Chapter 13 - Jati Diri Tersembunyi

181 26 64
                                    

"Takdir memang selalu punya cara yang tak terduga agar selalu tampak mengejutkan."

--• Because I'm Santri •--

***

Hujan malam ini semakin deras, pepohonan terombang-ambing oleh kencangnya angin, belum lagi petir yang sangat menggelegar di udara. Ditambah suhu yang sepertinya menurun drastis, sangat dingin. Sampai pukul 22.35, bah belum juga pulang. Lengkap sudah kegelisahan hatiku.

Dua jam terakhir aku hanya duduk menyender di tepi jendela, tetap dengan selimut yang membalut tubuhku, tanpa melakukan apa-apa. Sebenarnya aku sangat mengantuk, tapi perasaan khawatirku kepada abah membuatku tidak bisa tertidur. Dua kertas kusam itu juga tidak mau pergi sejenak dari pikiranku. Karena kenyataan seperti ini memang sama sekali tidak pernah kusangka sebelumnya.

Sejak kapan aku ada di keluarga ini? Bahkan aku tidak ingat pernah memiliki orangtua selain orangtuaku saat ini. Apa sejak aku kecil? Atau karena aku lupa?

Itu berarti, sejak aku hadir di keluarga ini, aku memang telah merebut separuh kasih sayang ummi dan ubah yang harusnya diberikan kepada Alvin sepenuhnya. Aku telah mengambil separuh kebahagiaan Alvin. Lalu bagaimana bisa aku berada di tengah-tengah keluar ini? Apa aku telah dibuang oleh orang tuaku? Atau aku yang lupa? Atau bahkan mereka menitipkanku kepada keluarga ini?

"AARRGHHH!" Aku meremas selimutku. Masalah ini tidak bisa menyingkir walau sebentar, membuatku lelah memikirkannya.

"AZMI, BAGAIMANA BISA KAMU BUKAN DARAH DAGING KELUARGA INI? KENAPA KAMU HARUS DIBOHONGI?!" Aku berteriak, mencoba melepas beban yang tertahan. Entah nafsu dari mana, aku memukul-mukul dinding dengan tangan kosong dan mata terpejam.

Tiba-tiba aku merasa ada yang menarik tanganku yang sedang beradu dengan dinding, lalu mendekapku dengan erat. Aku langsung membuka mata, kamarku sudah terang benderang oleh lampu. "Mas, kamu kenapa? Ada apa?" tanya abah dengan raut wajah sangat khawatir bercampur penasaran. Tanpa aku sadari, abah sudah masuk ke dalam kamarku, dan sepertinya abah melihatku berteriak-teriak barusan. "Ada apa, Mas? Kenapa nangis? Kenapa kamu berbuat seperti itu?! Kalau ada masalah, jangan begitu! Tahan diri!" ucap abah dengan tegas.

Ya. Aku sadar, apa yang ku perbuat tadi salah besar. Abah jelas tidak suka melihatku seperti tadi.

"Maaf, Bah. Azmi khilaf."

Abah menghela nafas sejenak. "Ada apa, Mas? Kok pakai selimut dari atas sampai bawah? Kamu kedinginan, Mas?" tanya abah dengan lembut, tifak seperti sebelumnya.

Aku tidak menjawab, tepatnya tidak bisa berkata-kata untuk menjawab.

"Entah mengapa tadi Abah merasa sangat khawatir padamu. Waktu Abah pulang, Abah mengetuk pintu dan mengucap salam beberapa kali, tapi tidak ada jawaban. Lebih khawatir lagi saat mendengar suara benda pecah di dalam rumah, ditambah lagi suara petir. Abah khawatir terjadi hal yang tidak diinginkan denganmu. Karena tetap belum ada tanggapan, Abah dobrak pintu depan sampai terbuka. Ternyata suara benda pecah itu hanya vas bunga yang jatuh. Setelah itu, Abah langsung mencarimu, Abah mendengar suaramu cukup keras dari kamar. Abah sudah mengucap salam dan mengetuk pintu, tapi kamu belum menanggapi juga, jadi Abah langsung masuk saja. Ada masalah apa? Ayo cerita sama Abah!"

Sejak tadi, abah terus mengelus pundakku dengan lembut, mungkin untuk menenangkan. Aku merasa sangat nyaman dan lebih tenang berada di dekapan ini. Sebegitu khawatirnya abah padaku. Dengan begitu, benarkah abah bukan orangtua kandungku?

Because I'm Santri [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang