6

336 19 0
                                    

Kekecewaan Albert memang tak dapat ditampik. Sudah beberapa hari ia mendiamkan Queen, membuat gadis beriris mata hazel itu dicekam rasa bersalah. Tapi haruskah ia menyalahkan diri sendiri yang tidak percaya pada sahabatnya karena tak ada bukti yang nyata? Bukankah Queen harus bersikap tidak berat sebelah?

Baiklah, ia tahu kalau baru saja mengenal Alex, bahkan bisa dihitung dengan jari. Tapi tetap saja, sampai detik ini tak ada satu pun dari tindakan Alex yang tercela di matanya. Jadi haruskah Queen membenci Alex karena ungkapan Albert yang tak berdasar? Sungguhkah Alex mampu berbuat sejahat itu pada ayah Albert? Seseorang yang mungkin tidak ia kenal sebelumnya. Dan atas dasar apa Alex melakukan kejahatan besar itu seandainya memang dia yang bersalah?

"Al, sampai kapan kau akan mendiamkan aku terus?" Entah untuk yang ke berapa kali Queen berusaha merayu Albert agar melunakkan hatinya. "Ayolah bicara denganku. Kau seperti patung kalau seperti ini terus. Aku tidak suka kau yang seperti ini."

"Aku tidak menyuruhmu untuk suka padaku." Albert baru angkat bicara. Terlihat dari tutur katanya yang dingin bahwa ia masih menyimpan rasa kecewanya.

"Kau tega padaku! Bertahun-tahun kita berteman, ternyata hanya sebatas ini rasa sayangmu padaku." Queen merajuk. Ia melipat tangannya dan menekuk wajahnya, kesal.

Albert menoleh pada Queen. Matanya menatap intens pada gadis itu.

Sayang? Apakah kau tau apa yang kau maksud sayang itu, Queen? Bahkan sampai sekarang kau tak cukup melihat rasa sayangku padamu.

Albert memalingkan wajah kembali. Percuma berdebat dengan Queen, pikirnya.

"Aku mau tidur. Kalau kau masih ingin tetap disini, silahkan." Albert berniat meninggalkan Queen sendiri. Tapi gerakan gadis itu juga tak kalah gesit. Queen melompat seketika dan menghadang jalan Albert.

"Kau tidak boleh pergi!" larangnya sambil membentangkan tangan.

"Menyingkirlah, Queen! Biarkan aku sendiri," Albert masih berkeras.

"Tidak! Kau sudah beberapa hari mengabaikanku. Kali ini aku tidak akan tinggal diam. Semua harus berakhir hari ini juga."

Albert berdecak, membuang pandangannya.

"Katakan apa yang kau inginkan?" Albert berusaha melunakkan hatinya meski terpaksa. Ditatapnya kembali Queen, serius.

"Ayo kita berbaikan!" Queen memberikan jari kelingkingnya pada Albert untuk ditautkan.

"Seperti anak kecil saja." Albert tertawa mengejek. Dan itu tak membuat Queen menyerah. Sampai akhirnya Albert terpaksa mengulurkan kelingkingnya sendiri, mengaitkannya pada Queen. Ini memang cara mereka berbaikan setelah bertengkar. Tapi rasanya telah lama keduanya tak melakukan hal tersebut. Sudah bertahun-tahun lalu ketika mereka masih masa kanan-kanak.

"Sudah. Puas?" Albert melangkah kembali melewati Queen. Tapi gadis itu masih tetap menahan. "Apa lagi?"

"Jangan pergi!"

"Aku mau tidur. Ngantuk."

"Ini belum jam tidur kamu. Aku tahu kau masih ingin menghindariku."

Albert menghela napas. Ia memang tak bisa berbohong dari Queen. Dan pilih menyerah dengan kembali ke sofa tempat mereka duduk semula.

Untuk beberapa saat lamanya, keduanya hanya diam sampai akhirnya Queen membuka percakapan lagi.

"Al, tak perduli seperti apapun masalah kita, tolong jangan seperti ini denganku." Queen mengulurkan tangan, merangkum jemari pria di sampingnya. "Kita telah berteman lama. Aku tak mau persahabatan kita hancur hanya karena orang ketiga."

My QUEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang