kunjungan

1.1K 116 12
                                    

pria paruh baya disana nampak dengan hikmat membaca koran yang baru ia dapatkan, seulas senyum terbit di bibirnya

"bukankah ini awal kehancuran mereka?" pria itu mulai melipat koran yang berada digengamannya

pria yang sedari tadi sibuk meracik minuman berakohol di bar yang tersedia disana menoleh

"sangat amat disayangkan harus anak malang itu yang menjadi korban"

pria yang lebih tua 3 tahun tertawa kencang

"HAHAHA nampak nya kau masih menyimpan rasa simpati kepada anak itu" klausson, pria bermanik biru terang itu menatap sang kaka dengan raut datar

"aku tidak suka melibatkan orang yang tak berdosa dalam masalah ku" ucap klaus yang terdengar bijak

"ya ya ya seterah kau saja. yang penting aku bahagia dia kehilangan harta yang berharga dalam hidupnya"
-
-
-
-
"meski bukan dengan tangan ku sendiri" lanjutnya, ia membanting koran yang sudah ia lipat dengan kasar

ia memang senang tetapi sedikit kecewa karena bukan ia yang menghancurkan Marvin rajalangit, pria yang telah menghancurkan keluarganya.

tetapi itu bukan hal yang penting. fokusnya sekarang adalah menghancurkan seluruh anggota rajalangit sampai tak tersisa

___

Kafka menatap sekumpulan orang di depannya dengan wajah datar, dibalik kacamata hitamnya kafka sedikit menahan gejolak yang seakan akan siap untuk keluar dari kedua mata indahnya. Daniel, pria yang menemani kafka sedari tadi menoleh menatap Kafka.

" sebentar lagi selesai, lo masih mau disini?" Kafka menoleh saat pertanyaan daniel memasuki indera pendengarannya

terdengar helaan nafas dari pria berkulit putih itu.

"tunggu bentaran lagi" jawab kafka singkat

daniel hanya mengangguk, ia akan terus menemani temannya ini bahkan bila sampai malam pun. yah paling paling dia hanya akan ketemu mbak kunti or sosis putih eh salah ponci maksudnya

Daniel mengeleng gelengkan kepalanya, ia mengusap tanganya yang tiba tiba merinding

"kenapa lo" Kafka menatap daniel heran, sedangkan yang di tatap hanya bisa cengengesan tak jelas

"gak ada apa apa bos"

keduanya kembali terdiam, memperhatikan setiap pergerakan di depan hingga para manusia berbaju hitam satu persatu melangkah pergi

berasa sudah tidak ada siapapun Kafka melangkah menuju gundukan tanah di sana

ELVERO DAMIAN RAJALANGIT

nama itu yang tertera disana, kafka duduk di samping gundukan tanah baru tersebut dan membuka kacamata hitamnya

"ckckck gue gak nyangka permata emasnya Rajalangit bisa pergi segampang ini" ucap Kafka remeh

"kaff" kafka menoleh saat nada pringatan dari daniel terdengar

"ckk diem lo niel" daniel hanya dapat menghela nafas, ia akan memilih diam saja.

"Gue masih gak yakin kalo lo kaka gue. yah... meski cuma beda 8 menit" kafka terkekeh, setelah pulang dari mansion rajalangit kafka menyempatkan mencari tahu tentang kekuarga paling berpengaruh ini. dan betapa terkejutnya ia saat tahu pria yang saat itu selalu berdiri disamping anna adalah kaka tirinya

al&elWhere stories live. Discover now