1

410 41 0
                                    

Tiada hari tanpa adu mulut adalah prinsip hidup Jungwon dan Sunoo. Dalam keadaan apapun, di tempat manapun, di situasi bagaimanapun, jika keduanya berpijak pada tanah yang sama, lontaran kalimat pertentangan akan selalu terdengar saling sahut menyahut. Tidak percaya? Tanyakan saja pada dua laki-laki tangguh rungu ini; Jay dan Sunghoon.

Terkadang, keduanya kerap kali hanya bisa menghela napas pasrah, kala para kesayangannya memulai perang yang tidak pernah menuai akhir itu. Seperti saat ini, di warung Teh Mina tepat setelah pertandingan persahabatan antar sekolahnya dengan sekolah tetangga usai, keempatnya memutuskan untuk melakukan perayaan kecil-kecilan atas kemenangan hari ini. Sayang sekali, acara makan sebagai bentuk perayaan kemenangan itu, tidak lagi terasa seperti perayaan. Panas telinga sudah bukan lagi bahan keluhan. Sebab, dilerai sedemikian rupa pun, hanya semprotan tak berperasaan yang akan diterima.

"Aku bilang, Kak Jay yang keren. Nyetak gol aja sampai lebih dari lima kali." Kata si yang paling bungsu dengan nada penuh penekanan.

"Denger ya anak kecil. Kak Sunghoon lah yang unggul, kalau pergerakan lawan gak diblok sama dia mah ya mana bisa Kak Jay nyetak gol?" Sahut yang lebih tua dengan nada serupa.

Jangan tanya bagaimana reaksi yang diberikan Jay juga Sunghoon, yang jelas, keduanya sama-sama lebih memilih menenggelamkan wajah pada tumpukan tangan di atas meja. Makan pun rasanya sudah hilang selera, sebab pengang pada telinga mencuri seluruh antusiasme yang ada.

Aneh. Tidak ada sahutan lagi dari si pemilik mata cantik. Ini rasanya terlalu hening, terlalu senyap untuk ukuran Jungwon dan Sunoo dalam keadaan berhadapan seperti ini.

Hingga di sana, di saat Jay mengangkat wajah dari persembunyiannya, ia menemukan si kesayangan sudah siap menumpahkan liquid bening dari tiap sudut mata.

Panik bukan lagi kata yang cocok untuk menjabarkan bagaimana keadaan Jay saat ini. Pasalnya, ini kali pertama ia menemukan Jungwon hampir menangis seperti itu.

Tidak beda jauh dari Jay, Sunghoon pun melonjak kaget dengan bagaimana Jungwon menanggapi kalimat Sang kekasih dengan begitu serius. Sebab, sebelumnya, tidak ada perkataan Sunoo yang mampu menembus pertahanan si bungsu begitu mudah. Bahkan ketika Sunoo membeberkan betapa berisiknya Jungwon ketika tidur. Padahal, semua orang tahu bahwa Jungwon tidak pernah suka pada siapapun yang menyinggung aktivitas tidurnya.

Betapa Jay kalang kabut kala ia menemukan tatapan penuh luka, terbit di kedua mata indah kesayangannya. Bibir bergetar, bergerak perlahan menyusun kata yang bermakna pulang, tanpa suara. Jay mengerti, dengan begitu ia raih tangan Jungwon untuk ia bawa dalam dekap penuh afeksinya. Kata penenang tidak luput ia suarakan hanya agar si manis tak lagi merasakan sedih menyelubung. Jay berlalu dari tempat, persekian detik haturkan pamit pada Sunghoon dan Sunoo tentunya.

Sedang Sunghoon, menatap penuh curiga pada Sunoo yang terlihat begitu congkak, sedikit pun tidak ada perasaan bersalah yang ia tunjukkan. Tapi kembali pada realita, Sunghoon hingga detik ini tidak pernah mengerti pada dinamika Kakak-beradik yang terjalin jauh sebelum ia menemukan keduanya.

Jadi, untuk kali ini, baik Sunghoon maupun Jay, hanya mampu menyaksikan bagaimana pertengkaran main-main yang tak berujung itu kian merumit dan mengusut.

Bagaimana rasanya ketika hari Minggu pagi sudah dibuat pusing dengan kekeraskepalaan seorang Sunoo? Jelas menguras perasaan juga tenaga.

Semua itu berawal dari pesan singkat kapten kesayangan semua anggota tim, semalam. Di pesan itu, dengan gamblang Jay meminta bantuannya untuk sedikit meluluhkan Sunoo,

"Tolongin gua, tolong buat Sunoo mau minta maaf sama Jungwon. Sumpah Hoon, Jungwon mogok makan gara-gara tengkar beberapa hari lalu. Dia bisa mati kelaparan lama-lama kalau begini caranya."

Kurang lebih, begitulah pesan yang ia terima semalam. Bagaimana caranya ia menolak jika isi pesannya seperti itu. Sulit. Tapi meluluhkan Sunoo pun jauh lebih sulit lagi.

"Ayolah yang, kamu masa gak kasian sama adik kamu sendiri sih? Adik kamu loh itu, nanti dia gak ada, kamu sedih."

Adalah kalimat rayu yang sudah lebih dari lima kali ia suarakan.

"Dia gak bakal kemana-mana juga."

Dan adalah penolakan yang berkali-kali pula Sunoo sahutkan pada Sunghoon.

Hela napas menyerah akhirnya Sunghoon keluarkan. Biar saja nanti Jay mengomel, yang terpenting ia sudah mencoba meski gagal.

Tetapi rasa penasaran kini membumbung tinggi. Penasaran pada apa yang sebenarnya tengah terjadi di antara dua orang ini, hingga sudah beberapa hari berlalu, keduanya masih enggan saling mengampun. Ini langka, sebab sebelumnya tidak pernah sampai selama ini.

"Yang." Panggilan yang hanya disahuti Sunoo dengan deheman.

"Serius aku nanya deh." Kalimat penyambung yang membuahkan atensi penuh dari si manis yang sejak tadi sibuk dengan naskah-naskah lirik lagu yang mesti dihapalnya.

"Apa?" Katanya tanpa menaruh minat yang berarti.

"Kamu sama Jungwon–"

"Gak ada apa-apa. Kita cuma begini aja."

Lagi-lagi Sunghoon harus menelan paksa untaian tanya yang sudah lama sekali mencokol dalam diri. Kalimat final dari Sunoo yang Sunghoon yakin tidak ingin diperpanjang lagi, membuatnya urung untuk menggali lebih jauh. Sebab, artinya, Sunoo enggan memberi fakta, enggan memperjelas kenapa. Bungkam adalah satu-satunya cara agar marah tidak merambat pada hal yang tidak seharusnya.

"Jam sepuluh masih satu jam lagi. Aku males harus nunggu di sini doang. Ayo keluar aja cari makan, aku belum sarapan juga, Kak."

Siapa Sunghoon mampu menolak inginnya kesayangan? Jadi, ia tempatkan satu lengannya di antara bahu Sunoo, membawanya keluar ruang mencari apa yang jadi inginnya Sunoo.

Satu jam berlalu, tapi Jay belum juga menyingkirkan makanan-makanan yang ia masak dengan penuh cinta pada beberapa jam lalu.

Sudah beberapa hari ini Jungwon seperti sedang berdemo entah pada apa pula ia tidak tahu. Makan sekali sehari, itu pun hanya habis setengah mangkuk. Tidak berselera adalah kalimat andalan yang kerap kali si manis lontarkan, kala Jay mulai melancarkan aksi memaksanya.

Ini sungguh membuat Jay pusing tiada tanding.

Lagipula, Jay benar-benar heran dengan bonded Kakak-beradik yang Jungwon juga Sunoo miliki ini. Hidup berdua di perantauan, bukan menjalin kerja sama yang epik agar bisa bertahan hidup dengan baik, keduanya malah membentangkan benang pertentangan, saling tidak ingin dilangkahi.

Benar-benar bonded yang kacau dan merepotkan.

"Mau kemana, Kak?" Tanyanya, sarat akan kemanjaan mengalun indah di telinga Jay. Membuat separuh dari dirinya meluruhkan kembali kesal yang sempat mengendap.

Jay kembali berbalik hanya untuk mengusak gemas puncak kepala yang disayangnya.

"Mau simpan makanan ini. Kamu 'kan gak mau makan."

Izin sekaligus keluhan itu membuahkan tatap sesal dari kedua manik cantik milik Jungwon. Tatap yang nyaris membuat sekujur tubuh Jay melebur pada ketidaktahanan. Ia urungkan niat untuk sejenak berlalu, lebih memilih kembali pada sofa tanggung yang jadi singgasana tetap Jungwon di beberapa jam terakhir.

"Kenapa, sayang? Hm?"

Jay usap lembut surai hitam milik Jungwon, ia perhatikan betapa fitur wajah itu terpatri begitu sempurna. Begitu menawan. Begitu pas.

Yang ditatap penuh puja itu, kini menghadapkan tubuh tepat ke arah Jay. Menyuguhkan pemandangan yang jauh lebih indah pun lebih sempurna. Tatap yang semula dipenuhi sesal itu beralih kerja menjadi tatap berseri. Menghasilkan senyum hangat terbit di bilah tipis milik Jay.

"Ini dimasak Kak Jay 'kan tadi?"

Jay mengangguk.

"Kalau gitu, aku mau makan. Tapi disuapin?"

Kali ini senyum yang lebih lebar Jay haturkan. Tentu saja Jay akan melakukannya dengan senang hati. Menyuapi Jungwon? Seumur hidup pun Jay sanggup untuk melakukannya.

how to stop argue [enhypen]Where stories live. Discover now