chapter 22: forget it and stay away

368 72 55
                                    

"Jadi gitu ceritanya Pak John."




Berikutnya...



Plak bukkk bukkk plakk



"Aduh aduh, sakit Pak!" Doyoung menggunakan kedua tangannya sebagai tameng saat Johnny memukul dirinya berkali-kali dengan gulungan koran, lagi.

"Dasar tolol, baru kali ini saya ketemu orang sebang-----!!!" Johnny mengurungkan kalimat selanjutnya karena sang istri melayangkan tatapan tajam padanya dari meja kasir, nyaris saja kena marah. "Hadeh, emang kamu masih punya muka buat ngedeketin si Jeongyeon?"

"Muka saya kan ganteng, ya masih lah."

"Bodoh, nggak tahu malu! Saya pengen banget mengumpat habis-habisan di depan wajahmu semisal istri saya lagi nggak disini," omel Johnny padahal Doyoung hanya bergurau.

Tolong peringatkan Saudara Kim, ini bukan waktu yang tepat untuk bercanda karena Saudara Seo sudah terlanjur emosi. "Kamu udah nggak waras, Kim Doyoung!"

"Ya ampun, emang kenapa sih?"

"Masih tanya kenapa? Perbuatan kamu itu loh, bisa-bisanya masih punya nyali ngedeketin orang yang terang-terangan pernah kamu sakiti. Dari pada memendam rasa suka mending kamu minta maaf, bodoh!"

"Udah kemarin."

"Begitu saja, kamu pikir cukup?!"

Bahu Doyoung melemas, Johnny memang benar. Meminta maaf saja rasanya tidak cukup walaupun kemarin Jeongyeon bilang jika sudah memaafkannya. Ia terlalu percaya diri tanpa sadar akan perbuatan menyakitkan yang dulu pernah ia lakukan. Meminta maaf tak akan membuat kaca yang pecah berubah menjadi utuh seperti semula, pada kenyatannya waktu tidak bisa diputar kembali.

Kemudian nada bicaranya berubah rendah. "Pak John bener, saya harus gimana ya?"

"Ya, pikir sendiri sana!" jawab Johnny masih dengan raut wajah kesal, tekanan darahnya sudah pasti naik karena marah-marah dengan Doyoung hari ini.

"Yah, Pak, Pak. Kirain mau ngasih saya wejangan!"

"Not my problem, urus sendiri lah. Kesel saya ngomong sama kamu, Doy."

"Saya percaya kalau karma itu ada dan sekarang malah kemakan omongan saya sendiri. Menyesal, sedih, cuma itu yang berputar dalam kepala saya," lanjut Doyoung. "Saya sudah berusaha mencari Jeongyeon sejak lama dan akhirnya kami sekarang sudah dipertemukan kembali. Saya cuma takut akan satu hal."

"Apa?" tanya Johnny datar.

Diam-diam ia masih penasaran juga dengan pikiran Doyoung. Johnny ingin tahu bagaimana keseriusan temannya itu dalam menghadapi situasi pelik namun tidak penting ini. Kenapa tidak penting? Karena sejatinya mereka sudah punya kehidupan masing-masing yang tentu tidak ada hubungannya dengan satu sama lain. Semoga saja Doyoung tidak sedang bicara omong kosong.

"Takut kalau kembali menyakiti dia."

"Ada solusinya, lupakan dan jauhi dia," balas Johnny super santai. "Just simple."

"Simple pala kau!" jerit Doyoung dalam hati. "Lah, nggak bisa gitu dong!"

"Loh, ngegas. Berani kamu sama saya?" Johnny sudah menodongkan gulungan koran dan memasang ancang-ancang untuk melakukan serangan lagi. Sulit memang jika harus berbicara dengan orang yang memiliki kepercayaan diri yang terlalu tinggi.

"Nggak, Pak, ampun. Tapi beneran saya kena karma ini, saya udah sadar," ujar Doyoung. "Ternyata saya cinta sama Jeongyeon."

Johnny menghembuskan napas panjang begitu mendengar sepenggal kalimat buaya terakhir. "Benar-benar ya, harus ngerasain susah dulu baru sadar sama kesalahan sendiri. Saya bingung sama orang-orang jaman sekarang."








Love and Pain ft. kdy & yjyWhere stories live. Discover now