tamu tak diundang pada purnama keempat

333 48 27
                                    

Selepas memenggal simpul renjana dan menetap demi mengirap dari sekujur pandang, Rembulan bersumpah tak akan pernah mengenang kembali sosok pemuda yang senantiasa menjawat sebuket afeksi melalui jari jemarinya

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selepas memenggal simpul renjana dan menetap demi mengirap dari sekujur pandang, Rembulan bersumpah tak akan pernah mengenang kembali sosok pemuda yang senantiasa menjawat sebuket afeksi melalui jari jemarinya.

Mengebumikan segenap reminisensi di kaki purnacandra pada purnama keempat, warsa silam, Rembulan bersumpah tak akan pernah memungut kembali serpihan fragmen kala angkasa malam mengelebukan gemintang. Rembulan bersumpah tak akan pernah memungut kembali serpihan fragmen kala angkasa malam mengelebukan gemintang, kala rinai berdansa di atas payung usang bercorak kelabu. Rembulan bersumpah tak akan pernah memungut kembali serpihan fragmen kala angkasa malam mengelebukan gemintang, kala rinai berdansa di atas payung usang bercorak kelabu, kala kelun tembakau memalun mesra swastamita demi mengingkari jingga. Rembulan bersumpah tak akan pernah memungut kembali serpihan fragmen kala angkasa malam mengelebukan gemintang, kala rinai berdansa di atas payung usang bercorak kelabu, kala kelun tembakau memalun mesra swastamita demi mengingkari jingga, kala syair yang dirapalkan labium tipisnya menjelma senandung pengantar lelap. Rembulan bersumpah tak akan pernah memungut kembali serpihan fragmen kala angkasa malam mengelebukan gemintang, kala rinai berdansa di atas payung usang bercorak kelabu, kala kelun tembakau memalun mesra swastamita demi mengingkari jingga, kala syair yang dirapalkan labium tipisnya menjelma senandung pengantar lelap, kala adimarga merekam dialog klise kelas kambing. Rembulan bersumpah tak akan pernah memungut kembali serpihan fragmen kala angkasa malam mengelebukan gemintang, kala rinai berdansa di atas payung usang bercorak kelabu, kala kelun tembakau memalun mesra swastamita demi mengingkari jingga, kala syair yang dirapalkan labium tipisnya menjelma senandung pengantar lelap, kala adimarga merekam dialog klise kelas kambing, kala jagat raya menghadirkan sosoknya. Rembulan tak akan pernah sudi mengenang kembali, sebelum birama ketukan pintu berlabuh pukul tiga pagi, mengantar pandangan dara itu pada genangan segara di ambang pintu, kemudian mendesis lirih, "Mengapa kembali?"

Purnama keempat telah menyingsing dan Rembulan sempat melengahkan satu realitas; satu realitas bahwa Baskara bukanlah eksistensi mentari yang sesungguhnya. Terlampau muhal pemuda itu menyingsing dari penghujung timur saban arunika menyeru. Sebab, sebanyak apa pun upaya Rembulan berselindung di balik gulita malam, pada akhirnya Baskara akan senantiasa menyingsing saban pagi, siang, bahkan malam. Lantas, menutuk rindunya tanpa perkenan seraya memapah memori menyembilu kala keduanya mencipta sekaligus memenggal simpul renjana pada purnama keempat. Membubuh senyum hangat yang nyaris Rembulan binasakan dari debarnya, pemuda itu menyahut, setengah berbisik, "Untuk memastikan, apa kau telah membuang senyumku." Jeda sejemang. "Atau tetap menyimpan air matamu."

— selesai —


Actually, this is a college assignment.

Tipografi kepenulisan terinspirasi dari cerpen Kisah Sedih Kontemporer (IV)  karya Dea Anugrah dan cerpen Saya di Mata Sebagian Orang karya Djenar Maesa Ayu (note: recommended to read).

tamu tak diundang pada purnama keempat.Where stories live. Discover now