Prolog

73K 6.2K 1.2K
                                    

Gue menatap kosong ke arah Emak gue yang saat ini mengibas-ibaskan beberapa lembar uang yang ada di tangannya dan menggunakannya seperti kipas angin dengan senyuman pamer yang ia tunjukkan ke arah gue.

Bukan. Bukan karena uang yang dia pamerin yang bikin gue melongo nggak jelas kayak gini. Melainkan satu berita yang baru saja beliau ucapkan yang dengan entengnya bilang kalau mulai besok gue bakal menikah dengan salah satu kenalannya.

"Apa? Kamu nggak salah denger kok. Besok kamu nikah. Kamu Emak jual. Nih duitnya, banyak." ungkap beliau lalu menghentikan aksi mengibas uangnya untuk membuka satu koper berukuran sedang yang ternyata berisi uang berwarna merah yang terlihat sangat banyak dan memenuhi koper tersebut.

"Jadi mulai hari ini, kamu bukan anak Emak lagi. Udah sana kamu kemas baju-bajumu, sebentar lagi calon mertua kamu jemput. Emak mau jalan-jalan dulu. Makasih ya udah berguna buat Emak." ujarnya yang kemudian menutup kembali koper tersebut untuk ia bawa dan keluar dari kamar gue meninggalkan gue yang masih aja bengong menatap kepergiannya.

Gue masih belum bisa mencerna apa yang terjadi walaupun Emak udah jelasinnya dengan lantang. Gue masih berpikir kalo emak bercanda, sampai beberapa menit kemudian ada seseorang yang dateng dengan mobil mewah yang dinaikinya dan mengaku kalau dirinya adalah mertua gue yang akan menjadi menantunya mulai besok.

Dan disini lah gue sekarang. Masih terbengong dengan setelan jas pernikahan yang menyelimuti tubuh gue. Menatapi beberapa tamu undangan yang hadir yang mana nggak ada satupun dari mereka yang gue kenal. Bahkan Emak gue sendiri pun nggak dateng dan ngebuat gue hampir frustasi semaleman memikirkan semua hal yang telah terjadi.

Apalagi saat gue mengetahui kalau calon mempelai yang akan menikah sama gue adalah seorang cowok. SEORANG COWOK.

Punya kelamin yang sama, sama gue cok!

Gue syok berat dan hampir pingsan setelah melihat dengan mata kepala gue sendiri begitu gue udah sampai di altar dan mendapati sosok itu yang parahnya cowok itu adalah cowok yang paling nggak gue senengin di sekolah.

Iya! Dia Liwa.

Cowok paling sombong seantero sekolah! Selalu memamerkan kekayaannya ke murid-murid lainnya dan mentraktir seisi kelas yang mana cuma gue sendiri yang nggak pernah masuk daftar traktirannya. Nggak, bukan itu yang bikin gue benci sama dia.

Melainkan karena dia selalu merebut apa yang harusnya jadi milik gue.

Misalnya, tahun kemaren tuh harusnya gue yang peringkat pertama setelah mendapatkan nilai hampir sempurna. Nah, entah angin darimana. Liwa yang awalnya cuma ngandelin kekayaan dan lemah di akademik tiba-tiba berada di peringkat pertama terus senyum menang menatap gue setelah dia sendiri mengaku kalau ia sudah menyogok Wali Kelas supaya dia yang peringkat pertama.

Gue awalnya nggak percaya. Tapi setelah gue tanya, ternyata semua ucapannya bener. Gue merasa nggak adil dan protes. Tapi malah gue yang diadili dan dituntut. Dan karena gue orang miskin yang nggak punya banyak duit, jadinya gue menyerah dan pasrah akan semua yang telah terjadi.

Tapi entah kenapa gue berakhir disini. Menikah sama cowok yang gue benci yang saat ini dirinya sedang asyik mengobrol dengan beberapa orang disana dan mengabaikan gue yang cuma duduk diem menatapinya. Untungnya pernikahan ini nggak membuat gue ciuman sama dia setelah diketahui alasannya bahwa kami masih dibawah umur.

Gue nggak berharap dia perduli sama gue. Karena gue juga ogah-ogahan menatap muka dia. Jadi ya itu nggak masalah. Yang jadi masalah itu adalah kehidupan gue selanjutnya. Gue yang beberapa hari yang lalu mendapatkan mimpi indah, kini harus terbangun dan menghadapi kenyataan yang pahit. Gue sendiri pun nggak tau lagi harus ngelakuin apa setelah acara pernikahan berakhir dan Ibu maupun Ayah Liwa menyuruh gue untuk masuk ke dalam mobilnya dan duduk disamping Liwa yang udah terlelap akibat kelelahan menyambut para tamu.

"Selamat bergabung di keluarga kami ya, Sayang." ucap Ibu Liwa dengan ramah. Memamerkan senyumnya yang terlihat indah walaupun diusianya yang sudah cukup tua.

Gue cuma mengangguk dan membalas senyumannya. Setelah itu keadaan dalam mobil menjadi hening menyisakan gue yang menatap wajah Liwa yang saat ini sedang terlelap dengan setelan bajunya yang nggak jauh berbeda sama yang gue pakai.

Melihat mukanya, rasanya pengen gue pukulin saat mengingat muka songongnya yang selalu ngeremehin gue disekolah. Tapi karena sekarang ada orang tuanya, gue pun menahan diri sampai akhirnya mobil yang Ayahnya kendarai berhenti di depan rumah yang terlihat sederhana namun masih terkesan mewah dengan beberapa hal yang ada disana.

Awalnya gue pikir itu rumah Liwa dan orang tuanya. Tapi gue salah, ternyata rumah tersebut adalah rumah gue sama Liwa mulai hari ini yang ngebuat gue mau nggak mau ngucapin terima kasih karena gue nggak harus merasa canggung setiap harinya menghadapi kedua orang tua yang sudah menjadi mertua gue itu.

Entah karena Liwa tidurnya terlalu lelap atau emang dia sengaja nggak mau bangun sehingga membuat gue harus menuntunnya masuk ke dalam rumah setelah kedua orang tuanya pergi meninggalkan gue sendirian yang bahkan belum tau bagian-bagian di dalam rumah tersebut untuk membawa Liwa ke dalam kamar.

Gue yang merasa berat dan capek menuntun tubuhnya yang memiliki berat diatas rata-rata. Akhirnya meletakkannya begitu saja di atas lantai setelah menyadari kalau nggak ada siapapun disini, sehingga membuat gue nggak harus berpura-pura lagi perduli sama cowok yang bahkan nggak pernah nyebut nama gue setiap kali bertemu yang padahal gue sama dia selalu satu kelas hingga sekarang udah menginjak kelas senior.

"Kalo aja sikap lo nggak busuk ke gue dan bikin gue nggak benci sama elo. Mungkin gue nggak terlalu keberatan sama pernikahan ini." ucap gue lalu menendang kakinya pelan sebelum akhirnya meninggalkannya begitu saja di lantai untuk kembali mencari ruangan yang bisa gue sebut kamar sehingga gue bisa mengistirahatkan diri.

Setelah menemukannya gue pun masuk dan merebahkan tubuh gue ke atas kasur yang terasa sangat nyaman. Dan karena kenyamanan itu pula lah yang membuat gue perlahan memejamkan mata dan terlelap untuk masuk ke alam bawah sadar gue setelah seharian ini merasakan lelah memikirkan hal yang semuanya terjadi secara tiba-tiba.

Tapi bagaimanapun itu. Gue harus menerimanya, dan menjalani kehidupan gue yang udah berubah drastis karena orang tua gue sendiri udah nggak menginginkan gue di kehidupannya. Menyedihkan memang, tapi masih bisa gue tahan untuk gue terima.

Ya... setidaknya untuk saat ini.

• • •

end of prolog...

Married An Enemy [TAMAT]Where stories live. Discover now