35_ Tak Terduga

52 6 48
                                    

Happy reading yaa...❤❤❤

Di play ya mulmednya😊❤


🍃🌹🍃

Mungkin, aku memang terlambat menyadarinya.
Namun saat kamu terus melangkah menjauh, mengapa derap kaki ini kian mencari jejakmu?

~Elvan Syahreza

Kita memang bukan siapa-siapa, hanya teman dan tetangga yang kebetulan saling melempar tawa.
Jika dibandingkan dengannya, aku memang kalah dalam mencuri start, namun bolehkah aku mengikatmu dalam doa?

~Reandra Aileen


Bisakah bersikap seperti biasa, yang aku takutkan hati ini terlampau lemah, dan tak berdaya jika ia hanya berniat menawarkan luka.

~Devia Ara Anastasya

🍃🌹🍃

Seakan membuktikan kebenaran ucapannya kemarin yang mengatakan bahwa ayah laki-laki itu mengundangnya ke rumahnya, Elvan kini baru saja menghentikan sepeda motornya tepat di halaman rumah Devia dengan wajah yang sumringah.

Begitu menyadari Elvan kini tengah melangkah mendekat ke arah pintu rumahnya, Devia buru-buru menjauh dari tirai jendela tempatnya mengintip barusan, bukannya apa-apa, entah kenapa tiba-tiba saja ia merasa canggung dan bingung saat memikirkan alasan ayah Elvan mengundangnya ke rumah laki-laki itu. Apalagi saat ia melirik kini waktu telah menunjukkan pukul 19.00 malam, bukankah terasa aneh jika ayah laki-laki itu mengundangnya yang bahkan tidak terlalu dekat dengan putranya itu?

Dan entah hanya perasaanya saja atau memang benar kenyataannya jika saat ia bersikeras untuk menjauh dari Elvan, entah kenapa seolah semesta semakin gencar merancang pertemuan untuk mereka berdua.

Devia berdehem pelan seraya memasang ekspresi jutek saat membukakan pintu untuk Elvan. Namun, seperti biasanya Elvan tidak akan mempedulikan ekspresi Devia, dan justru menampilkan wajah yang tersenyum cerah sebagai balasannya.

"Lo udah siap kan? Yaudah kita langsung pergi aja. Bunda lo juga lagi nggak di rumah kan?" tanya Elvan yang kini seolah telah hafal dengan jadwal bunda Devia.

Malas untuk menanggapi, kini Devia hanya melewati Elvan begitu saja membuat Elvan tersenyum masam. Saat ia akan menaiki sepeda motor laki-laki itu, namun tatapannya teralihkan pada sebelah tangan Elvan yang terulur di depannya.

"Apa?" Devia bertanya bingung.

"Siapa tau lo butuh bantuan buat naik." Elvan menjawab seraya menampilkan cengiran tengilnya.

"Nggak perlu." jawab Devia masih dengan nada juteknya.

Lagipula ia merasa jika sikap Elvan semakin hari kian terasa aneh dan membingungkan. Bukannya ia tidak suka jika Elvan tak lagi menggangunya dan menampilkan wajah menyebalkan, namun mungkin ia hanya merasa belum terbiasa.

🍃🌹🍃

Lagi-lagi Devia tersenyum canggung saat ia melihat ayah Elvan kini baru sjaa meletakkan majalah serta kacamata bacanya ke atas meja dan beralih menatapnya yang baru saja tiba.

Heart Space (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang