lembar pertama

35 10 1
                                    

      
         hujan di waktu sekolah itu menyenangkan---kalau hujannya bukan saat berangkat atau pulang sekolah. setidaknya begitu kalau menurut alvi bintang arjeno. pemilik bintang kecil yang manis di bawah mata kanannya. 

sore itu harusnya sudah pulang sekolah. bel sudah berbunyi sejak beberapa menit lalu. anak-anak dengan seragam putih abu-abu sudah berhamburan ke luar kelas sejak beberapa menit yang lalu juga. tapi kali itu, beberapa anak masih stagnan di kelas dan sebagian memilih diam di tempat lain yang sekiranya bisa digunakan sebagai tempat meneduh.

hujannya belum berhenti dan jeno lupa membawa jas hujan. saat mau berangkat tadi, cuacanya cerah-cerah saja, mana jeno tahu kalau akhirnya bakal hujan begini. agaknya lelaki itu harus rajin mengecek ramalan cuaca kalau tidak ingin terjebak hujan begitu. atau paling tidak, jeno harus selalu membawa jas hujan.

lelaki itu melirik ke gadis di sebelahnya. kening milik si hawa mengkerut pertanda kalau ia sedang bingung harus bagaimana pulang di tengah-tengah hujan.

"maaf ya, gua lupa engga bawa jas hujan." kata-kata itu keluar dari mulut jeno dengan nada sedih, layaknya laki-laki itu benaran menyesal.

namun berbeda dengan respons jeno, gadis itu justru tersenyum hingga kurva melengkung muncul di matanya, mampu membuat bola mata itu tenggelam seperti matahari terbenam. yah, jeno sudah tidak kaget. gadisnya boleh jadi adalah sosok yang kasar bagi orang lain, atau sosok yang sinis, pendiam, frontal, banyak image lain soal gadis itu yang sejujurnya berbanding terbalik dengan ketika ia bersama jeno.

"nggapapa, kita masih bisa nunggu." ia menyikut manja lengan jeno. "sekalian berduaan, mumpung lagi dingin-dingin, loh," katanya genit.

oh, jeno lupa kalau gadisnya juga kelewat genit---tapi hanya pada jeno.

"apa, sih. ga usah macem-macem ya, gua tinggal, nih?" jeno naikkan alis seolah sedang buat ekspresi mengancam. memang bahaya kalau gadisnya terlalu dimanja, kadang gadis itu bahkan seperti lupa kalau jeno masih laki-laki yang normal.

"eh jangan, masa cewenya ditinggal sendiri, sih." gadis itu mencekal lengan jeno, lantas malah menautkan jemari mereka jadi satu di antara tubuh masing-masing. "gini aja, biar lo ngga ke mana-mana," ujarnya bagai perintah yang harus jeno turuti.

sudah bukan rahasia kalau alvi bintang arjeno itu es batu berjalan yang sulit dilelehkan. satu hal yang istimewa lagi, jeno memang payah soal percintaan, tapi ia memperlakukan gadisnya seperti ratu.

setidaknya, itu yang pernah didengar oleh gadis dengan nametag 'harla salsa angelica' yang terpasang di seragamnya itu. angel dulu tidak sengaja mengenal jeno, berakhir tertarik, satu tahun kemudian jatuh hati, lima bulan melelehkan es batu, hingga sekarang sudah hampir satu tahun semenjak ia mengenal jeno---meski bukan dengan status yang pasti.

tidak apa-apa, gadis itu percaya pada lelakinya, begitu juga sebaliknya. yang jeno tahu selama hampir satu tahun mengenal angel, gadis itu jarang basa-basi, anaknya frontal sampai kadang jeno pusing menghadapinya. beda dengannya yang meski cuek tapi sejujurnya punya hati lembut, angel lebih tegas lagi. gadis itu banyak dipuji guru-guru karena punya nilai bagus dan termasuk anak yang tenang---meski kalau sudah bersama temannya jadi rusuh. jeno pikir, menjilat ludah sendiri bukan hal yang buruk. sebab pada masa si gadis berjuang mencairkannya, ia pernah bilang tidak akan pernah jatuh hati pada gadis itu.

"waaa, jen, lihat ada kodok!" jeno tersadar dari lamunannya saat angel menggerakkan tautan tangan mereka, menunjuk ke arah seekor kodok di dekat selokan tidak jauh dari mereka.

"kodoknya kok serem, ya? ngga kaya di upin-ipin ...," gadis itu bergumam acak.

jeno menghela napas, tentu saja kodok di kartun itu dibuat lucu, karena konsumennya 'kan anak-anak. "jangan ditunjuk gitu, nanti kodoknya nyamperin gimana coba?"

agaknya mulut jeno saat itu sedang mode bawa sial, sebab hanya selisih nol koma lima detik setelah kalimat itu meluncur, kodok yang semula diam saja di dekat selokan itu benaran lompat ke arah mereka, pas sekali angel yang berada lebih dekat dengan kodoknya.

"WAAAA JENO GOBLOK KODOKNYA LOMPAT!"

mungkin angel mau lomba lompat dengan si kodok, sebab begitu kodoknya lompat, ia juga ikut lompat ke belakang jeno hingga gadis itu nyaris jatuh tersandung. memang ada untungnya jeno suka olahraga, kecepatannya terlatih, jadi ia bisa cepat-cepat menghalau tubuh gadis itu supaya tidak jatuh.

"ah ... sakit," angel mengaduh. pada detik selanjutnya, ia mendelik ke arah jeno, lantas hadiahkan pukulan-pukulan kecil di dada lelaki itu. "goblok! makannya kalo ngomong jangan sembarangan!"

"ish, iya iya jeno salah, angel bener terus iyaaaa." jeno membalas ucapan gadis itu seadanya, lebih memilih untuk mengangkat tubuh sang hawa kembali ke posisi semula.

"mana tadi kodoknya?" angel celingukan. takut-takut kalau hewan amfibi itu masih ada di sekitar mereka dan lompat lagi ke arahnya.

"udah gaada, udah gua usir."

mata si gadis sempat memicing pertanda curiga, tapi akhirnya menurut kembali ke posisi semula, memilih percaya saja pada lelakinya.

sesaat, ekspresi gadis itu tampak resah. "jangan ngomong sembarangan lagi, omongan bisa jadi doa."

jeno menghentikan motor kesayangannya pada ujung jalan sebelum masuk ke daerah rumah angel. hujan sudah berhenti sekitar lima belas menit yang lalu, makanya jeno dan angel jadi bisa mulai perjalanan pulang.

gadis itu turun dari jok motor, menyerahkan helmnya pada pemilik motor, lantas tersenyum seperti biasa sebagai tanda terimakasih. "makasih, jen."

"kenapa si ngga sampe depan rumah sekalian aja jel?" si pemuda bertanya bukan karena ia ingin sekalian mampir, siapa tahu dapat suguhan. bukan karena itu, tapi karena gadisnya itu memang selalu minta diturunkan di ujung jalan tersebut. padahal, setahu jeno jarak dari jalan itu hingga rumah angel cukup jauh. padahal lagi, angel bukan tipe orang yang suka berjalan dengan dalih sekalian olahraga. gadis itu biasanya malas bergerak.

"gapapa, enak aja sekalian jalan." angel menyengir. "kenapa? jangan-jangan lo pengen ketemu sama calon mertua?" tebaknya sembari buat ekspresi genit.

jeno mendecih. "nggak." ia mempersiapkan diri untuk pergi dari hadapan gadis itu. "yaudah sana jalan, gua mau pulang."

angel tersenyum sekali lagi pada jeno, mungkin niatnya supaya serebrum jeno terus memikirkan senyuman itu bahkan ketika si gadis sudah menjauh. "yaudah gua jalan dulu."

sepersekian sekon usai kalimat itu terlontar dari bibir si puan, jeno merasakan pipi sebelah kanannya ditempeli benda kenyal nan hangat---bibir milik gadisnya.

"sampe ketemu besok." angel mengedipkan sebelah matanya sebelum berlari pulang, meninggalkan jeno yang masih stagnan pada tempat itu dan rasa kagetnya.

"sialan, gua kecolongan lagi," gumam lelaki itu sembari memegang pipi sebelah kanannya. diam-diam, labiumnya membentuk kurva melengkung.

jeno tahu gadisnya aneh, tapi tidak apa-apa. toh angel bahagia 'kan?

[]

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Apr 23, 2021 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

her last smileWhere stories live. Discover now