Part 01♡

29 5 2
                                    

"Sesungguhnya akupun hamba-Nya yang masih berlumuran dosa. Namun, semoga perbuatan kecilku bisa perlahan menggugurkan dosa-dosaku."
-Almayra-

"Astagfirullah. Apa begini cara kalian memperlakukan seorang wanita?" tanya Almayra ketika melihat seorang siswi yang tengah ketakutan karena di goda beberapa siswa laki-laki.

Almayra. Gadis yang kerap disapa Alma. Gadis lemah lembut, bijaksana, cerdas, cantik fisik dan hati, juga selalu menutup aurat dan menundukkan pandangannya.

"Adek, kamu boleh kembali ke kelas," ujar Almayra ketika melihat logo kelas sepuluh di atribut seragamnya. Adik kelas tersebut hanya bisa menunduk seraya menyeka air matanya, sebelum kemudian pergi dari hadapan Almayra dan para siswa berandal.

Seorang pria yang nampak tidak memberikan ekspresi apapun, dan memiliki pahatan wajah yang hampir sempurna, dengan postur tubuh bak atletik, berjalan mengikis jarak antara dirinya dan Almayra. Almayra memang terkejut, tapi ia sama sekali tidak takut. Karena Almayra yakin, Allah akan selalu bersamanya, dan tidak akan membuatnya terluka.

"Siapa lo? Kenapa lo ikut campur masalah kita?" tanya pria tersebut, suaranya sangatlah tenang dan berat. Almayra memberanikan diri mendongakkan kepalanya untuk sekadar melihat name tag yang tertera di seragam pria di hadapannya.

"Samudra Bintang Pradipta." Batin Almayra.

Almayra kembali menundukkan pandangannya. Rasanya lebih baik menatap ujung sepatu miliknya, daripada harus menatap pemuda arogan di hadapannya.

"Tatap mata gue! Apa sepatu lo lebih ganteng daripada gue?" tanya Samudra.

"Atau mungkin, lo enggak punya cukup keberanian buat ngangkat wajah lo?" sahut Al—sahabat Samudra.

"Menatap lawan jenis yang bukan muhrim bukan suatu keberanian. Tapi suatu perbuatan dosa, apalagi sampai ada rasa yang tidak di ridhai Allah subhannahu wata'ala," jawab Almayra.

Baik Samudra, Al, atau pun yang lainnya, hanya mampu diam tak membantah. Mereka bingung, apa yang harus dibantah? Pemahaman mereka soal agama sangat tipis, bahkan mungkin lebih pintar anak SD dibanding mereka, jika soal agama.

"Allah tidak suka pada orang yang suka berlaku semena-mena. Apalagi orang yang tidak bisa menghormati seorang wanita," ujar Almayra.

Almayra membalikkan badannya—hendak kembali ke kelas. Namun, Samudra yang notabenenya kelas dua belas, berhasil menghalangi jalan Almayra.

"Bagus ya. Berani lo sama gue? Lo berani nyeramahin kita, seolah lo adalah manusia paling suci di dunia!" Bentak Samudra.

"Astagfirullah! Kenapa aku harus takut pada makhluk yang sama denganku? Dan memberitahu fakta akan kebenaran adalah tugas semua manusia, tidak perlu memandang usia atau jabatan. Dan ya, bahkan aku masih hamba Allah yang berlumuran dosa dan jauh dari kata suci dari dosa," tutur Almayra.

"Assalamualaikum," Almayra mengucapkan salam, lalu berlalu dari hadapan kakak kelasnya itu.

Sedangkan Samudra, ia merasa telinganya sangat panas, begitupun hatinya. Berani sekali wanita itu berlagak so pintar di hadapannya.

"Dia siapa? Kalian tahu?" tanya Samudra. Pandangannya masih enggan beralih dari punggung Almayra yang semakin lama semakin menjauh.

"Kita enggak tahu Sam. Toh dia bukan cewek famous di sekolah ini," jawab Farel.

"Kalian harus cari tahu tentang cewek itu. Gue masih belum terima dengan tindakannya yang so heroik dan so pintar. Kita harus bikin dia terhina sehina-hinanya!" ujar Samudra. Matanya begitu jelas menampakkan kemarahan dan kekesalan.

***

"Dari mana aja Alma?" tanya Riska.

"Iya nih. Dari tadi kita cariin," sahut Arsya.

Almayra sudah berteman dengan Riska dan Arsya sejak bangku SMP. Kemana-mana selalu bertiga, Arsya tidak keberatan harus berteman dengan wanita, begitupun sebaliknya.

"Habis dari gedung kelas dua belas," jawab Almayra seadanya.

"Udah ngapain?" Tanya Riska.

Almayra mendudukkan bokongnya di sebuah kursi—tepatnya dibangkunya sendiri.

"Tadi Alma baru pulang dari lab, enggak sengaja lihat adik kelas yang lagi digangguin sama kakak kelas cowok. Alma belain si adik kelas, tapi kakak kelas itu enggak terima, dia marah-marah sama Alma," tutur Almayra.

"Kakak kelas? Siapa?" tanya Arsya.

"Dari name tag nya Alma liat namanya Samudra," jawab Almayra.

Arsya dan Riska menahan nafas sejenak karena terkejut. Bagaimana bisa Almayra berurusan dengan Samudra. Oh tidak, itu mimpi buruk.

"Almayra. Lo tahu kan, kalo gengnya Samudra itu terkenal enggak main-main. Kenapa lo harus berurusan sama Samudra?" tanya Riska.

"Alma tahu, dan Alma enggak takut karena Alma enggak salah. Alma yakin, Allah selalu ada bersama orang-orang yang mencintai-Nya," jawab Almayra.

Riska dan Arsya hanya bisa pasrah. Jika Almayra sudah yakin, tidak ada yang bisa mematahkan keyakinannya.

"Arsya, pulang sekolah kita harus menghadap ibu Inayah dan Ibu Fianti, untuk bimbingan OSN," ujar Almayra.

"Okey, makasih udah ingetin," jawab Arsya.

***

"Jadi gimana? Gurunya ada rapat dadakan. Kita pulang atau nunggu rapat selesai?" tanya Almayra.

"Kita enggak tahu rapatnya bakal sampai jam berapa, biasanya kan lama. Mending kita pulang aja, besok baru hubungi guru terkait buat bimbingan," jawab Arsya.

"Okey, Alma sepakat."

"Pulangnya biar gue anterin ya? Udah mulai sore, takutnya enggak ada ojek atau angkot."

"Siap, terima kasih. Alma mau ke toilet dulu ya. Arsya tunggu di parkiran aja," ujar Almayra.

Waktu terus berlalu, Almayra yang sudah selesai dengan urusannya di toilet, lantas berjalan menelusri koridor untuk menuju parkiran.

Bruk!

Tubuh mungil Almayra terjatuh ke belakang karena berhasil menabrak Samudra yang berjalan terburu-buru.

"Sorry," ujar Samudra, ia tersenyum seraya menatap remeh pada Almayra. Tak niat membantu, Samudra segera melanjutkan langkahnya.

"Innalillahi," ucap Almayra seraya mengusap kakinya yang terasa sakit.

Namun, rasa sakit itu seakan teralihkan saat Almayra melihat kalung emas berliontin lingkaran dengan gambar burung elang dan huruf "P" di tengah lingkaran tersebut.

"Kalung siapa ini? Jangan-jangan punya …."

"Hey! Senior tunggu!" pekik Almayra.

The Holding On [Novelet] TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang