2. Awal semuanya

79 3 0
                                    

~ Seberapa besar rencana kita, rencana Tuhanlah yang paling indah. Tak terlihat tapi bisa dirasakan bagi orang yang mau memahami-Nya~

                              ♤♤♤

Malam bertajuk bintang. Berhiaskan lampion yang kerlip-kerlip. Berdindingkan kaca menembus gedung-gedung dan bangunan yang menjulang tinggi. Teralun sendu dalam musik biola. Lilin-lilin bertaburan membentuk hati. Karpet merah terlampir diantaranya. Tampak di ujung sana seorang gadis memakai gaun berwarna merah. Berjalan dengan wajah teduhnya dan bahasa tubuhnya yang kalem. Senyum dibibirnya begitu manis. Tak salah Galang memilih pujaan hati seperti dia. Sambutan hangat berupa uluran tangan ia persembahkan untuk dia. Ia duduk dengan sangat anggun. Tak lupa Galang menyalakan lilin yang mempermanis meja makan mereka.

Dua pelayan datang membawa makanan dan minuman dengan sikap ramahnya. Mereka saling menatap. Tenggelam dalam alunan musik biola. Hati Galang berdebar-debar. Ia merasa kikuk dibuatnya.

"Terima kasih." Imaz mengawali pembicaraan.

"Untuk apa?" Galang senyum-senyum sendiri.

Imaz memutar bola matanya malas, "untuk suara buatan yang aku ucapkan ini."

"Oh...tidak perlu susah payah mengungkapkan itu. Karena sudah kewajibanku untuk membahagiakanmu."

Rasanya ingin muntah mendengar kata rayuan yang sudah basi itu.

"Mmm...Imaz." Galang merapikan rambutnya sebentar, "malam ini kita makan berdua. Bagaimana perasaanmu?"

"Biasa saja."

"Oh...biasa saja ya? Tidak merasakan hal aneh gitu dalam dirimu?"

"Iya aneh."

"Anehnya bagaimana?" Ia tampaknya terlalu percaya diri dengan jawaban Imaz.

"Kau orangnya romantis, pandai puisi,tapi kenapa Ayahmu kok teroris?"

Imaz membahas lain yang akan membuat malam makin serius.
Galang terdiam. Seperti enggan menjawab pertanyaannya.

"Bukan anaknya." Galang akhirnya menjawab dengan sinis.

"Pantas saja. Wajah dan karaktermu tak sama. Menurutmu, Ayahmu itu sifatnya bagaimana? Dan kenapa dia jadi seperti itu?"

Raut muka Galang tampak bosan dengan pembahasan malam ini. Ia harap makan malam bermadukan cinta malah meracuni segalanya.

"Kenapa kau diam? Malas membahas Ayahmu? Aku juga malas." Imaz kesal dibuatnya, "aku jadi korban Galang. Dia yang telah merusak suaraku dan menggantikannya dengan buatan tangannya. Dia sama saja mengganti ciptaan Tuhanku."

"Maaf." Bibir Galang bergetar.

"Untuk apa kau minta maaf." Kata Imaz dengan menunjukkan mata sinisnya.

"Aku tidak tau betul masa lalu Ayah. Yang penting Ayah mengadopsiku di Panti Asuhan saat aku berumur delapan tahun. Dulunya Ayah baik dan entah saat aku mengenalmu, Ayah jadi berubah."

"Sudah kuduga Ayahmu hanya pura-pura."

"Tapi tenang Imaz. Aku akan membawamu kabur dari sini. Kita akan pergi jauh dari Ayah."

Finding My LoveWhere stories live. Discover now