27. Niskala

170 25 8
                                    

Niskala
────
Abstrak.

Niskala────Abstrak

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

.

•·················•·················•

❛❛Karena setiap melihatmu, aku merasa menemukan rumah.

•·················•·················•

Sore setelah belanja alat-alat lab aku langsung pulang. Langit sudah sangat gelap sekali, selain karena sudah sore itu juga disebabkan kemungkinan turun hujan. Petir, suara gemuruh, dan angin seperti sudah janjian untuk keluar bersama menakutiku.

Dulu, di jalan ke rumahku dari halte bus tidak sepadat sekarang, yang sudah dibangun perumahan dan juga tiang-tiang lampu jalanan. Dari halte memang masih padat bangunan rumah, ada sekitar 3 atau 4 bangunan saling berhadapan tapi sisanya menuju rumahku hanya berisi kebun kosong dan sepanjang jalannya itu berdiri tegak pohon-pohon besar. Penerangan pun hanya sedikit mungkin sekitar 6 lampu jalan saja sepanjang jalan itu. Walau masih ada rumah-rumah dengan jarak berjauhan.

Bisa kalian bayangkan betapa mengerikannya jika sudah gelap. Tapi aku sudah sedikit terbiasa asalkan pulang tidak terlalu malam.

Sore itu angin benar-benar sangat kencang. Seolah dia bisa menarik pohon-pohon di sepanjang jalan itu hingga keakar. Rambutku yang di cepol rapi saat pulang tadi sudah kembali berantakan tertiup angin. Aku mengeratkan cardigan tosca yang memang melekat pada tubuh ku.

"Kakak cantik banget." Tiba-tiba suara bocah kecil menginterupsi rasa takutku. Entah dia meledek atau merayu, karena saat ini sudah dipastikan rambutku berantakan.

Aku menoleh, menghentikan langkahku "Eh makasih," seorang anak kecil, sekitar kelas satu sd berjalan disampingku. "Kamu sendirian? Gak di jemput?" Tanyaku berjongkok dihadapannya.

"Mamah gak jemput dihalte, karena mau hujan jadi aku pulang sendiri aja." Seketika aku teringat Jisung yang juga tidak ada ketika aku mencarinya di sekolah tadi. Padahal dia yang memintaku kembali tapi dia juga yang tidak ada. Alhasil aku pulang diantar Sungchan. Hanya sampai halte bus tepat didepan gang rumahku. Sama seperti Jisung, alasannya karena aku belum siap membawa laki-laki kerumahku.

"Kamu tidak takut?"

"Takut. Tapi ada kakak."

"Kamu ikutin kakak?"

"Iya, soalnya kakak lewat jalan ini. Berarti rumah kakak didaerah sini juga, kan?"

Gadis kecil pemberani, "Iya rumah kakak masih jauh. Rumah kamu dimana biar kakak antar"

"Disitu belok kanan." Katanya, menunjuk jalan pertigaan.

"Oh kalau rumah kakak lurus."

Aku menatap langit yang makin mengerikan. Angin dan petir semakin ribut. Aku tidak tahu apa yang mereka ributkan. Mungkin hujan yang memilih tanah sebagai tempat terakhirnyabuntuk jatuh. Seperti anak sd saja, yang terlibat cinta segiempat. Setetes hujan turun membasahi tanganku. Aku menatap langit, cahaya seperti akar merambat disela-sela awan kelabu. Perasaanku mendadak semakin tidak enak.

Midnight Memories (End)Where stories live. Discover now