Part 08

1 1 0
                                    

Waktu terus berjalan. Tidak membiarkan manusia berlarut dalam keadaan yang sama. Waktu terus berputar, menyelipkan puing-puing kenangan yang tertata rapi.

2 tahun kemudian ….

Senang rasanya, Almayra bisa menjadi salah satu bagian dari fakultas Hukum di kampus impiannya. Almayra masih sama. Matanya yang masih tetap meneduhkan, senyumnya yang semanis madu, dan prilakunya yang sangat baik dan sopan. Siapa yang tidak akan jatuh cinta pada gadis seperti Almayra?

Namun, hati Almayra hanya menginginkan satu pelabuhan. Yaitu Arsya. Tapi … semakin lama, komunikasi di antara mereka sangatlah jarang. Bahkan tidak pernah, sejak Almayra masuk kuliah. Dan mungkin bukan satu pelabuhan. Karena semakin lama, ada ruang di hatinya untuk Samudra.

Almayra masih ingat saat itu. Saat Samudra lulus dan Almayra baru naik ke kelas dua belas. Di tengah ramainya acara perpisahan, Samudra mengajak Almayra ke taman sekolah. Almayra mengiyakan ajakan Samudra, tapi dengan membawa Riska. Ia takut malah akan terjadi fitnah, jika hanya berduaan dengan lawan jenis di tempat yang sepi.

"Almayra. Ingin gue, besok juga datang ke rumah lo, meminta restu ke orang tua lo. Jujur, gue rasa … gue jatuh cinta sama lo. Lo adalah gadis paling tulus yang pernah gue temui," tutur Samudra.

Almayra terdiam, terkejut rasanya mengetahui bahwa Samudra bisa jatuh cinta padanya.

"Tapi gue sadar, Almayra. Menuntun diri sendiri aja gue belum bisa, apalagi mau jadi imam lo?"

"Jika jodoh adalah cerminan diri sendiri. Gue akan berusaha, untuk memantaskan diri. Jika nanti waktunya udah tiba, saat gue merasa udah pantas, dan saat orang tua gue puas akan hasil yang gue peroleh. Gue akan datang Almayra. Ke rumah lo, buat ngelamar lo. Tunggu gue ya?" ujar Samudra.

Sejak saat itu, debaran di hati Almayra terasa berbeda kala mengingat Samudra. Ini tidak adil, mengapa debaran itu tercipta di hati Almayra. Kenapa dia harus terjebak antara Samudra dan Arsya?

"Ya Allah … hamba serahkan semuanya hanya pada-Mu. Aku yakin, jodoh tidak akan tertukar. Maka, siapapun nanti yang datang ke rumahku lebih awal, aku akan memilihnya sebagai imamku," batin Almayra.

"Assalamualaikum,"

Deg!

Almayra memejamkan matanya. Ia kenal betul siapa pemilik suara itu. Jantung Almayra terasa berdetak lebih kencang dari biasanya. Almayra membuka matanya, ia mendongak—memastikan ia tidak salah.

"Lagi apa?"

Almayra kembali menundukkan pandangannya. Benar saja, pria yang menyapanya adalah Samudra. Sungguh sesuatu yang sangat kebetulan. Pria itu datang saat dirinya tengah memikirkan dia.

"Hanya mencari angin segar, senior."

Samudra duduk di kursi yang ada di sebelah Almayra. Pria itu menatap Almayra sejenak, lalu menatap langit sore.

"Kamu masih sama ternyata," ujar Samudra.

Almayra termenung sejenak. Ternyata tragedi kecelakaan dulu membawa pengaruh positif pada Samudra. Ia sudah berubah. Bukan lagi Samudra yang keras kepala, bukan lagi Samudra yang suka menindas orang, bukan lagi Samudra yang menganggap akhirat hanyalah cerita.

"Semua orang berkata seperti itu. Memangnya ada sesuatu yang harus aku ubah?" tanya Almayra.

"Tidak ada. Kau terlalu sempurna."

"Tidak begiti, senior. Kesempurnaan hanya milik Allah swt."

"Maaf," ujar Samudra seraya memegang kedua telinganya, membuat Samudra tertawa, diikuti kekehan pelan dari Almayra.

"Kamu tahu, Almayara? Beberapa tahun yang lalu, aku sempat bertanya-tanya. Dimana aku bisa membeli cinta?" ucap Samudra.

"Kenapa?"

"Karena aku tidak pernah melihat seseorang mencintai dengan tulus. Mereka selalu mempunyai kata "karena" untuk mencintai. Saat itu hati aku kosong, sangat. Aku merasa aku adalah orang yang tidak dicintai oleh siapapun. Mereka hanya mencintai hartaku," tutur Samudra.

"Sampai aku bertemu denganmu. Aku bisa melihat ketulusan itu di matamu. Aku bisa merasakan cinta dalam setiap ucapanmu," ucap Samudra.

Almayra tidak bisa berkata apa-apa. Ia hanya tersenyum tanpa sedikit pun melihat ke arah Samudra.

"Oh iya. Beberapa hari lagi aku akan memperoleh apa yang orang tuaku harapkan. Saat itu juga, aku akan datang ke rumahmu bersama kedua orang tuaku," ucap Samudra.

Hati Almayra berdebar begitu kencangnya. Apakah Samudra yang memang akan menjadi imamnya?

"Aku emang terlalu percaya diri. Menganggap kamu akan menerima pria dengan cerita kelam ini. Tapi sungguh, aku mencintaimu, karena Allah," ucap Samudra.

"Jangan berbicara seperti itu, senior. Cerita senior mungkin kelam, tapi senior bisa membuat semuanya kembali terang," jawab Samudra.

"Dan itu semua karena tuntunan darimu."

The Holding On [Novelet] TAMATOnde histórias criam vida. Descubra agora