Alone (19)

25.5K 1.3K 45
                                    

[[LUCA's POV]]


Malam ini aku pulang sampai larut malam lagi. Sesampainya di rumah, aku harus memeriksa ulang laporan yang ku terima dari bagian manajemen. Menjadi CEO itu tidak semudah yang dibayangkan. Di film-film CEO terlihat bisa bergerak leluasa dan bahkan menghabiskan waktu untuk kencan. Kenyataannya, semua proyek dan rapat di berbagai aspek penjualan saham dan joint ventura menyita banyak waktu.

Lampu lorong sudah dimatikan, begitu juga lampu ruang makan, dapur dan ruang tamu. Nagi pasti sudah tidur lebih dulu. Aku tidak memaksanya untuk menungguku, karena itu setiap kali aku pulang larut malam, dia pasti sudah tidur lebih dulu.

Jujur saja rasanya kesepian juga. Setidaknya aku ingin dapat kejutan spesial darinya. Seperti ia memakai apron tanpa sehelai pakaian, lalu menyambutku dengan senyuman, sambil berkata, "Lu-chan! Selamat datang! Aku sudah menyiapkan air hangat untuk mandi, makan malampun sudah ku hangatkan. Jadi, kau mau mandi dulu, makan dulu, atau... kau mau makan a-k-u dulu?"

Aku menampar wajahku cukup keras sambil menggelengkan kepala. Apa yang ku pikirkan diusia seperti ini? Aku bukan pengantin baru yang bisa berimajinasi konyol macam itu.

Aku berjalan masuk ke ruang makan dan melihat makan malam yang sudah disiapkan diatas meja makan. Dengan catatan kecil dari Nagi. Sambil berjalan menuju lemari pendingin, aku melonggarkan dasiku dan menatap kearah jam tangan yang menunjukkan pukul 2 dini hari.

Aku membuka lemari pendingin, mengambil sekaleng bir dan berjalan meninggalkan ruang makan menuju ke kamar tidur.

Nagi sudah tertidur pulas diranjang, sambil mendengkur pelan ia membuat wajah bahagia. Mungkin dia bermimpi indah? Apapun itu aku senang melihatnya bahagia seperti ini. Mataku menangkap gambar pakaian musim dingin dan kimono untuk anak usia 2-5 tahun.

"Apa dia bermaksud membeli pakaian anak-anak untuk adik Aki?" gumamku pelan seraya mengambil majalah yang dibiarkan tergeletak dengan posisi terbuka di samping bantal Nagi.

Dari dulu dia begitu menyukai anak-anak, tidak aneh kalau adik-adik Aki jadi tempat untuk menyalurkan kasih sayangnya. Aku menatap ke sekeliling saat aku tidak menemukan bantalku di samping bantal Nagi.

"Huh? Kemana perginya bantalku? Jangan bilang beberapa malam tidak dapat jatah Nagi menendangku keluar dari kamar?!"

Aku mulai panik dan mencari keluar kamar tidur. Di ruang tamu, di ruang makan, di kamar mandi bahkan sampai di kolong tempat tidur.

"Nagi" Aku menggoyangkan tubuh Nagi pelan. "Nagi, kau taruh dimana bantalku?" tanyaku. Nagisa mengerutkan dahinya tapi tak kunjung membuka matanya. "Nagisa, kau taruh dimana bantalku?" tanyaku lagi. "Mhhm!" Nagi mengernyitkan alisnya tanpa membuka mata.

"Aku ingin tidur juga, dimana kau taruh bantalku?"

"Ha..mmhm... Bantal?" Akhirnya ia membuka matanya, membalasku dengan pertanyaan.

"Bantalku"

"Hmm.. ini" Nagi menyibakkan selimut kami dan memeluk bantalku, menjadikan bantalku sebagai gulingnya.

"Kenapa dipakai sebagai guling?"

"Habisnya Lu-chan tidak ada di rumah.. aku tidak bisa tidur kalo tidak memeluk Lu-chan.." jawab Nagi. Mendengar jawabannya, akupun tidak bisa lagi marah atau kesal. Hanya sedikit alasan konyol yang manis, membuatku berubah cukup senang.

"Lain kali kau bisa memeluk panda yang kau simpan di lemari bukan?"

"Eh? Tapi panda-chan tidak harum seperti Lu-chan. Aku tidak mau kalau panda-chan tidak punya bau harum seperti Lu-chan.." jawab Nagisa lagi.

The Love That Can't be Alone [ 2 ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang