Bab 11

2.7K 190 9
                                    

*Happy reading*

"Morning, dear!"

Aku langsung menoleh ke sebelah kanan, saat mendengar sapaan yang lumayan familier untukku, ketika aku sedang mengunci rumah sebelum berangkat ke kampus hari ini.

Tenang saja, hari ini gak ada drama dari Kak Sean lagi, kok. Karena aku sudah belajar dari hari kemarin dalam mengurus suamiku itu. Hingga tak ada alasan lagi buat Kak Sean untuk mengomeliku.

Sekarang, pria itu sudah berangkat ke kantor, setelah menghabiskan sarapan yang tumben mau dia sentuh.

"Morning, An," balasku dengan Riang, saat melihat keberadaan Ana. Tetangga loft, yang sangat baik hati.

Ana itu seorang janda, yang memutuskan tidak menikah lagi setelah suaminya meninggal.

Ana bilang, cintanya pada suaminya kekal, hingga tak bisa menerima pria manapun lagi.

Lagipula, kini umurnya sudah lebih dari 50 tahun. Dia sudah tak memiliki hasrat untuk berumah tangga lagi.

Toh, kalau soal kebutuhan biologis, dia masih mampu membayar gigolo manapun untuk memuaskannya.

Jangan kaget, ini Luar nergi. Tentunya, seks bebas sudah jadi hal yang umum.

Terlepas dari kebiasaan buruknya itu, aku selalu respect pada kesetiannya terhadap alm suaminya. Di mana itu mengingatkan aku pada kesetiaan Papi semasa hidupnya.

"Kau sudah mau kuliah, my dear?" tanyanya, setelah aku memberinya pelukan hangat pagi ini.

Kalau di Indonesia aku punya Mama Sulis sebagai ganti Mami yang sudah tiada. Maka di sini, aku punya Ana, yang sudah kuanggap ibuku sendiri.

Dia itu baiiiikkkk sekali.

"Iya, Ana. Hari ini aku kuliah siang,' sahutku seadanya.

"Oh ... nice. Jangan lupa jaga kesehatan ya, dear. Cuaca sudah mulai tak bersahabat," tegurnya ramah.

"Aku tahu. Terima kasih sudah mengingatkan. Kau juga jaga kesehatan, Ana ," balasku, sambil mensejajari langkahnya.

Dilihat dari pakaiannya, sepertinya Ana juga baru akan berangkat kerja.

"Tentu, Dear. Aku selalu menjaga kesehatanku, karena tidak akan ada yang mau mengurusku jika aku sakit nanti. Bahkan jika aku mati mendadak pun, mayatku pasti akan di temukan setelah membusuk."

Dia mencoba berkelakar, namun aku tahu arti ucapannya sangat dalam sekali.

Meski dia terlihat santai dan cuek dengan hidup singlenya. Tapi aku tau pasti, kadang Ana pun merasa kesepian.

Bagaimana pun, kita ini makhluk sosial, kan? Jadi, tentunya kita pasti butuh orang lain untuk sekedar menemani.

Begitupun dengan Ana. Meski dia kadang mandiri, bahkan terkesan tak membutuhkan orang lain. Tapi Ana tetaplah manusia biasa.

"Jangan bicara seperti itu Ana, masih ada aku. Kau bisa memanggilku jika butuh sesuatu," aku mencoba menghiburnya.

"Dan kau juga akan pergi, kan? Setelah kuliahmu selesai?"

Benar juga, sih?

"Karenanya, tidak perlu memikirkan aku, Dear. Aku sudah terbiasa sendiri. I'm fine." Dia mengibaskan tangannya dengan santai. Sebelum melangkah ke dalam lift. Aku pun segera mengekorinya.

Aku mengerti maksud Ana apa. Dia cuma tak ingin terlalu bergantung pada orang lain, karena tahu suatu hari akan ditinggalkan lagi.

Karenanya, selama ini. Dia selalu berusaha mengandalkan dirinya sendiri, hingga tak perlu bergantung pada orang lain.

Nomor Dua (Judul Lama 'Istri Nomor Dua')Where stories live. Discover now