Harapan

4 8 1
                                    

Motor sport hitam bergaya sangat clasic berhenti tepat didepan lobby besar SMK Jakarta, Galang sebagai pemilik motor sport itu hanya tersenyum kecil, sesekali membalas sapaan dari beberapa adik kelasnya. Baru saja memarkirkan motor kesayangannya dan memasuki kawasan kelas.

"Hei ketua osis!"

Galang terkejut dengan suara yang memanggil lantang namanya, dia kenal bahkan sangat mengenali suara ini, perlahan tubuhnya berbalik ingin memastikan bahwa memang benar suara ini yang dia rindukan selama seminggu terakhir, suara yang selalu ia cari di setiap sudut memori hatinya namun hilang entah kemana.

"Lo dipanggil kepala sekolah," Sofya berucap datar kemudian berjalan melewati Galang dengan wajah lempeng, membiarkan sejuta pertanyaan kini membukit di dalam benak pria itu dan Sofya mencoba untuk tidak perduli.

"Lo berubah Sofya," celetuk Galang berhasil menghentikan langkah gadis itu.

"Gue berubah juga karena adanya satu tokoh penting yang maksa gue untuk berubah!" Sarkas Sofya, matanya menatap tajam Galang, pria yang menjadi penyebab hatinya sakit.

Galang membeku ditempatnya, dia paham betul karakter dan sifat gadis itu yang tidak mudah untuk melupakan sesuatu, tangan pria itu mengepal keras disebelah tubuhnya mencengkram kuat botol air minum yang memang selalu ia bawa kemana pun. Sorot matanya berubah tajam mengingat betapa bodoh dirinya saat itu, lalu berubah lagi saat netra hitam kelam miliknya bertubrukan dengan netra teduh milik sang mantan kekasih.

"Mantan lebih baik gak usah ketemuan."

Suara bariton itu terkesan dalam, mengalihkan atensi keduanya. Memberikan jarak untuk keduanya pria itu masuk lalu mengacaukan semuanya.

"Katanya lo mau ngelupain mantan lo yang brengsek, kenapa lo malah mojokan disini sama dia?" tanya Mario menarik lembut tangan gadis itu untuk ia genggam hangat. 

"Ya kali gue mojokan! Gue ketemu dia juga kepaksa kali!"

Jantung Galang seakan di paksa untuk di pompa secepat mungkin, matanya menyorot tajam genggaman tangan itu, tangan yang seharusnya hanya dia yang boleh menggenggam, rahangnya mengetat menandakan bahwa emosinya sedang naik. Auranya menggelap disertai tatapannya yang semakin menajam. Melangkah menjauh dari sana membawa hatinya yang terluka. Apa disini dia akan berperan sebagai tersangka? atau si korban?.

"Mantan?"

Galang mencengkram kuat botol air minumnya, langkah besar kakinya menggema di koridor kelas, sapaan dari adik kelasnya tidak lagi diindahkan, dadanya bergemuruh hebat saat satu kata itu terlintas dibenaknya.

"Apa gue gak punya kesempatan lagi?" gumamnya menghapus kasar setetes air mata yang jatuh dari pelupuk matanya, rasanya terlalu sesak untuk melepaskan walaupun itu untuk kebahagian orang yang kita cintai.

***
Senyap dan gelap itu yang saat ini mendominasi isi seluruh kamar dari seorang Galang, kamar yang selama ini selalu bercahaya kini gelap padahal sang pemilik kamar berada didalam sana. Pria itu duduk melipat lututnya sesekali mengusap kasar air matanya, di hadapannya terdapat meja yang berisi banyak botol minuman yang tergeletak kosong disana.

"Apa gue salah ngambil keputusan? kenapa rasanya se-sesak ini?" Galang tidak mengira bahwa rasa sakitnya ternyata lebih dari yang ia bayangkan. Apa dia harus menyerah atau kembali mencengkram apa yang seharusnya menjadi miliknya? apa dia egois?.

"Bang! Turun, mama sama papa udah di meja makan!!!"

Gisela Brawijaya adik perempuan kesayangan dari seorang Galang Brawijaya, gadis berusia 16 tahun yang menjadi kesayangan semua orang.

"Duluan, abang udah makan tadi diluar," Galang tentu berbohong.

Cklek

Gisel membuka sedikit pintu kamar abangnya, ingin melihat bagaimana keadaan abangnya yang tengah dilanda patah hati "Ya udah! Nanti adek bilangin sama mama kalau abang udah depresot gara-gara diputusin sama kak Sofya yang mukanya kayak simpanse!"

"Terserah monyet!" Balas Galang cuek.

"Bang nanti kalau mau gantung diri telfon adek ya siapa tau butuh jasa untuk ngikatin tali di pohon toge."

"Awas jadi setan dek!"

"Apa sepeda?!"

"Dasar adek kurang akhlak!"

"Sayang abang!"

"Sayang Gege juga!"

"Abang! Abang jangan depresot! Nanti Gege gak punya abang lagi kan Gege jadi enak, semua harta Mama sama Papa jatuh ke Gege," celetuk gadis  itu tersenyum manis melangkah riang keluar dari kamar yang bernuansa biru gelap dan abu-abu itu.

Dimana-mana adek perempuan itu selalu mendoakan abang laki-lakinya supaya sehat selalu, ini di doakan cepat meninggoy "Selama ini gue lupa diakan adek jelmaan daj'jal! Makanya doanya gak pernah bener," Galang misuh-misuh sendiri kemudian bangkit dari sana menuju meja makan, perutnya berubah pikiran jadi ingin minta makan selain ingin makan Galang juga ingin bertemu dengan Mamanya.

Melangkah keluar Galang melihat pemandangan yang selama ini selalu ia lihat, keluarganya yang selalu akur dan Galang selalu berdoa supaya keluarganya tidak berantakan apapun yang akan terjadi dimasa depan.

GalangDonde viven las historias. Descúbrelo ahora