Wattpad Original
Ada 1 bab gratis lagi

Bab 8 - The Art Gallery

17.5K 2.3K 94
                                    

Gwen kabur dari rumah. Ralat, dia tidak benar-benar kabur, melainkan singgah ke rumah lamanya dengan alasan rindu pada ibunya. Namun dia melakukannya tidak lama setelah bertengkar dengan suaminya. Duke Edmund sendiri tidak banyak bertanya ketika Gwen menyampaikan keinginannya itu melalui William, sang butler.

Rufus, seekor pit bull besar yang menjaga kediaman orang tuanya seakan sudah mencium bau Gwen, bahkan sebelum kereta kudanya berhenti di depan gerbang mereka. Rufus yang berbulu gelap dan nyaris seukuran anak kuda itu menyalak dan melompat riang menyambut Gwen, menghujaninya dengan liur dan membuat gaun indahnya ternoda tanah. Rufus tentunya tidak diajari bagaimana caranya bersikap di depan seorang duchess. Baginya Gwen tetap sama, gadis manja nan periang yang suka berbagi makan malam bersamanya selama empat tahun terakhir.

Gwen tertawa, beban pikirannya terangkat seketika. Padahal dia sudah menghabiskan beberapa hari terakhir dengan perasaan mendung. Gwen sudah menyerah. Dia tidak lagi akan mengharapkan apa pun dari Edmund. Sama seperti yang dialami banyak pasangan bangsawan lain. Mereka menikah tanpa cinta, semua demi gelar dan kehormatan keluarga mereka. Tidak banyak pasangan yang dipertemukan karena perjodohan dan bisa benar-benar saling mencintai di sisa umur pernikahan mereka. Salah satunya adalah orang tua Gwen.

Mungkin Gwen akan terbiasa melihat wajah suaminya yang dingin dan tersenyum seadanya terhadapnya. Tapi untuk saat ini, dia sama sekali tidak mau melihat wajah Edmund. Gwen sendiri tidak menyangka kalau wajah pujaannya bisa terlihat begitu menyebalkan saat ini. Edmund terlalu angkuh. Padahal dia bisa saja berbasa-basi dan berkata "mungkin saja", atau "lihat nanti". Tapi dia malah menegaskan kalau tidak akan bisa membalas perasaan Gwen sampai kapan pun. Seakan-akan semua itu sudah dia patenkan dalam kamus hidupnya.

"Gwen, ada apa dengan kunjungan mendadak ini?" Quentin, kakak kandungnya, menyambut dengan baju kesatria kerajaan. Sama seperti Edmund, kakak Gwen mengabdi pada negara sebagai kesatria sekaligus calon penerus Marquis Remian. Dia tampak rapi, seharusnya dia bertugas, tetapi menundanya begitu menerima pemberitahuan mendadak akan kedatangan adiknya.

"Aku hanya ingin berkunjung, kau tidak perlu menungguku," kata Gwen sambil susah payah menahan berat Rufus yang kini berdiri dengan kedua kakinya. Gwen menahan kedua kaki depannya yang terlihat bersiap menjatuhkan badan Gwen ke rumput.

"Rufus! Duduk!" Quentin memerintah.

"Di mana ayah dan ibu?" Gwen bertanya.

"Mereka baru akan pulang besok, seharusnya kau tidak datang mendadak. Ada apa?"

"Aku hanya bosan di rumahku, bertemu kau dan Rufus saja aku sudah senang. Apa kau baru mau pergi?"

"Iya, kereta kudaku sudah siap. Tapi aku jadi ragu, apa boleh aku meninggalkanmu sendirian? Apa yang akan dikatakan Edmund?" Quentin tampak mempertimbangkan dalam kepalanya.

"Sudah kubilang, aku hanya berkunjung. Aku bukan resmi bertamu. Kau tidak perlu repot karenanya." Gwen menggeleng.

"Tidak, kau ikut saja denganku, mungkin kau akan suka tempat yang akan kudatangi kali ini." Quentin mengulurkan tangannya dan menggandeng adiknya untuk menaiki kereta kuda.

***

Gwen bernostalgia. Quentin mengajaknya ke salah satu institusi pendidikan terbesar di Teutonia. Tempat di mana manusia-manusia dengan otak paling cemerlang di seantero kerajaan berkumpul untuk menyerap ilmu. Gwen tentu juga mengenyam pendidikan di sana. Tempat dia akhirnya bisa berteman akrab dengan Putri Gisca dan mulai menjadi pusat perhatian media.

Gwen tidak pernah melanjutkan pendidikannya ke tingkat universitas karena kebanyakan wanita di negaranya tidak mengalaminya. Gwen enggan belajar tanpa para teman wanitanya. Mengambil gelar di tengah para pemuda seumurannya tentu tidak nyaman baginya. Apalagi Gwen disebut sebagai Permata Teutonia dan para pria tentu sering kali melihatnya dengan tatapan penasaran.

The Duchess Wants a DivorceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang