4. Susu kambing

301 71 17
                                    

"Harta yang paling berharga adalah ginjal bapak."

Bagas Atmajaya

**

Sudah terhitung lima belas menit setelah bel pulang berbunyi dirinya masih asik mengecek uang hasil penjualan kaos kaki, Bagas kembali menghitung, takut ada kekeliruan dan menyebabkan kerugian.

Syamil mendesah lelah, helm yang ia pegang sedari tadi ingin Syamil lemparkan. "Tahan, jangan sampe ini helm bikin agas geger otak, tahan. . ."

Beberapa kali Syamil mencoba mengontrol emosinya, tangannya gatal ingin meleparkan apapun agar mengenai kepala Bagas, entah granat atau bom. Misalnya.

"Gas, udah dong ngitungnya. Tau ga ada mitos kalau misalnya ngitung duit terus, duitnya di gondol sama tuyul." Raffa duduk, cowok itu mengambil teh pucuk yang berada dimeja lalu menegaknya hingga tandas.

Bagas melirik lalu buru-buru merapikan semua uangnya. "Paling juga tuyul bentukannya kaya Lo, ini berhubung gue baik, gue dapet untung banyak, lo pada mau apa? Gua traktir! Asal ga lebih dari goceng."

Nazriel mencibir melempar botol dan beranjak duduk. "Goceng doang mah cetek, gue beli buras sama gorengan aja sepuluh rebu!"

"Yeuh, itu kan Lo! Gue ini miskin na, jadi harus hemat pengeluaran." Alih-alih membalas ucapan Bagas, Nazriel berlari meninggalkan kelas, baru saja ia diberi tau jika ayahnya datang untuk menjemput.

Semua pasang mata tertuju pada Nazriel yang sedang berlari, anak tunggal Lanang itu terdiam ketika sikap Nazriel berubah didepan ayahnya, lebih menjadi anak penurut dan lemah. Mengapa mereka bisa melihat kejadian itu? Karna ayah Nazriel menjemput cowok tersebut didepan lobi. Bahkan Gilang tak merasa jikalau anaknya merasa risih.

"Itu bapaknya seriusan jemput sampai masuk ke sekolah?" Celetuk Krisna.

Raffa melirik lalu menjawab ucapan krisna. "Namanya juga bapaknya, mau dia jemput Nazriel di WC juga kaga masalah na." Krisna mengangguk, masih menatap kedua pria itu.

"Btw ini jadi traktiran nggak bangsat? Gua udah nunggu dua puluh menit ya!" Ujar Syamil, hidungnya kembang kempis seperti akan mengeluarkan api, kepalanya menggebul seolah sedang berfikir walau tidak punya otak.

"Ya kan gue tadi nawarin Amil,"

Semua keluar dari kelas, memikirkan apa yang akan mereka beli dari uang Bagas, hingga semuanya tersentak ketika Jiran ketawa girang kesetanan.

"MENDING BELI SUSU KAMBING! SETUJU GA?"

"Maksudnya kita nete dikambing gitu mas Jiran?"

Netra yang terfokus pada Jiran sekarang berpindah posisi, Bagas sudah mengambil ancang-ancang memukul, Raffa sudah mengeluarkan air, dan Syamil sudah memakai peci pemberian Adam.

"Ruqiah mantap ga?" Tanya Syamil.

"Emang setan kita sama?" Semua terdiam, dan kembali berfikir.

"Coba aja deh, baca ayat kursi. Siapa tau setannya sama. . ." Syamil memegang kepala Krisna, matanya terpejam dan mulutnya mengeluarkan mantra seperti seorang
Dukun.

Hingga matanya terbuka ia melihat wajah Krisna yang sedang bingung. "Yok syahadat yok!"

Bagas menahan mulut Krisna yang akan berbicara. "Jangan ege! Entar dia jadi mualaf! Suka kaga bener!"

"Oh iya ya, istigfar aja deh na." Syamil menepuk bahu Krisna lalu meninggalkan mereka begitu saja.

"Asstagfirullah halazim."

Tunggal Lanang || DreamWhere stories live. Discover now