kota Yogyakarta petang ini. Keheningan terjadi di sepanjang perjalanan, hanya suara hujan yang menemani keduanya.

Kenzi berdehem, jujur saja baru kali ini ia merasa sulit mencairkan suasana. Apa karena orang yang sedang bersamanya adalah Yuna? Ntah lah.

“Yuna,” panggilnya.

“Iya?”

“Eumm, rumah kamu dimana?”

“Eh.” Yuna sedikit terkejut, bagaimana ia bisa lupa memberikan alamat rumahnya pada Kenzi. “Rumahku di komplek Kuantan Regency Wirobrajan,” paparnya.

My Second Life (Completed)Opowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz