PROLOG

209K 11.1K 237
                                    

"Selamat kepada Neira Asyira menjadi lulusan terbaik tahun 2020, dengan IPK sempurna 4,0."

Riuh tepuk tangan terdengar, ungkapan kagum, sorakan kebahagian menyambut prestasi yang berhasil Neira raih.

Neira sendiri merasa sangat terharu perjuangannya sebagai mahasiswi selama empat tahun ini tidak sia-sia. Mengingat jatuh bangun kuliah dijurusan yang tidak ia inginkan, beratnya sungguh masih terasa.

Perempuan yang baru saja resmi menjadi sarjana itu hanya bisa bertahan karena sayang dengan biaya yang telah dikeluarkan selama dua semester bila ia harus mengulang ujian kembali.

Namun, hari ini semua beban tugas kuliah, dosen killer, berbagai
tekanan  telah terangkat.

"Neira Asyira, S.Pd." Perempuan berumur 22 tahun itu bergumam dengan bangga menambahkan gelar dibelakang namanya.

Dia tahu ini bukanlah akhir, masih ada perjuangan panjang yang harus ia tempuh. Tapi, Neira akan mengingat bahwa ia harus kuat untuk membuat bangga kedua orangtuanya yang telah meninggalkannya.

"Neira, selamat yaa. Ya ampun akhirnya lulus juga kita," ucap Flaya girang.

"Yoi, woy akhirnya kita ga perlu mau meninggoy gegara deg-degan pas diajarin Bu Sena. Anjirlah, masih trauma gue," curhat Dena.

"Sama wey. Selamat juga buat lo berdua. Kalau mau kawin kasih tau lo ya, jangan sampe enggak," ucap Neira menunjuk Flaya dan Dena sambil tersenyum jahil.

"Nikah, Nei. Nikah. Et dah, main kawin - kawin aja," balas Dena sewot.

Neira dan Flaya ketawa ngakak. Mereka tidak lupa berfoto bersama, juga dengan keluarga Flaya dan Dena. Hari ini Neira merasa sangat bahagia.

Malam harinya Neira yang berada di kamar setelah mandi dan berganti pakaian tidurnya, berjalan menghampiri ponselnya yang berdering.

"Halo." Neira menunggu suara menjawabnya. Namun, nihil si Penelepon tidak kunjung bersuara.

"Mas?"

"Happy graduation, maaf belum bisa menghadiri wisuda kamu." Neira tersenyum mendengarnya. Bolehkah ia tersipu, kalimat itu memang diucapkan dengan datar tapi damagenya bukan main. Apalagi membayangkan wajah dinginnya.

"Ya, Mas. Ga apa-apa, aku tau mas lagi ada rapat penting di sana. Makasih udah inget, Mas," ucap Neira lembut. Padahal dia sudah kegirangan di dalam hati, ingin sekali berteriak.

"Oke. Jangan lupa makan dan tidurlah lebih cepat." Sambungan diputuskan begitu saja.

Neira langsung cemberut, "Gue ga habis pikir kenapa suami gue ga ada akhlak begini. Ga tau apa ya istrinya kangen." Perempuan itu mengomel, gemas sekali dengan suaminya itu.

"Yah, apa boleh buat emang dia begitu adanya. Sekarang gue laper, dan ga ada makanan di rumah. Jadi lebih baik gue beli nasi goreng depan komplek aja deh. Jalan kaki aja dah, biar jauh juga gas aja, karena gue lagi seneng hari ini."

Setelah makan nasi goreng di tempat pinggir jalan langsung. Neira memutuskan membeli cemilan dulu agak jauh sedikit melewati gang dan daerah pepohonan. Neira memang terbiasa membeli di tempat - tempat sederhana, tidak mewah. Warung kecil lah istilahnya.

Keadaannya cukup gelap dan sepi. Sampai kemudian di tempat yang terdapat banyak pohon dan rumput yang cukup panjang. Terdengar suara tangis dari bayi. Sangat kecil seakan dia hampir kehabisan tenaga.

Neira menghampiri suara itu. Betapa terkejutnya ia menemukan bayi yang sudah pasti telah ditelantarkan orangtuanya dalam kondisi tanpa selimut padahal cuaca sedang dingin dan banyak sekali nyamuk yang mengigitinya.

"Ya ampun, baby. Tega banget yang ninggalin kamu begini." Neira menangis, hatinya sakit sekali. Ia menggendong bayi itu dan kemudian melihat ada secarik kertas di bawah badan si bayi.

Tolong rawat anakku. Aku sebenarnya tidak tega, tapi aku harus melakukannya. Karena bayi ini cacat. Dia tidak bisa mendengar. Keluarga suamiku sangat marah mengetahuinya. Aku tidak mau bercerai dan melihat dia menikah lagi jadi aku harus menyingkirkan anak ini. Ku mohon rawatlah bayi ini, dia baru berusia sepuluh bulan. Terima kasih banyak.

Hati Neira mencelos. Orangtua yang kejam, tega sekali membuang anaknya. Bolehkah Neira mengutuk mereka?, gatal sekali ingin mengumpat. Ini seperti membuka luka Neira. Sampai ia juga kesulitan bernapas karena rasa sesaknya.

"Sayang, aunty harus bagaimana? Apa tidak apa jika membawamu tinggal bersama aunty?" Neira masih sesegukan. Ia melihat sekitar tetapi tidak ada orang. Tidak tega bila meninggalkan bayi itu sendiri, Neira pun memutuskan untuk membawanya. Jika nanti suaminya dan keluarganya menentang, maka ia siap dengan jalan yang harus ia ambil.

"Kamu anak mama mulai saat ini. Ada mama yang selalu bersama kamu."

👶👶👶

Note: Hei, kamu yang membaca ini. Terima kasih ya sudah mau membaca.

Vote dan komen guys jangan lupa.

Tunggu kelanjutnya yaa.

See u..

12 Maret 2021.

PARENTS [END]Where stories live. Discover now